Iklan Produk

Friday, January 22, 2021

MAKALAH TEORI POLITIK

 



MAKALAH TEORI POLITIK







 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Tuntutan masyarakat tentang terwujudnya masyarakat yang Civil Society (masyarakat madani) merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh pemerintah Indonesia sekarang ini. Tuntutan ini menjadi semakin mendesak setelah pintu tirani kekuasaan terbuka lebar, yang memungkinkan seluruh rakyat Indonesia melihat dengan jelas hakekat kekuasaan. Hakekat kekuasaan negara tersebut adalah kekuasaan yang diperoleh dari rakyat dan pertanggung jawaban atas kekuasaan tersebut juga kepada rakyat. Sebagai pihak yang telah diberikan kekuasaan oleh rakyat, tentulah pihak pemerintah harus memberikan out put yang terbaik buat rakyat. Sekarang sudah saatnya pemerintah mengembalikan hak-hak politik masyarakat yang selama ini dikekang oleh pemerintah yang berkuasa dengan demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Senada dengan perubahan di dalam manajemen pemerintahan, muncul paradigma baru dalam pengelolaan aset, dimana pengelolaan kabupaten/kota harus dilaksanakan secara profesional selayaknya perusahaan yang berbentuk holding company. Dengan paradigma tersebut, pengelolaan daerah termasuk aset-aset pemda bisa dilakukan secara benar dan optimal. Aset pemda baik berupa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun kekayaan alam lainnya seperti pertambangan, kehutanan, perikanan harus dikelola seperti pengelolaan perusahaan swasta. Fokus utama pengelolaan adalah optimalisasi profit, disamping aspek sosial sebagai public good tetap harus diperhatikan dari sisi yang lain. Pengelolaan aset secara profesional ini mengarah pada privatisasi, karena dengan privatisasi, pengelolaan aset pemda benar-benar dapat dioptimalkan

Disamping itu sistem pemerintahan yang sentralistik mengakibatkan lambannya proses penetapan kebijakan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Daerah tidak mau membuat kebijakan publik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena harus menunggu petunjuk dari pemerintah pusat. Meskipun turun  petunjuk dari pemerintah pusat, tetapi hal tersebut sudah "out of date" sudah tidak cocok dengan kebutuhan. Kondisi ini akan menambah rasa ketidak puasan masyarakat kepada pemerintah.

 

 

 

 

1.2  Rumusan Masalah

Yang menjadi sorotan utama dalam makalah ini adalah :

1.      Kajian tentang pengertian Organisasi dan Manajemen Pemerintahan ?

2.      Pola dan bentuk-bentuk pemerintahan ?

3.      Kajian tentang pengertian Pemerintah Katalis ?

4.      Menjabarkan tentang perlunya Reformasi Birokrasi dalam Manajemen Pemerintahan ?

5.      Menjelaskan hakekat Reinventing  Government ?

6.      Fungsi dan tujuan Reinventing  Goverment dan Good Governance ?

7.      Menjabarkan suatu studi kasus yang dikutip dari koran

 

1.3  Tujuan Penulisan

Ada pun yang menjadi tujuan kami menyusun makalah ini adalah :

1.      Pemahaman tentang arti, konsep, bentuk dan pola Organisasi dan Manajemen Pemerintahan

2.      Pemahaman tentang Reinventing Government beserta hakekatnya

3.      Mengarahkan kesadaran masyarakat dan mahasiswa untuk memahami Pemerintah yang Katalis yang baik

4.      Memberikan informasi penting Manajemen Pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

 

 

1.4  Manfaat Penulisan

Makalah ini semoga dapat memberikan manfaat kepada pembaca yaitu :

1.      Mengetahui praktek Manajeman Pemerintahan guna menciptakan dan menghasilkan sumber daya serta demi tercapainya cita-cita bangsa

2.      Mendapatkan pemahaman tentang Manajemen Pemerintahan baik di luar maupun di dalam

3.      Memberi pemahaman tentang sikap para masyarakat, mahasiswa dalam menilai para aparatur negara dalam Manajemen Pemrintahan

 

 

 

 

Bab II

Landasan Kerangka Teori

Agar pemerintah Indonesia tetap mendapat tempat dihati masyarakat Indonesia, maka pemerintah perlu melakukan berbagai usaha untuk memperbaiki diri. Salah satu caranya adalah dengan mengefisienkan manajeman pemerintahan atau melaksanakan manajemen yang biasanya dilakukan oleh pihak swasta atau yang lebih dikenal dengan "Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government)".

 

Kerangka Teori

2.1 Pengertian Organisasi

1.      Chester I. Barnard (1938) dalam bukunya “The Executive Functions” mengemukakan bahwa : “ Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih” (I define organization as a system of cooperatives of two more persons)

2.      James D. Mooney mengatakan bahwa : “Organization is the form of every human association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama)

3.      Menurut Dimock, organisasi adalah : “Organization is the systematic bringing together of interdependent part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achive a given purpose” (organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan).

 

2.2 Pengertian Manajemen

1.      Drs. Oey Liang Lee ; Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian,penyusunan,pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2.      James A.F. Stoner; Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunakan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi tang telah ditetapkan.

3.      GR. Terry ; Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.

4.      Lawrence A. Appley; Manajemen adalah seni pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain

5.      Horold Koontz dan Cyril O’donnel ; Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.

6.      Haiman, manajemen yaitu fungsi untuk mencapai suatu tujuan melalui kegiatan orang lain, mengawasi usaha-usaha yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan.

7.      Marry Parker FoUett menyatakan bahwa manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.

2.3 Pengertian Pemerintahan

1.       Budi Supriyatno 2009:37; Ilmu Pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari kinerja pemerintahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk mewujudkan tujuan negara.

2.      Taliziduhu Ndraha 2000; Ilmu Pemerintahan adalah sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana pemerintah sebagai unit kerja publik dalam memenuhi dan melindungi tuntutan masyarakat yang diperintah

3.      C.F Strong 1960:6; Pemerintahan adalah organisasi dalam mana diletakkan hak untuk melaksanakan kekuasaan berdaulat atau tertinggi, pemerintahan mempunyai kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif

4.      Ramlan Surbakti 1992:168; Pemerintahan dan pemerintah berbeda artinya pemerintahan menyangkut tugas dan kewenangan sedangkan pemerintah artinya aparat yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan negara

5.       Inu Kencana Syafiie 2001:24; “Ilmu Pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan pengurusan (eksekutif), pengaturan (legislatif), kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan (baik pusat dengan daerah maupun rakyat dengan pemerintahnya) dalam berbagai peristiwa dan gejala pemerintahan, secara baik dan benar”.

 

 

 

Menurut kesimpulan yang kami kutip dari beberapa pendapat para ahli :

 

v  Pengertian Organisasi Manajemen Pemerintahan adalah kumpulan orang-orang 2, 3 atau lebih yang bekerjasama dalam kegiatan serta mempelajari cara-cara pengelolahaan pemerintahan oleh penguasa atau penyelenggara negara dalam rangka mencapai tujuan yang telah disepakati atau yang telah ditentukan seperti mencapai kesejahteraan rakyat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

KAJIAN TENTANG PEMERINTAH KATALIS DILIHAT DARI

ORGANISASI DAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN

 

3.1 Pemerintahan Serba Negara Berorientasi Ke Pasar (Market Oriented Government)

            Sebagai salah satu konsep pemikiran yang termasuk dalam prinsip-prinsip market oriented government, konsep ini mencerminkan pergeseran yang cukup mendasar karena dari seluruh urusan masyarakat diselenggarakan oleh negara,  jadi negara melaksanakan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Negara menjadi sentral kekuasaan, segala pertimbangan menyangkut kepentingan masyarakat harus melalui otoritas negara. Namun kondisi yang dihadapi negara dan pemerintah semakin kompleks, negara semakin kewalahan dan kepentingan pelayanan publik semakin tidak terurus, negara justru mengurus dirinya sehingga terasing dengan konteks masyarakatnya. Pemerintah sudah mulai berorientasi kepada pasar (market)

Dalam pengertian pasar sebagai publik atau masyrakat. Dalam konsep tersebut pemerintah lebih berorientasi pada “menciptakan” arena transaksional yang lebih terbuka dalam masyarakat, yakni sebagaimana hukum permintaan dan penawaran dalam mekanisme pasar. Oleh karena itu, supaya mekanisme pasar dapat berjalan maka pemberdayaan masyarakat (empowering) menjadi kebijakan pemerintah untuk mengatasi persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat. Oleh karena itu, apabila pemerintah dan bersama aparatur birokrasinya harus selalu terbuka dengan segala kebijakan yang akan dijalankan sehingga pemerintah tidak memanipulasi kerahasiaan akses informasi kepada masyarakat dan masyarakatlah yang akan mengurus dirinya sesuai dengan pilihan yang terbaik dan adil atas kebutuhannya.

 

            Dengan demikian negara dan pemerintah semakin sedikit memerintah (less government) maka masyarakat semakin mudah dan murah untuk mendapatkan kepentingannya. Meskipun otoritas pemerintah berkurang karena sudah diberikan kewenangan kepada masyarakat tersebut melalui konsep pemberdayaan (empowering), partisipasi masyarakat lebih intensif baik dalam bentuk lembaga swadaya masyarakat, pembentukan yayasan atas prakarsa masyarakat, sampai pada bentuk privatisasi. Dengan berkurangnya fungsi pemerintah bukan berarti pemerintah menjadi berkurang kewibawaannya, tetapi justru dengan model kewenangan dan fungsi pemerintah sebagai pengarah dan regulator serta pengendali dalam mandat, ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat, sehingga fungsi pemerintah bisa berjalan efisien dan efektif.

Jika dicermati lebih jauh sebenarnya dalam kegiatan pemerintah sudah cukup banyak mengadopsi dan menerapkan konsep praktek paradigma New Public Manajemen dalam meningkatkan kinerja tugas pokok dan funsi organisasi pemerintahan. Tapi seringkali perkembangan yang sudah cukup baik terhenti karena kemungkinan tidak didukung oleh anggaran yang cukup dan kurang mendapat dukungan dari pimpinan secara berkesinambungan.

            Untuk melengkapi argumentasi bahwa sesungguhnya dalam beberapa kegiatan pemerintah yang sudah mendapat esensi atau substansi yang dapat dikategorikan dalam pembangunan kegiatan kinerja program pemerintah sebagai berikut :

1.      Dalam penyelenggaraan pemerintah dengan penerapan program kegiatan yang mengacu pada prinsip management by Obyective (MBO). Berfokus pada kegiatan organisasi dengan kelompok kerja (team work), sehingga suasana kerja lebih inovatif, dinamis dan kreatif sesuai dengan prinsip bisnis bahwa pemerintah berorientasi pada dasar yang terdapat banyak kompetitor.

2.      Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi hasil dengan lebih menekankan pada kualitas hasil melalui pembentukan gugus kendali mutu (total quality control). Mekanisme kerja TQC juga lebih mencerminkan keterbukaan, dialogis, konsensus dan prinsip persamaan. Melalui kelembagaan penjamin mutu, yang disebut manajemen mutu merupakan kebijakan pemerintah mekanisme pasar.

3.      Debirokrasi dalam pemberian palayanan publik yang sudah diberikan unit-unit pelayanan seperti pembentukan Unit Pelayanan Satu Atap, dibeberapa instansi pemerintah contohnya kantor samsat dengan upaya mendekatkan dan memudahkan pelayanan kepada masyarakat, sudah mencerminkan pemerintah milik rakyat dan mengikuti apa yang diinginkan masyarakat sebagai konsumen.

4.      Pemberian pekerjaan dari kegiatan pemerintah berupa program atau proyek pemerintah kepada masyarakat atau badan swasta semakin besar melalui tender yang transparan dan obyektif serta akuntabel. Dengan demikian tindakan pemerintah sudah berorientasi pada prinsip mendorong partisipasi masyarakat yang lebih banyak namun harus dilandasi dengan mutu atau keterlibatan masyarakat melalui pada usaha yang lebih profesional melalui arena kompetisi yang lebih fair (adil)

 

3.2 Pemerintah Sentralistik ke Desentralistik

 

            Pemerintah Sentralistik adalah kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dilakukan secara terpusat artinya semua keputusaan dianggap strategis menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sedangkan kewenangan pemerintahan daerah (local government) hanya melaksanakan oparasional dan lebih sedikit kewenangan yang merupakan kebijakan strategis.

Bekaitan dengan desentralistik menurut Lit vack dan sedden (1992:2) dalam Sadu Wasistiono 2002 mengatakan bahwa “the trasfer of authority and responbility for public from central government to subordinate or quasi independent government organization or private sector” artinya Desentralisasi adalah tranfer kewenangan dan tanggung jawab fungsi-funsi publik, transfer ini dilakukan dari pemerintah yang semi bebas ataupun kepada sektor swasta. Pandangan ini senada dengan pendapat Cheeema dan Rondineli (1983).

 

            Selanjutnya dikatakan bahwa berkaitan dengan pandangan diatas perlu dikembangkan model pembagian kewenangan dalam rangka desentralisasi yang juga melibatkan sektor privat didalamnya. Dalam ketentuan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian telah diperbaharui dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah dimana terjadi penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom. Dari pengertian diatas sangat jelas bahwa otonomi daerah diberikan kepada kesatuan masyarakat hukum, bukan hanya kepada pemerintah daerah saja. Dalam kaitan ini perlu kiranya upaya privatisasi dilakukan (Drucker, 1995). Privatisasi merupakan suatu upaya mengurangi peran Birokrasi Pemerintah atau meningkatkan peran sektor swasta, di dalam suatu aktifitas atau di dalam kepemilikan asset (Savas,1987, dalam Miftah Thoha, 2003).

            Desentralisasi yang telah digulirkan akan membawa dampak yang cukup signifikan karena ruang gerak pemerintahan daerah diberikan kekuasaan yang lebih luas agar supaya daerah mampu melaksanakan otonominya dalam arti menyelesaikan masalah di daerahnya, dengan cara setempat oleh masyarakat setempat sehingga birokrasi pemerintah pusat lebih mampu berperan sebagai “steering rather than rowing” .

 

beberapa konsep yang bisa dikembangkan dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah yaitu sebagai berikut :

1.      Perencanaan pembangunan dengan model “Buttom Up” artinya pembangunan didaerah berjalan secara efektif dan efesien yang telah dicapai akan selalu tepat sasaran.

2.      Model demokrasi langsung yang selama ini sudah berjalan dalam pemilihan pejabat publik, baik di tingkat pusat dan daerah di harapkan mampu memperkuar legitimasi dan komitmen kepemimpinan untuk tetap berorientasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

3.      Model Privatisasi dan pemberdayaan masyarakat (empowering), dapat dikembangkan melalui berbagai inovasi dan kreatifitas, terhadap berbagai kewenangan yang selama ini dijalankan pemerintah.

4.      Politik Anggaran, dengan pengelolaan anggaran yang sudah di desentralisasikan tersebut pemerintah daerah dituntut kreatif dan inovatif dalam menggali sumber dana untuk memperbesar APBD, sehingga pemerintah daerah lebih dekat dengan rakyatnya dibanding pemerintah pusat, maka secara proporsional ralatif berpihak pada kepentingan publik ketimbang untuk belanja birokrasi pemerintah yang selama ini dinilai tidak efisien.

 

3.3 Reinventing Government dan Good Governance

            3.3.1 Reinventing Government

 

            Konsep ini sesungguhnya sangat menarik atas semangat perubahan dalam rangka percepatan mewujudkan pelayanan publik dengan cara yang lebih partisipatif dan pengelolaan pemerintahan dengan cara bisnis dan private. Meskipun secara konseptual pengelolaan pemerintahan dengan pengelolaan bisnis nampak sangat berbeda. Misalnya pemerintah dalam mendapatkan uang melalui pungutan pajak, sedang dalam bisnis cara mendapatkan uang dari konsumen atau pelanggan, motif pemerintah tidak mencari keuntungan atau nirlaba sedangkan motif bisnis mendapatkan keuntungan.

            Dari perbedaan yang sangat fundamental tersebut sepertinya teori manapun praktek dalam bisnis seolah olah tidak mungkin diterapkan dalam pengelolaan pemerintahan. Namun barangkali yang dapat kita peti dari paradigma reinventing government ini adalah bukan secara aksidensi praktek bisnisnya akan tetapi SPIRIT atau semangat dalam pengelolaan seperti pebisnis yaitu : inovatif, kreatif, dinamis, kerja keras, ulet, berani mengambil resiko dan kemampuan melakukan negosiasi. Jika norma dan nilai-nilai tersebut menjadi referensi dan menjadi kekuatan yang bisa dimiliki bagi para aparatur negara, niscaya dalam penyelenggaran pemerintah yang efisien dan efektif akan mudah terwujud dan pelayanan publik juga akan lebih prima. Secara konseptual Reinventing Government dan Good Governance sesungguhnya memberikan jalan keluar kearah perubahan yang sistematik dan struktural untuk melengkapi kekurangan terhadap program pembangunan aparatur birokrasi tersebut.

 

            Konsep dan paradigma “Reinventing Gonernment” dari David Osborne dan Ted Gaebler yang sangat terkenal menjadi acuan dari berbagai Negara di belahan dunia termasuk indonesia. Paradigma ini memang menawarkan suatu pembaharuan untuk melaksanakan efisiensi dan efektifitas birokrasi yang waktu itu terjadi di negara Paman Sam Amerika Serikat. Pada waktu itu pemerintah Amerika Serikat sedang mengalami defisit anggaran cukup besar dan diajukan konsep reinventing government dari David Osborne yang mengalahkan konsep lain yang diajukan kepada pemerintah waktu itu.

           

            Sebab Pemerintahan yang sentralistik, otoriter dan serba negara sangat sulit untuk merubah peran yang lebih sedikit memerintah yaitu dengan sebagai pengarah, regulator dan pengendali, maka untuk urusan yang bersifat operasional lebih banyak memberikan peran kepada masyarakat untuk menyelenggarakan urusan yang menjadi keinginan dan kebutuhannya. Jadi memang memerlukan kesungguhan dan kemauan untuk melaksanakan perubahan paradigma terutama pemegang kekuasaan. Seperti dikatakan oleh Ritzer (1975) dalam Mansour Fakih (2011). Bahwa paradigma yang dianut oleh pemegang kekuasaan bukan terletak pada paradigma tersebut benar atau salah akan tetapi bagaimanapun juga pada tingkat implementasi paradigma apabila paradigma yang memang sangat diyakini akan membawa perubahan sosial dari yang memegang kekuasaan.

 

Mengenai konsep dan teori Reinventing Government

 

Kata Reinventing Government (pemerintahan wirausaha) berasal dari kata "wirausaha dan pemerintah". Wirausaha (entrepreneur) tidak sekedar mempunyai arti menjalankan bisnis, oleh J.B Say (1800) diartikan sebagai memindahkan berbagai sumber ekonomi dari suatu wilayah yang produktivitasnya rendah ke wilayah dengan produktivitas lebih tinggi dan hasilnya lebih besar . Dengan kata lain, seorang wirausahawan menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk memaksimalkan produktivitas dan efektivitas. Dengan demikian pemerintahan wirausaha adalah pemerintahan yang mempunyai kebiasaan bertindak dengan menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk meningkatkan/ mempertinggi efisiensi dan efektifitasnya.

Definisi J.B Say (1800) berlaku bagi sektor swasta, pemerintah, dan sukarelawan atau sektor ketiga. Jika dihubungaan dengan kata pemerintah, maka pemerintahan wirausaha berarti usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah mengelola berbagai sumber daya dari cara dengan produktifitas rendah ke cara dengan produktifitas tinggi dengan hasil yang lebih besar.

Menurut Drucker, organisasi yang berhasil memisahkan manajemen puncak dari operasi, akan memungkinkan manajemen puncak konsentrasi pada pengambilan keputusan dan pengarahan. Sedangkan operasi sebaiknya dijalankan oleh staf sendiri, masing-masing memiliki misi, sasaran, ruang lingkup dan tindakan serta otonomi sendiri. Jika tidak para manajer akan terkacaukan oleh tugas-tugas operasional dan tidak dapat menghasilkan keputusan dasar yang bersifat mengarahkan.

 

Konsep dan teori Reinventing Government diperkenalkan kepada pemerintahan Amerika Serikat tahun 1990-an oleh pengarangnya yaitu : David Osborne dan Ted Gaebler yang oleh pemerintah Amerika Serikat atas prakarsa Wapres Al Gore, dipakai sebagai konsep untuk membenahi birokrasi pemerintah Amerika Serikat yang pada waktu itu mengalami defisit anggaran yang besar.

            Teori dan konsep yang dapat mendorong terwujudnya efisiensi dan profesionalisme melalui reinventing government seperti yang diajukan David Osborne dan Ted Gaebler diatas dapat diuraikan yang dikutip dari Mardiasmo (2002: 18) dan beberapa hal ada yang dielaborasi oleh penulis sesuai konteksnya yaitu sebagai berikut :

 

1.      Pemerintahan Katalis (Catality Government)

Fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik. Pemerintah harus menyediakan (producing) beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya, sebaliknya pemerintah menfokuskan diri pada pemberian arahan sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan kepada swasta dan atau sektor ketiga (LSM dan swadaya masyarakat). Pemerintah daerah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh lembaga non pemerintah. Pemerintahan harus lebih bersifat mengarahkan daripada mengayuh. Secara etimologis bahwa kata pemerintahan (government) berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengarahkan. Tugas pemerintah adalah mengarahkan, bukan mengayuh, sementara memberikan pelayanan adalah mengayuh.

 

2.      Pemerintahan milik masyarakat.

Sudah saatnya bahwa pemerintah harus memberi wewenang kepada masyarakat daripada melayani, atau mengalihkan kepemilikan dari birokrasi ke masyarakat. Hal ini akan menimbulkan rasa handarbeni (memiliki) pada masyarakat akan sebuah program pemerintah, dan mereka juga merasa sebagai pelaku dalam pembangunan.

Pemerintah milik masyarakat mengalihkan wewenang kontrol yang dimilikinya ke tangan masyarakat. Masyarakat diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol dari masyarakat, pegawai negeri (dan juga pejabat terpilih, politisi) akan memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah. Sehingga akan tercipta pelayanan profesional versus pemeliharaan masyarakat.

Partisipasi masyarakat merujuk pada keterlibatan aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat lebih mengenal warganya berikut cara pikir dan kebiasaan hidupnya, masalah yang dihadapi, cara atau jalan keluar yang disarankannya, apa yang dapat disumbangkan dalam memecahkan masalah yang dihadapi, dan sebagainya.

3.      Pemerintahan yang kompetitif.

Pemerintahan kompetitif mensyaratkan persaingan di antara penyampai jasa atau pelayanan untuk bersaing berdasarkan kinerja dan harga. Mereka memahami bahwa kompetisi adalah kekuatan fundamental untuk memaksa badan pemerintah untuk melakukan perbaikan. Namun persoalannya bukanlah negeri versus swasta, melainkan kompetisi versus monopoli. Dengan model kompetisi ini akan banyak keuntungannya, keuntungan yang nyata adalah :

(1) efisiensi yang lebih besar,

(2) memaksa monopoli pemerintah (atau swasta) untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya,

(3) kompetisi menghargai inovasi; sementara monopoli melumpuhkannya,

(4) kompetisi membangkitkan rasa harga diri dan semangat juang pegawai negeri.

Disamping itu juga merupakan upaya penilaian dan evaluasi terhadap tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada, serta upaya perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

 

 

4.      Pemerintahan yang digerakkan oleh misi.

Semua kegiatan pemerintahan berupa pelayan publik dan pembangunan diberbagai bidang seharusnya didasarkan pada visi dan misi yang jelas disertai strategi pelaksanaan yang tepat sasaran. Rencana Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Daerah, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Strategis Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah merupakan wujud prinsip wawasan ke depan. Tidak adanya visi dan misi yang jelas akan menyebabkan pelaksanaan pemerintahan berjalan tanpa arah yang jelas.

Hal ini tidak lain adalah mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi digerakkan oleh misi. Pemerintah berorientasi misi melakukan deregulasi internal, menghapus banyak peraturan internal dan secara radikal menyederhanakan sistem administratif, seperti anggaran, kepegawaian, dan pengadaan. Mereka mensyaratkan setiap badan pemerintah untuk mendapatkan misi yang jelas, kemudian memberi kebebasan kepada manajer untuk menemukan cara terbaik mewujudkan misi tersebut, dalam batas-batas legal. Keunggulan dari pemeritahan yang digerakkan oleh misi adalah lebih efisien, efektif, inovatif, fleksibel dan mempunyai semangat lebih tinggi.

5.      Pemerintahan berorientasi pada hasil.

Pemerintahan yang berorientasi pada hasil, akan lebih menekankan pada capaian (output) dan juga pada dampak (impact). Tidak lagi berbicara berapa penduduk miskin yang telah disantuni, tetapi berapa turunnya angka kemiskinan. Pemerintah yang result-oriented mengubah fokus dari input (kepatuhan pada peraturan dan membelanjakan anggaran sesuai ketetapan) menjadi akuntabilitas pada keluaran atau hasil. Mereka mengukur kinerja badan publik, menetapkan target, memberi imbalan kepada badan-badan yang mencapai atau melebihi target, dan menggunakan anggaran untuk mengungkapkan tingkat kinerja yang diharapkan dalam bentuk besarnya anggaran.

6.      Pemerintahan berorientasi pelanggan.

Pemerintah berorientasi pelanggan adalah memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan kebutuhan birokrasi; memperlakukan masyarakat yang dilayani yakni siswa, orangtua siswa, pembayar pajak, orang mengurus KTP, pelanggan telpon dan sebagainya. Dengan masukan dan insentif ini, mereka meredesain organisasinya untuk menyampaikan nilai maksimum kepada pelanggan.

 

7.      Pemerintahan wirausaha.

Pemerintah berusaha memfokuskan energinya bukan sekedar untuk menghabiskan anggaran, tetapi juga menghasilkan uang. Mereka meminta masyarakat yang dilayani untuk membayar; menuntut return on investment. Mereka memanfaatkan insentif seperti dana usaha, dana inovasi untuk mendorong para pimpinan badan pemerintah berpikir mendapatkan dana operasional.

8.      Pemerintahan antisipatif.

Pemerintah antisipatif adalah pemerintahan yang berpikir ke depan. Mereka mencoba mencegah timbulnya masalah daripada memberikan pelayanan untuk menghilangkan masalah. Mereka menggunakan perencanaan strategis, pemberian visi masa depan, dan berbagai metode lain untuk melihat masa depan.

Memiliki daya tanggap (responsiveness) adalah tindakan aparatur pemerintahan yang secara cepat menanggapi dan mengambil prakarsa untuk menyelesaikan masalah. Secara nyata kegiatan tersebut antara lain dapat berupa penyediaan penyediaan pusat layanan pengaduan masyarakat, pusat layanan masyarakat (crisis center), kotak surat saran/pengaduan, tanggapan surat pembaca, website, forum pertemuan publik dan lain sebagainya.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat atau sekelompok masyarakat tertentu menghadapi berbagai masalah dan krisis sebagai akibat dari perubahan situasi dan kondisi. Dalam situasi seperti ini, aparatur pemerintahan tidak sepantasnya memiliki sifat “masa bodoh”, tetapi harus cepat tanggap dengan mengambil prakarsa untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

9.      Pemerintahan desentralisasi.

Wujud nyata dari prinsif desentralisasi dalam tata kepemerintahan adalah pendelegasian urusan pemerintahan disertai sumber daya pendukung kepada lembaga dan aparat yang ada dibawahnya untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Pemerintah desentralisasi adalah pemerintah yang mendorong wewenang dari pusat pemerintahan melalui organisasi atau sistem. Mendorong mereka yang langsung melakukan pelayanan, atau pelaksana, untuk lebih berani membuat keputusan sendiri.

10.  Pemerintahan berorientasi pasar.

Komitmen pada pasar yang fair, merupakan upaya pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat dengan pasar, baik didalam daerah maupun luar daerah, sehingga dapat menumbuhkan daya saing perekonomian. Pengalaman bijak yang tidak berkomitmen pada pasar telah membuktikan bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi seringkali berlebihan sehingga akhirnya membebani anggaran belanja dan bahkan merusak pasar. Untuk itu maka bantuan pemerintah untuk mengembangkan perekonomian masyarakat, harus diikuti dengan pembangunan atau pemantapan ekonomi.

 

Sebagaimana sepuluh prinsip diatas diharapkan mampu mewujudkan efisiensi, efektifitas serta produktifitas pemerintahan dimaksudkan sebagai pendorong untuk melakukan promosi dan sekaligus menggerakkan daya tarik investasi bagi pembangunan ekonomi dalam rangka menyongsong era globalisasi ekonomi. Berdasarkan prinsip tersebut membawa kesuksesan bagi pemerintahan di Indonesia sudah melaksanakan prinsip diatas seperti : desentralisasi, privatisasi, dibidang keuangan misalnya kebijakan pengelolaan Pandapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Unit pelayanan pemerintah yang sifatnya tidak manopolitis dan memiliki kompetitor diluar instansi pemerintah, maka unit pelayanan tersebut memiliki potensi pendapatan yang prospektif diberikan kebebasan untuk mengelola keuangan secara mandiri dalam rangka mendorong untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Namun perkembangan implementasi Reinventing Government perlu kajian yang lebih mendalam, ketika hasil penerapan itu belum mampu meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Kemungkinan konsep pemikiran tersebut belum dilaksanakan secara sistematik atau masih bersifat partial dan graduil, terutama perubahan paradigma para elite pejabat publik dan aparatur pemerintah masih belum berubah menjadi paradigma pelayanan karena pada kenyataannya menghilangkan sifat feodlistik para elite penguasa dan para birokrat masih sulit dan tidak mudah, bahkan bermunculan orang kaya baru, justru ikut menumbuhkan gaya para kaum feodal baru baik di pemerintahan pusat maupun di daerah.

 

3.3.2 Good Governance

Fungsi pemerintah adalah mengayomi warganegaranya melalui pengaturan atau regulasi,pembangunan nasional disegala bidang, pembinaan kemasyarakatan , menjaga ketertiban dan menegakkan negara kesatuan Republik Indonesia dengan membangun pertahanan keamanan yang kokoh.

Fungsi pemerintahan tersebut akan dapat terselenggara apabila pemerintahan menjadi pemerintahan yang good governance. Good governance adalah cara yang baik mengelola urusan-urusan publik. Wordl Bank mendefinisikan governance sebagai; “the way state power is used in managing economic and social resources for development of society” Suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi , dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administrative, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frame work bagi tumbuhnya aktifitas usaha.

Sedangkan United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan governance sebagai “the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”.

 

Menurut UNDP ada beberapa karakteristik pelaksanaan good governance antara lain;

1.      Pimpinan, mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi ini dibangun atas dasar kebebasan berpendapat.

2.      Rule Of Law, kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan terutama hukum hak asasi manusia

3.      Transparency, keterbukaan dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.

4.      Responsiveness, lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap aspirasi masyarakat.

5.      Consensus Oriented, “Good Governance” menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.

6.      Effectivitas and Efficiency, proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin

7.      Accountability, para pembuat keputusan dalam pemerintahan sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik.

8.      Strategic Vision, para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif “Good Governance” dan pengembangan manusia yang luas serta daerah jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

 

 

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

 

1.      Paradigma tradisional ini menyebabkan pemerintah tidak bisa lagi berpikir jernih untuk meningkatkan mutu kerjanya, karena sudah dililit oleh aktivitas-aktivitas rutin untuk melayani kebutuhan masyarakat. Agar pemerintah tidak lagi terjerat dengan kegiatan rutin sebagai pelayan masyarakat, maka pemerintah perlu memikirkan untuk menyerahkan tugas-tugas pelayanan tersebut kepada masyarakat. Pemerintah yang banyak melaksanakan tugas pelayanan akan semakin memberikan peluang kepada gagalnya atau lemahnya mutu pekerjaan, maka dalam kondisi ini akan lebih baik jika pemerintah menyerahkan urusan tersebut kepada swasta dan pemerintah hanya menetapkan peraturan-peraturan yang akan dilaksanakan oleh pihak swasta.

2.      Karena sistem otoriter tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, maka perlu dilakukan perubahan dengan mengembalikan kekuasaan kepada rakyat atau pemberdayaan rakyat (Empowering). Melalui sistem ini rakyat tidak lagi sebagai objek pemerintahan tetapi juga sebagai subjek pemerintahan. Rakyat harus diberikan kewenangan untuk mengurus dirinya sendiri.

3.      Gejala yang selama ini ada para administrator bekerja untuk mendapatkan prestasi yang akan dinilai baik oleh atasannya. Sedangkan masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang baik dari para administrator menjadi faktor sampingan. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat para administrator harus merubah orientasi pelayananan dari melayani kebutuhan para birokrat menjadi melayani kebutuhan masyarakat.

4.      Sifat pemerintahan yang selalu berusaha untuk menghabiskan dana, tanpa perlu memikirkan bagaimana mendapatkan dana tersebut perlu dirobah. Karena sumber dana pemerintah makin berkurang, biaya yang dibutuhkan untuk membiayai berbagai program pemerintah semakin tinggi. Untuk itu instansi pemerintah harus mampu menghasilkan dana untuk membiayai berbagai programnya.

5.      Pemerintah selama ini cenderung untuk menyelesaikan suatu masalah setelah masalah menjadi masalah besar. Setelah menjadi masalah besar, maka pemerintah akan kesulitan untuk mengatasi, baik dari segi kerumitan maupun pembiayaan. Untuk itu perlu tindakan pencegahan terhadap timbulnya suatu masalah.

6.      Hal-hal di atas akan terlaksana jika di Indonesia telah terwujud Civil society. Civil society menghendaki masyarakat yang sudah dewasa dan mempunyai aktivitas dan kreativitas yang tinggi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alisjahbana. 2006. Materi Kuliah Dasar-dasar Manajemen Aset. ITS Surabaya.

Istianto Bambang. 2011. Demokratisasi Birokrasi. Penerbit Mitra wacana media. Jakarta

Damai Darmadi, Sukidin. 2011. Administasi Publik. Penerbit laksbang.Yogyakarta

Waluyo. 2007. Manajemen Publik. Penerbit. Mandar Maju. Sumedang

Supriyanto budi. 2009. Manajemen Pemerintahan. Penerbit Media Brilian. Tangerang

Osborne, David and Ted Gaebler. 1992. Reinventing Government  (Mewirausahakan Birokrasi). PPM Jakarta 2003

 David Osborne dan Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government) terjemahan, PPM, Jakarta, 1999.

Gaffar, Afan, Politik Indonesia, Pustaka Pelajar, Jogyakarta,1999

Imawan, Riswandha. Hand Out mata kuliah Sistim Politik dan Pemerintahan RI pada MAP UGM.

Imawan, Riswandha, Membedah Politik Orde Baru, Pustaka Pelajar, Jogyakarta 1998.

Mas`oed, Mohtar, Politik Birokrasi dan Pembangunan, Pustaka Pelajar, Jogyakarta 1994.

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Utama, Jakarta,1998