Iklan Produk

Friday, December 27, 2013

PENGERTIAN HUKUM AGRARIA



Pengertian Hukum Agraria

Daripada itu, sesuai dnegan Pasal 2 ayat (1) UUPA, maka sasaran Hukum Agraria meliputi : bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagaimana lazimnya disebut sumber daya alam. Oleh karenanya pengertian hukum agraria menurut UUPA memiliki pengertian hukum agraria dalam arti luas, yang merupakan suatu kelompok berbagai hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam yang meliputi :
  1. Hukum pertanahan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah  dalam arti permukaan bumi;
  2. Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
  3. Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh undang-undang pokok pertambangan;
  4. Hukum perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air;
  5. Hukum kehutanan, yang mengatur hak-hak atas penguasaan atas hutan dan hasil hutan;
  6. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa (bukan space law), mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA.
Sedangkan pengertian hukum agraria dalam arti sempit, hanya mencakup Hukum Pertanahan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah.
Yang dimaksud tanah di sini adalah sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UUPA, adalah permukaan tanah, yang dalam penggunaannya menurut Pasal 4 ayat (2), meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa, yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunan tanah itu dalam batas menurut UUPA, dan peraturan-perturan hukum lain yang lebih tinggi.

Menurut Prof. E. Utrecht, S.H. menyatakan bahwa hukum agraria adalah menjadai bagian dari hukum tata usaha negaram karena mengkaji hubungan-hubungan hukum antara orang, bumi, air dan ruang angkasa yang meliatakan pejabat yang bertugas mengurus masalah agraria.

Menurut Subekti dan Tjitro Subono, hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan yang hukum perdata, tata negara, tata usaha negara, yang mengatur hubungan antara orang dan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara, dan mengatur pula wewenang yang bersumber pada huungan tersebut.

PENGERTIAN HUKUM



Menurut Friedman hukum berada di awing-awang, tidak tampak dan tidak terasa bahkan biasanya selembut udara dalam sentuhan normal. Hukum adalah sebuah kata dengan banyak arti, selicin kaca, segesit gelembung sabun. Hukum adalah konsep, abstraksi, konstruksi sosial dan bahkan objek nyata di dunia sekitar kita.

Menurut Black menyatakan bahwa “law is government social control” hukum merupakan pengendalian sosial pemerintah, yang merupakan legislasi, litigasi, dan ajudikasi. Balack membedakan antara perilaku yang dikendalikan oleh bentuk pengendalian sosial lainnya seperti sopan santun, adat istiadat dan birokrasi. 

Menrut Hugo Grotius (1583-1645) menyatakan bahwa hukum adalah suatu aturan moral yang sesuai dengan apa yang benar.

Menurut Thomas Hobbes (1588-1645) menyatakan bahwa civil law adalah perintah-perintah hukum yang didukung oleh kekuasaan tertinggi negara itu, mengenai tindakan-tindakan oleh kekuasaan negara itu. Mengenai tindakan-tindakan dimasa akan datang yang akan dilakukan oleh subjeknya.

Menurut Prof. Padmo Wahyono, SH menyatakan pengertian hukum adalah alat atau sarana untuk menyelenggarakan kehidupan negara atau ketertiban dan sekaligus merupakan sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan sosial.

SEJARAH IKATAN FISIOTERAPI INDONESIA



Sejarah Ikatan Fisioterapi Indonesia

 

Sebagai perkumpulan persatuan dari suatu profesi fisioterapi pada waktu itu dibentuklah suatu wadah atau organisasi untuk profesi Fisioterapi pada tahun 1961 yang bernama HAFI - Himpunan Asisten Fisioterapi Indonesia, yang bertujuan untuk memperkenalkan profesi yang baru ini kepada saudara-saudara kita yang bekerja dalam bidang kesehatan lainnyadan masyarakat luas.
Keadaan pada waktu itu lulusan Fisioterapi langsung mendapatkan ikatan dinas dan ditempatkan, (sesuai dengan ketentuan Departemen Kesehatan).
Atas dukungan Bpk. Prof. Dr. Suharso (Supervisor RC pada masa itu), kawan-kawan Fisioterapi bergerak untuk segera membentuk organisasi Fisioterapi yang bertujuan agar profesi Fisioterapi selain bekerja dalam membantu pemulihan kesehatan pasien yang non infectious, fractur, dislokasi dan degenerative deases juga agar Profesi Fisioterapi di Indonesia dapat setaraf dengan Fisioterapis dari luar negri terutama dari Negara Persemakmuran, Eropa dan Amerika Serikat. Organisasi ini disebut IKAFI.
Pengurus IKAFI yang pertama (1968 - 1970) adalah Ketua Umum - Albert Siahaan, MNZSP, Sekretaris Jenderal - Boedoyo,SMPh. Pada periode ini sudah terbentuk DCAFI (cabang) untuk wilayah : Jakarta, Bandung, Solo, Surabaya, Semarang. Dan IKAFI pun diterima sebagai Temporary Member of WCPT (London).
Pada tahun 1970 Ketua Umum IKAFI diundang ke Amsterdam untuk mengikuti kongres WCPT. Kemudian diadakan Kongres pertama IKAFI yang diadakan di Jakarta. Dengan kekuatan bersama dari semua Panitia dan Anggota serta Sponsor yang mendukung, Kongres pertama pun sukses digelar. Dalam Kongres I yang dibuka atas nama MenKes tersebut berhasil dibuat pengesahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Program Jangka Pendek dan Jangka Panjang IKAFI. Dibentuk pula kepengurusan pusat IKAFI untuk periode berikutnya (1970 - 1974), dimana Bpk. Albert Siahaan dan Bpk. Boedoyo kembali terpilih masing-masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal IKAFI.
Pada tahun 1974 Ketum IKAFI berangkat ke Montreal untuk menghadiri kongres WCPT dimana pada saat itu IKAFI masih distatuskan sebagai anggota sementara WCPT. Lalu diselenggarakanlah Kongres ke II IKAFI di kota Bandung, dimana terpilih Bpk. Drs. Suhardi, SMPh sebagai Ketua Umumnya.
Perubahan IKAFI menjadi IFI bermula semenjak kepengurusan pusat, aktif bergerak di konsorsium kesehatan (CHS) yang dipimpin oleh Bpk. Prof. Dr. Ma'rifin Husin, MSc. Dimana beliau pada saat itu menganjurkan agar IKAFI berubah singkatan menjadi IFI, seperti IDI dan IBI. Pada akhirnya, nama organisasi Fisioterapi pun berubah dari IKAFI menjadi IFI. Setelah sebelumnya disetujui dahulu melalui Kongres VII Makasar pada 1996.
Dalam upaya pengembangan organisasi dan profesionalisme, Ikatan Fisioterapi Indonesia berupaya meningkatkan standar kompetensi anggota dengan berbagai kegiatan pendidkan, Ilmiah dan pengabdian masyarakat. Atas dukungan dari para pemangku kepentingan, Ikatan Fisioterapi Indonesia berusaha memberikan kemampuan terbaiknyaa untuk peningkatan derajat kesehatan dan produktivitas masyarakat luas.

2.2.       Visi dan Misi
VISI : Menjadikan IFI sebagai wadah perjuangan guna mewujudkan profesi fisioterapi mandiri profesional pada 2016.
MISI : 
1.    Menetapkan arah pendidikan dan  pendidikan profesi Fisioterapi
2.    Memperjuangkan keterbukaan akses , pola dan metode peningkatan kompetensi
3.    Memantapkan penerapan perundang-undangan yang mengatur profesi Fisioterapi dan melakukan advokasi
4.    Meningkatkan kerjasama internal dan eksternall antar lembaga baik dalam negeri maupun luar negeri
5.    Menetapkan tata kelola organisasi yang berprinsip pada good governance
6.    Meningkatkan kegiatan komunikasi sosial guna meningkatkan citra organisasi dan citra profesi.

2.3.       Kode Etik Fisioterapi Indonesia (KODEFI)
Kode Etik Fisioterapi Indonesia sesuai dengan Kep/100/VIII/2001/IFI (Ref; WCPT, APA, APTA) menghasilkan 7 butir garis besar :
1.    Menghargai hak dan martabat individu.
2.    Membantu siapa saja yang membutuhkan pelayanan profesionalnya tanpa diskriminasi.
3.    Memberikan pelayanan profesional dengan jujur, berkompeten dan bertanggungjawab.
d. Mengakui batasan dan kewenangan profesi dan hanya memberikan pelayanan dalam lingkup profesi fisioterapi
4.    Menjaga rahasia pasien yang dipercayakan kepadanya.
5.    Selalu menjaga standar profesi dan meningkatkan pengetahuan/ketrampilan.
6.    Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan pelayanan untuk meningkatkan derajat kesehatan individu dan masyarakat.

2.4.       Hak-Hak Profesi Organisasi Ikatan Fisiterapi Indonesia (IFI)
1.    Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak atas loyalitas anggota dan memberikan perlindungan dari pelecehan akibat pelayanan yang inkopeten, ilegal dan bertentangan dengan kode etik profesi
2.    Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak atas nama baik dan menolak pelecehan dari siapapun.
3.    Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak atas pengajaran fisioterapi yang berkualitas, kompeten dan berpengalaman dibidangnya.
4.    Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak atas praktek fisioterapi yang profesisonal dan menolak diajarkan secara semena-mena kepada individu atau kelompok lain.

2.5.       Bagian Bidang Ifi
1.    BD. Organisasi & Hubungan Lembaga
2.    BD. Pendidikan Berkelanjutan
3.    BD. Pelatihan & Pengembangan Propesi
4.    BD. Litbang & Sertifikasi
5.    BD. Pengembangan & Pelayanan Hukum
6.    BD. Usaha & Pengabdian Masyarakat
7.    BD. Pembangunan Kantor & Sektariat Ifi

2.6.       Tanggung Jawab Fisioterapi
1.        Fisioterapi mengemban tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya dan    memanfaatkan ketrampilan dan keahlian secara efektif untuk kepentingan individu dan masyarakat.
2.        Fisioterapi dimanapun dia berada hendaknya selalu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dilingkungannya.
3.        Fisioterapi harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan, jenis, dosis, struktur organisasi dan alokasi sumber daya dirancang untuk pelayanan yang berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan individu, masyarakat, kolega, dan profesi lain.
4.        Fisioterapi hendaknya selalu mencari, memberi dan menerima informasi agar dapat meningkatkan pelayanan.
5.        Fisioterapi harus menghindari praktek ilegal yang bertentangan dengan kode etik profesi.
6.        Fisioterapi harus mencantumkan gelar secara benar untuk mengambarkan status profesinya.
7.        Fisioterapi wajib memberikan informasi yang benar kepada masyarakat dan profesi kesehatan lainnya tentang fisioterapi dan profesi kesehatan lainnya tentang fisioterapi dan pelayanan profesionalnya sehingga mereka menjadi tahu dan mau menggunkannya.
8.        Fisioterapi dalam menentukan tarif pelayanan harus masuk akal dan tidak memanfaatkan profesi untuk semata-mata mencari keuntungan.
9.        Jasa profesisional yang diterima fisioterapi harus diadaptkan dengan cara yang jujur.
10.    Fisioterapi dalam memanfaatkan teknologi berdasarkan efektivitas dan efisiensi demi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan individu dan masyarakat.