MORAL
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi
pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk
perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang
perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral.
Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari
bahasa Latin, kemudian diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa
sehari-hari, yang dimaksud dengan kesusilaan bukan mores, tetapi petunjuk-petunjuk
untuk kehidupan sopan santun dan tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan
kesusilaan, yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang
baik. Kata susila
berasal dari bahasa Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti “dasar-dasar”,
prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti
peraturan-peraturan hidup yang lebih baik.
Pengertian moral dibedakan dengan pengertian
kelaziman, meskipun dalam praktek kehidupan sehari-hari kedua pengertian itu
tidak jelas batas-batasnya. Kelaziman adalah kebiasaan yang baik tanpa pikiran panjang
dianggap baik, layak, sopan santun, tata krama, dsb. Jadi, kelaziman itu merupakan
norma-norma yang diikuti tanpa berpikir panjang dianggap baik, yang berdasarkan
kebiasaan atau tradisi.
Moral juga dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
FAKTOR PENENTU MORALITAS
Sumaryono (1995) mengemukakan tiga factor penentu moralitas perbuatan manusia, yaitu:
1. Motivasi
2. Tujuan akhir
3. Lingkungan perbuatan
- Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusia, sebagai suatu pengejawantahan dari pancaran Ilahi.
- Moral murni disebut juga hati nurani.Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran filosofis, agama, adat, yang menguasai pemutaran manusia.
FAKTOR PENENTU MORALITAS
Sumaryono (1995) mengemukakan tiga factor penentu moralitas perbuatan manusia, yaitu:
1. Motivasi
2. Tujuan akhir
3. Lingkungan perbuatan
Perbuatan manusia dikatakan baik apabila
motivasi, tujuan akhir dan lingkungannya juga baik. Apabila salah satu factor
penentu itu tidak baik, maka keseluruhan perbuatan manusia menjadi tidak baik.
Motivasi adalah hal yang diinginkan para pelaku perbuatan
dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju. Jadi, motivasi itu
dikehendaki secara sadar, sehingga menentukan kadar moralitas perbuatan.
Sebagai contoh ialah kasus pembunuhan dalam keluarga:
- yang diinginkan pembunuh
adalah matinya pemilik harta yang berstatus sebagai pewaris
- Sasaran yang hendak dicapai adalah penguasa harta warisan
- Moralitas perbuatan adalah salah dan jahat
- Sasaran yang hendak dicapai adalah penguasa harta warisan
- Moralitas perbuatan adalah salah dan jahat
Tujuan akhir (sasaran) adalah diwujudkannya perbuatan yang
dikehendakinya secara bebas. Moralitas perbuatan ada dalam kehendak. Perbuatan
itu menjadi objek perhatian kehendak, artinya memang dikehendaki oleh
pelakunya. Sebagai contoh, ialah kasus dalam pembunuhan keluarga yang
dikemukakan diatas:
- perbuatan yang dikehendaki
dengan bebas (tanpa paksaan) adalah membunuh.
- diwujudkannya perbuatan tersebut terlihat pada akibatnya yang diinginkan pelaku, yaitu matinya pemilik harta (pewaris)
- moralitas perbuatan adalah kehendak bebas melakukan perbuatan jahat dan salah.
Lingkungan perbuatan adalah segala sesuatu yang secara aksidental
mengelilingi atau mewarnai perbuatan. Termasuk dalam pengertian lingkungan
perbuatan adalah:- diwujudkannya perbuatan tersebut terlihat pada akibatnya yang diinginkan pelaku, yaitu matinya pemilik harta (pewaris)
- moralitas perbuatan adalah kehendak bebas melakukan perbuatan jahat dan salah.
- manusia yang terlihat
- kualiitas dan kuantitas perbuatan
- cara, waktu, tempat dilakukannya perbuatan
- frekuensi perbuatan
- kualiitas dan kuantitas perbuatan
- cara, waktu, tempat dilakukannya perbuatan
- frekuensi perbuatan
Hal-hal ini dapat diperhitungkan sebelumnya atau
dapat dikehendaki ada pada perbuatan yang dilakukan secara sadar. Lingkungan
ini menentukan kadar moralitas perbuatan yaitu baik atau jahat, benar atau
salah.
MORALITAS SEBAGAI NORMA
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya,
moralitas adalah kualitas perbuatan manusiawi, sehingga perbuatan dikatakan
baik atau buruk, benar atau salah. Penentuan baik atau buruk, benar atau salah
tentunya berdasarkan norma sebagai ukuran. Sumaryono (1995) mengklasifikasikan
moralitas menjadi dua golongan, yaitu:
1. Moralitas objektif
Moralitas objektif adalah moralitas yang terlihat
pada perbuatan sebagaimana adanya, terlepas dari bentuk modifikasi kehendak
bebas pelakunya. Moralitas ini dinyatakan dari semua kondisi subjektif khusus
pelakunya. Misalnya, kondisi emosional yang mungkinmenyebabkan pelakunya lepas
control. Apakah perbuatan itu memang dikehendaki atau tidak. Moralitas objektif
sebagai norama berhubungan dengan semua perbuatan yang hakekatnya baik atau
jahat, benar atau salah. Misalnya:
- menolong sesama manusia
adalah perbuatan baik
- mencuri, memperkosa, membunuh adalah perbuatan jahat
Tetapi pada situasi khusus, mencuri atau membunuh adalah perbuatan yang dapat dibenarkan jika untuk mempertahankan hidup atau membela diri. Jadi moralitasnya terletak pada upaya untuk mempertahankan hidup atau membela diri (hak utnuk hidup adalah hak asasi).
2. Moralitas subjektif
Moralitas subjektif adalah moralitas yang melihat perbuatan dipengaruhi oleh pengetahuah dan perhatian pelakunya, latar belakang, stabilitas emosional, dan perlakuan personal lainnya. Moralitas ini mempertanyakan apakah perbuatan itu sesuai atau tidak denga suara hati nurani pelakunya. Moralitas subjektif sebagai norma berhebungan dengan semua perbuatan yang diwarnai nait pelakunya, niat baik atau niat buruk. Dalam musibah kebakaran misalnya, banyak orang membantu menyelamatkan harta benda korban, ini adalah niat baik. Tetapi jika tujuan akhirnya adalah mencuri harta benda karena tak ada yang melihat, maka perbuatan tersebut adalah jahat. Jadi, moralitasnya terletak pada niat pelaku.
Moralitas dapat juga instrinsik atau ekstrinsik. Moralitas instrinsik menentukn perbuatan itu benar atau salah berdasarkan hakekatnya, terlepas dari pengaruh hokum positif. Artinya, penentuan benar atau salah perbuatan tidak tergantung pada perintah atau larangan hokum positif. Misalnya:
- gotong royong membersihkan lingkungan tempat tinggal
- jangan menyusahkan orang lain
- berikanlah yang terbaik
Walupun Undang-undang tidak mengatur perbuatan-perbuatan tersebut secara instrinsik menurut hakekatnya adalah baik dan benar.
Moralitas ekstrinsik menentukan perbuatan itu benar atau salah sesuai dengan sifatnya sebagai perintah atau larangan dalam bentuk hokum positif. Misalnya:
- larangan menggugurkan kandungan
- wajib melaporkan mufakat jahat
Perbuatan-perbuatan itu diatur oleh Undang-undang (KUHP). Jika ada yang menggugurkan kandungan atau ada mufakat jahat berarti itu perbuatan salah.
Pada zaman modern muali muncul perbuatan yang berkenaan dengan moralitas, yang tadinya dilarang sekarang malah dibenarkan. Contohnya:
- Euthanasia untuk menghindarkan penderitaan berkepanjangan.
- Aborsi untuk menyelamatkan ibu yang hamil.
- Menyewa rahim wanita lain untuk membesarkan janin bayi tabung.
ETIKA
- mencuri, memperkosa, membunuh adalah perbuatan jahat
Tetapi pada situasi khusus, mencuri atau membunuh adalah perbuatan yang dapat dibenarkan jika untuk mempertahankan hidup atau membela diri. Jadi moralitasnya terletak pada upaya untuk mempertahankan hidup atau membela diri (hak utnuk hidup adalah hak asasi).
2. Moralitas subjektif
Moralitas subjektif adalah moralitas yang melihat perbuatan dipengaruhi oleh pengetahuah dan perhatian pelakunya, latar belakang, stabilitas emosional, dan perlakuan personal lainnya. Moralitas ini mempertanyakan apakah perbuatan itu sesuai atau tidak denga suara hati nurani pelakunya. Moralitas subjektif sebagai norma berhebungan dengan semua perbuatan yang diwarnai nait pelakunya, niat baik atau niat buruk. Dalam musibah kebakaran misalnya, banyak orang membantu menyelamatkan harta benda korban, ini adalah niat baik. Tetapi jika tujuan akhirnya adalah mencuri harta benda karena tak ada yang melihat, maka perbuatan tersebut adalah jahat. Jadi, moralitasnya terletak pada niat pelaku.
Moralitas dapat juga instrinsik atau ekstrinsik. Moralitas instrinsik menentukn perbuatan itu benar atau salah berdasarkan hakekatnya, terlepas dari pengaruh hokum positif. Artinya, penentuan benar atau salah perbuatan tidak tergantung pada perintah atau larangan hokum positif. Misalnya:
- gotong royong membersihkan lingkungan tempat tinggal
- jangan menyusahkan orang lain
- berikanlah yang terbaik
Walupun Undang-undang tidak mengatur perbuatan-perbuatan tersebut secara instrinsik menurut hakekatnya adalah baik dan benar.
Moralitas ekstrinsik menentukan perbuatan itu benar atau salah sesuai dengan sifatnya sebagai perintah atau larangan dalam bentuk hokum positif. Misalnya:
- larangan menggugurkan kandungan
- wajib melaporkan mufakat jahat
Perbuatan-perbuatan itu diatur oleh Undang-undang (KUHP). Jika ada yang menggugurkan kandungan atau ada mufakat jahat berarti itu perbuatan salah.
Pada zaman modern muali muncul perbuatan yang berkenaan dengan moralitas, yang tadinya dilarang sekarang malah dibenarkan. Contohnya:
- Euthanasia untuk menghindarkan penderitaan berkepanjangan.
- Aborsi untuk menyelamatkan ibu yang hamil.
- Menyewa rahim wanita lain untuk membesarkan janin bayi tabung.
ETIKA
Kata etika, seringkali disebut pula
dengan kata etik,
atau ethics
(bahasa Inggris), mengandung banyak pengertian.
Dari segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal
dari kata Latin “Ethicos”
yang berarti kebiasaan. Dengan demikian menurut pengertian yang asli, yang
dikatakan baik
itu apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Kemudian lambat laun pengertian
ini berubah, bahwa etika adalah suatu ilmu yang mebicarakan masalah
perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang
dapat dinilai tidak baik.
Etika juga disebut ilmu normative,
maka dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan (norma-norma) dan nilai-nilai
yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Etika merupakan cabang filsafat yang
mempelajari pandangan-pandangan dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan
masalah kesusilaan, dan kadang-kadang orang memakai filsafat etika,
filsafat moral atau filsafat susila. Dengan demikian dapat dikatakan, etika ialah
penyelidikan filosofis mengenai kewajiban-kewajiban manusia dan hal-hal yang
baik dan buruk. Etika adalah penyelidikan filsafat bidang moral. Etika
tidak membahas keadaan manusia, melainkan membahas bagaimana seharusnya manusia
itu berlaku benar. Etika juga merupakan filsafat praxis manusia. etika
adalah cabang dari aksiologi,
yaitu ilmu tentang nilai, yang menitikberatkan pada pencarian salah dan benar
dalam pengertian
lain tentang moral.
Etika dapat dibedakan menjadi tiga macam:
1. etika sebagai ilmu, yang merupakan kumpulan tentang kebajikan, tentang penilaian perbuatan seseorang.
2. etika dalam arti perbuatan, yaitu perbuatan kebajikan. Misalnya, seseorang dikatakan etis apabila orang tersebut telah berbuat kebajikan.
3. etika sebagai filsafat, yang mempelajari pandangan-pandangan, persoalan-persoalan yang berhubungan dengan masalah kesusilaan.
Kita juga sering mendengar istilah descriptive ethics, normative ethics, dan philosophy ethics.
a. Descriptive ethics, ialah gambaran atau lukisan tentang etika.
b. Normative ethics, ialah norma-norma tertentu tentang etika agar seorang dapat dikatakan bermoral.
c. Philosophy ethics, ialah etika sebagai filsafat, yang menyelidiki kebenaran.
Etika sebagai filsafat, berarti mencari keterangan
yang benar, mencari ukuran-ukuran yang baik dan yang buruk bagi tingkah laku
manusia. Serta mencari norma-norma, ukuran-ukuran mana susial itu, tindakan
manakah yang paling dianggap baik. Dalam filsafat, masalah baik dan buruk (good and evil)
dibicarakan dalam etika. Tugas etika tidak lain berusaha untuk hal yang baik dan
yang dikatakan buruk. Sedangkan tujuan etika, agar setiap manusia
mengetahui dan menjalankan perilaku, sebab perilaku yang baik bukan saja bagi
dirinya saja, tetapi juga penting bagi orang lain, masyarakat, bangsa dan
Negara, dan yang terpenting bagi Tuhan yang Maha Esa.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan (1988), etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu;
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Bertens mengemukakan bahwa urutan
tiga arti tersebut kurang kena, sebaiknya arti ketiga ditempatkan didepan
karena lebih mendasar daripada yang pertama, dan rumusannya juga bisa
dipertajam lagi.
Dengan demikian, menurut Bertens tiga arti etika dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Etika dipakai dalam arti: nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut juga sebagai “system nilai” dalam hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat. Misalnya etika orang jawa, etika agama Buddha.
2. Etika dipakai dalam arti: kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik. Misalnya, Kode Etik Advokat Indonesia.
3. Etika dipakai dalam arti: ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Arti etika disini sama dengan filsafat moral.
1. Etika dipakai dalam arti: nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut juga sebagai “system nilai” dalam hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat. Misalnya etika orang jawa, etika agama Buddha.
2. Etika dipakai dalam arti: kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik. Misalnya, Kode Etik Advokat Indonesia.
3. Etika dipakai dalam arti: ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Arti etika disini sama dengan filsafat moral.
Dihubungkan dengan Etika Profesi
Sekretaris, etika
dalam arti pertama dan kedua adalah relevan karena kedua arti
tersebut berkenaan dengan perilaku seseorang atau sekelompok profesi
sekretaris. Misalnya sekretaris tidak bermoral, artinya perbuatan sekretaris
itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam kelompok
sekretaris tersebut. Dihubungkan dengan arti kedua, Etika Profesi Sekretaris
berarti Kode Etik Profesi Sekretaris.
Pengertian etika juga dikemukakan
oleh Sumaryono (1995), menurut beliau etika berasal dati istilah Yunani ethos yang
mempunyai arti adapt-istiadat atau kebiasaan yang baik. Bertolak dari
pengertian tersebut, etika berkembang menjadi study tentang kebiasaan manusia
berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan
perangai manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain itu, etika juga
berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan
kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia. Berdasarkan
perkembangan arti tadi, etika dapat dibedakan antara etika perangai dan
etika moral.
1. Etika Perangai
Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambaran perangai manusia dalam kehidupan bermasyarakat di aderah-daerah tertentu, pada waktu tertentu pula. Etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan hasil penilaian perilaku.
Conto etika perangai:
- berbusana adat
- pergaulan muda-mudi
- perkawinan semenda
- upacara adat
2. Etika Moral
Etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku yang baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar timbullah kejahatan, yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral.
Contoh etika moral:
- berkata dan berbuat jujur
- menghargai hak orang lain
- menghormati orangtua dan guru
- membela kebenaran dan keadilan
- menyantuni anak yatim/piatu.
Etika moral ini terwujud dalam bentuk kehendak manusia berdasarkan kesadaran, dan kesadaran adalah suara hati nurani. Dalam kehidupan, manusia selalu dikehendaki dengan baik dan tidak baik, antara benar dan tidak benar. Dengan demikian ia mempertanggung jawabkan pilihan yang telah dipilihnya itu. Kebebasan kehendak mengarahkan manusia untuk berbuat baik dan benar. Apabila manusia melakukan pelanggaran etika moral, berarti dia berkehendak melakukan kejahatan, dengan sendirinya berkehandak untuk di hukum. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, nilai moral dijadikan dasar hukum positif yang dibuat oleh penguasa.
Etika Pribadi danEtika Social
Dalam kehidupan masyarakat kita mengenal etika pribadi dan
etika social.
Untuk mengetahui etika pribadi dan etika social diberikan contoh sebagai
berikut:
1) Etika Pribadi. Misalnya seorang yang berhasil dibidang usaha (wiraswasta) dan menjadi seseorang yang kaya raya (jutawan). Ia disibukkan dengan usahanya sehinnga ia lupa akan diri pribadinya sebagai hamba Tuhan. Ia mempergunakan untuk keperluan-keperluan hal-hal yang tidak terpuji dimata masyarakat (mabuk-mabukan, suka mengganggu ketentraman keluarga orang lain). Dari segi usaha ia memang berhasil mengembangkan usahanya sehinnga ia menjadi jutawan, tetapi ia tidak berhasil dalam emngembangkan etika pribadinya.
2) Etika Social. Misalnya seorang pejabat pemerintah (Negara) dipercaya untuk mengelola uang negara. Uang milik Negara berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Pejabat tersebut ternyata melakukan penggelapan uang Negara utnuk kepentingan pribadinya, dan tidak dapat mempertanggungjawabkan uang yang dipakainya itu kepada pemerintah. Perbuatan pejabat tersebut adalah perbuatan yang merusak etika social.
MANFAAT ETIKA
1. Dapat membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral.
2. Dapat membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana yang boleh dirubah, sehingga dalam melayani tamu kita tetap dapat yang layak diterima dan ditolak mengambil sikap yang bisa dipertanggungjawabkan.
3. Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat.
4. Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai yang dibawa tamu dan yang telah dianut oleh petugas.
Setelah kita mengetahui tentang etika dan moral, bagaimanakah hubungan antara etika dan moral tersebut?
Moral adalah kepahaman atau
pengertian mengenai hal yang baik dan hal yang tidak baik. Sedangkan etika
adalah tingkah laku manusia, baik mental maupun fisik mengenai hal-hal yang
sesuai dengan moral itu.
Etika adalah penyelidikan filosofis
mengenai kewajiban manusia serta hal yang baik dan yang tidak baik. Bidang
inilah yang selanjutnya disebut bidang moral.
Objek etika adalah
pernyataan-pernyataan moral. Oleh karena itu, etika bisa juga dikatakan
sebagai filsafat tentang bidang moral. Etika tidak mempersoalkan keadaan
manusia, melainkan bagaimana manusia harus bertindak.