DINAMIKA PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM
BIDANG PARIWISATA
KELOMPOK III
DISUSUN
OLEH
BERKAT
GOWASA
10.011.111.024
Mata Kuliah : Perubahan Sosial Dan Dinamika
Pembangunan
Dosen Pembina : Drs. Parlindungan Marpaung,
M.Si
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DARMA AGUNG
MEDAN
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kita haturkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
yang masih dilimpahkan kepada kita semua sehingga kita masih diberi nafas
kehidupan dan masih diberi kesempatan untuk berkumpul ditempat ini kembali
dalam keadaan sehat walafiat. Kami berterimakasih atas bantuan dan bimbingan
dosen pengasuh mata kuliah Perubahan Sosial Dan Dinamika Pembangunan oleh Bapak
Drs. Parlindungan Marpaung, M.Si sehingga makalah dapat terselesaikan tepat
pada waktunya dan juga kami berterimakasih kepada rekan-rekan sekelompok yang
telah menuangkan hasil pemikirannya dalam tugas ini.
Kami juga
menyadari dalam penyusunan makalah ini serat akan kekurangan dan belumlah
sempurna berdasarkan metode penulisan karya ilmiah. Oleh sebab itu kami
mengharapkan saran dan kritik dari dosen pembina dan rekan-rekan teman
mahasiswa jurusan Ilmu Pemerintahan.
Demikian kata pengantar makalah yang kami susun, terimakasih
bagi semua pihak yang telah berparistisipasi dalam penyususnan makalah ini.
Hormat Kami
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar …………………………………………………. i
Daftar
Isi ……………………………………………..…ii
BAB I
PENDAHULUAN ……………………………………………….1
1.1
Latar Belakang Masalah………………………………………1
1.2
Rumusan Masalah ………………………………………….2
1.3
Tujuan Penulisan …………………………………………...2
1.4
Manfaat Penulisan……………………………………2
BAB
II LANDASAN TEORI ……………………………………….3
BAB
III PEMBAHASAN …………………………………………….4
3.1 pembangunan sektor pariwisata di era otonomi
daerah …….5
3.2 paradigma baru pembangunan kepariwisataan ………………5
3.3 kondisi kepariwisataan nasional di era
otonomi daerah…….7
3.4
pembangunan kepariwisataan daerah di era otonomi ……15
BAB
IV PENUTUP ………………………….……………………17
A.Kesimpulan …………………………………………….17
B.Saran ………………………………………...17
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan
Indonesia menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan baik
dalam sektor pertanian, perkebunan, pertambangan, industri dan pariwisata.
Selain kekayaan sumber daya alam yang melimpah, unsur keindahan alam, keunikan
budaya, peninggalan sejarah, keanekaragaman flora dan fauna serta keramahan
penduduk lokal menjadi nilai tambah bagi pengembangan sektor periwisata di
Indonesia.
Sektor pariwisata pada saat ini merupakan
penerimaan negara yang paling diandalkan setelah penerimaan negara sektor
minyak bumi dan gas alam merosot. Sehubungan dengan hal ini upaya peningkatan
pembangunan sektor pariwisata sangat diperlukan.
Sejak berlangsung konferensi dunia di bidang
lingkungan hidup (Globe’90) di
Vancouver Kanada, para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam bidang pariwisata mulai menaruh perhatian
terhadap arti penting pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable touris develepment). Data
pertumbuhan pariwisata dunia semenjak 1960an sebagaimana dipublikasikan oleh
World Tourism Organization (WTO) setiap tahunnya menarik perhatian banyak
negara atau daerah untuk mengembangkan pariwisata sebagai salah satu alternatif
untuk meningkatkan kinerja pembangunan di negara atau daerah masing-masing.
Pariwisata dinilai oleh banyak pihak memiliki
arti penting sebagai salah satu alternatif pembangunan, terutama bagi negara
atau daerah yang memiliki keterbatasan sumber daya alam. Untuk memaksimumkan
dampak positif dari pembagunan pariwisata dan sekaligus menekan serendah
mungkin dampak negatif yang ditimbulkan, diperlukan perencanaan yang bersifat
menyeluruh dan terpadu.
Perubahan yang terjadi tidak lepas dari dinamika
yang terjadi, baik dilihat dari sisi permintaan (demand side) maupun dari sisi pasokan (supply side) produk-produk wisata dari berbagai negara atau daerah
tujuan wisata. Dari sisi permintaan yang diduga mempengaruhi permintaan akan
pariwisata ini adalah pendapatan perkapita negara turis.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas dengan demikian yang
menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
Bagaimana sumber daya alam bidang pariwisata dalam
memberikan konstribusi pendapatan penerimaan negara dan kesejahteraan
masyarakat.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini
adalah :
1.
Untuk mengetahui
pengelolaan sumber daya alam bidang pariwisata
2.
Untuk menjelaskan
perkembangan para turis yang berkunjung di Indonesia
3.
Menjelaskan penerimaan
negara dalam bidang pariwisata
1.4 MANFAAT PENULISAN
yang menjadi manfaat dalam makalah ini adalah :
memberikan suatu pengertian bahwa perlu adanya pengelolaan
sumber daya alam bidang pariwisata dalam menunjang petambahan pendapatan baik
secara lokal maupun penerimaan negara.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Dinamika Pembangunan Sumber Daya Alam Bidang Pariwisata
A. Pengertian dinamika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang dapat
menimbulkan perubahan dalam tatanan hidup masyarakat yang bersangkutan.
B. Pengertian Pembangunan
Dissaynake (1984),
mendefinisikan pembangunan sebagai proses perubahan sosial yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup dari seluruh atau mayoritas masyarakat tanpa merusak lingkungan
alam dan cultural tempat mereka berada dan berusaha melibatkan sebanyak mungkin
anggota masyarakat dalam usaha ini dan menjadikan mereka penentu dari tujuan
mereka sendiri.
Rogers dan
Shoemaker (1971), mendefinisikan pembangunan sebagai suatu jenis perubahan
sosial, dimana ide-ide baru diperkenalkan pada suatu sistem sosial untuk
menghasilkan pendapatan per kapita dan tingkat kehidupan yang lebih tinggi
melalui metode produksi yang lebih modern dan organisasi sosial yang lebih
baik. Pembangunan adalah modernisasi pada tingkat sistem sosial.
C. Pengertian Pariwisata
Pariwisata merupakan kegiatan yang kompleks, bersifat multi
sektoral dan terfragmentasikan karena itu koordinasi antar berbagai sektor
terkait melalui proses perencanaan yang tepat sangat penting. Perencanaan juga
diharapkan dapat membantu tercapainya kesesuian (match) antara ekspektasi pasar dengan produk wisata yang
dikembangkan tanpa harus mengorbankan kepentingan masing-masing pihak.
Pariwisata adalah salah satu
jenis industri yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang relative cepat,
menyediakan lapangan kerja, meningkatkan penghasilan, dan taraf hidup serta
menstimulasikan sektor-sektor produksi lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Pembangunan
Nasional Indonesia mencakup pada seluruh bidang kehidupan baik aspek alamiah
maupun sosial dengan bertumpu pada pembangunan ekonomi, pemerataan pembangunan
dan stabilitas nasional yang dinamis. Di dalam GBHN dilaksanakan pembangunan
Nasional bidang pariwisata termasuk dalam sektor pembangunan ekonomi yang
sasarannya :
1.
mendayagunaan sumber daya alam dan potensi kepariwisataan nasional yang
dapat diandalkan serta memperbesar penerimaan devisa.
2.
memperkenalkan kekayaan. peninggalan seiarah, kekayaan alam seluruh
pelosok tanah air.
3.
penyediaan sarana dan prasarana yang didukung oleh partisipasi masyarakat.
Untuk
perekembangan pariwisata sejak Pelita I sampai Pelita IV tergantung kepada politik pemerintah, perasaan
ingin tahu, adat ramah tamah, jarak dan waktu. atraksi objek wisata, akomodasi
pengangkutan, harga-harga, publisitas dan promosi, dan kesempatan berbelanja. Sedangkan
sumber daya alam memegang peranan penting bagi pengembangan pariwisata. Sumber
daya alam adalah segala sesuatu yang diketemukan oleh manusia di dalam lingkungannya
yang dapat dipergunakan dengan sesuatu cara untuk keuntungan. Sumber daya yang
disediakan oleh alam termasuk air yang dapat menghasilkan sumber energi melalui
tenaga hidro elektris dapat menjadi sarana pengangkutan dan dapat menyediakan
tempat untuk kegiatan pariwisata.
Pariwisata
sebagai upaya pelaksanaan pembangunan terutama penunjang pertumbuhan ekonomi
yang didukung oleh sumber daya alam yang memadai dan harus dikelola dengan manajemen
yang baik. Dalam hal ini perlu diamati tentang pemanfaatan sumber daya alam
bagi pengembangan pariwisata yaitu unsur-unsur sumber daya alam apa saja yang
terkait dalam rangka pengembangan pariwisata. Bidang pariwisata mempunyai
peranan penting dalam perekonomian Nasional dan regional, baik sebagai sumber
devisa negara maupun sumber lapangan kerja bagi masyarakat kota dan desa
memperkenalkan alam dan nilai budaya bangsa. Pariwisata dalam negeri terus
dikembangkan dan diarahkan untuk memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta
menanamkan jiwa, semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka memperkokoh
persatuan dan kesatuan Nasional disamping untuk meningkatkan kegiatan ekonomi.
Untuk ini
perlu dikembangkan objek-objek pariwisata serta promosi bagi daerah yang sudah
menjadi daerah pariwisata dan daerah yang berpotensi untuk pariwisata tapi
belum optimal dikembangkan. Hal ini sesuai dengan yang dicanangkan pemerintah
bahwa tahun 1991 adalah tahun kunjungan wisata Indonesia, maka dirasakan perlu
untuk mengembangkan daerah-daerah pariwisata sehingga bisa diharapkan kunjungan
wisatawan ke Indonesia meningkat dari
sebelumnya.
3.1 PEMBANGUNAN SEKTOR PARIWISATA
DI ERA OTONOMI DAERAH
Jumlah perjalanan wisatawan mancanegara (wisman) di
Indonesia pada tahun 2004 mengalami pertumbuhan sebesar 19,1% dibanding tahun
2003. Sedangkan penerimaan devisa mencapai US$ 4,798 miliar, meningkat 18,8%
dari penerimaan tahun 2003 sebesar US$ 4,037 miliar. Berdasarkan catatan
sementara dari Biro Pusat Statistik, jumlah wisman ke Indonesia pada tahun 2005
berjumlah 5,007 juta atau mengalami penurunan sebesar 5,90%. Penerimaan devisa
diperkirakan mencapai US$ 4,526 miliar atau mengalami penurunan sebesar 5,66%
dibanding tahun 2004. Namun demikian angka perjalanan wisata di dalam negeri
(pariwisata nusantara) tetap menunjukan pertumbuhan yang berarti. Di tahun 2005
diperkirakan terjadi 206,8 juta perjalanan (trips) dengan pelaku
sebanyak 109,9 juta orang dan menghasilkan pengeluaran sebesar Rp 86,6 Triliun.
Keseluruhan
angka tersebut di atas, mencerminkan kemampuan pariwisata dalam meningkatkan
pendapatan negara, baik dalam bentuk devisa asing maupun perputaran uang di
dalam negeri. Permasalahannya, apakah penerimaan devisa dan perputaran uang
tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Oleh sebab itu makalah
ini disusun untuk memberikan konsep berpikir (paradigma) baru dalam upaya
pengembangan kepariwisataan di Indonesia. Selain itu makalah ini juga mencoba
menjelaskan kecenderungan (trend) Global yang terjadi dalam perjalanan
pariwisata internasional serta dampaknya terhadap perkembangan kepariwisataan
Indonesia di era otonomi daerah pada saat ini.
3.2
PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
Pariwisata
seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi
pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun
demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan
yang lebih luas bagi suatu negara.
Pembangunan kepariwisataan pada dasarnya ditujukan untuk :
a. Persatuan dan
Kesatuan Bangsa
Pariwisata mampu
memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan oleh penduduknya ke
seluruh penjuru negeri. Sehingga dengan banyaknya warganegara yang melakukan
kunjungan wisata di wilayah-wilayah selain tempat tinggalnya akan timbul rasa
persaudaraan dan pengertian terhadap sistem dan filosofi kehidupan masyarakat
yang dikunjungi sehingga akan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
nasional.
b. Penghapusan
Kemiskinan (Poverty Alleviation)
Pembangunan
pariwisata seharusnya mampu memberikan kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia
untuk berusaha dan bekerja. Kunjungan wisatawan ke suatu daerah seharusnya
memberika manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian pariwisata akan mampu memberi kemampuan besar dalam
penghapusan kemiskinan di berbagai daerah yang miskin potensi ekonomi lain
selain potensi alam dan budaya bagi kepentingan pariwisata.
c. Pembangunan
Berkesinambungan (Sustainable Development)
Dengan sifat
kegiatan pariwisata yang menawarkan keindahan alam, kekayaan budaya dan
keramahtamahan pelayanan, sedikit sekali sumberdaya yang habis digunakan untuk
menyokong kegiatan ini. Bahkan berdasarkan berbagai contoh pengelolaan
kepariwisataan yang baik, kondisi lingkungan alam dan masyarakat di suatu
destinasi wisata mengalami peningkatan yang berarti sebagai akibat dari
pengembangan keparwiwisataan di daerahnya.
d. Pelestarian
Budaya (Culture Preservation)
Pembangunan
kepariwisataan seharusnya mampu kontribusi nyata dalam upaya-upaya pelestarian
budaya suatu negara atau daerah yang meliputi perlindungan, pengembangan dan
pemanfaatan budaya negara atau daerah. UNESCO dan UN-WTO dalam resolusi bersama
mereka di tahun 2002 telah menyatakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan alat
utama pelestarian kebudayaan. Dalam konteks tersebut, sudah selayaknya bagi
Indonesia untuk menjadikan pembangunan kepariwisataan sebagai pendorong
pelestarian kebudayaan di
berbagai daerah.
e. Pemenuhan
Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia
Pariwisata pada
masa kini telah menjadi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat modern. Pada
beberapa kelompok masyarakat tertentu kegiatan melakukan perjalanan wisata
bahkan telah dikaitkan dengan hak azasi manusia khususnya melalui pemberian
waktu libur yang lebih panjang dan skema paid holidays.
f. Peningkatan
Ekonomi dan Industri
Pengelolaan
kepariwisataan yang baik dan berkelanjutan seharusnya mampu memberikan
kesempatan bagi tumbuhnya ekonomi di suatu destinasi pariwisata. Penggunaan
bahan dan produk lokal dalam proses pelayanan di bidang pariwisata akan juga
memberikan kesempatan kepada industri lokal untuk berperan dalam penyediaan
barang dan jasa. Syarat utama dari hal tersebut di atas adalah kemampuan usaha
pariwisata setempat dalam memberikan pelayanan berkelas dunia dengan
menggunakan bahan dan produk lokal yang berkualitas.
g. Pengembangan
Teknologi
Dengan semakin
kompleks dan tingginya tingkat persaingan dalam mendatangkan wisatawan ke suatu
destinasi, kebutuhan akan teknologi tinggi khususnya teknologi industri akan
mendorong destinasi pariwisata mengembangkan kemampuan penerapan teknologi
terkini mereka. Pada daerah-daerah tersebut akan terjadi pengembangan teknologi
maju dan tepat guna yang akan mampu memberikan dukungan bagi kegiatan ekonomi
lainnya. Dengan demikian pembangunan kepariwisataan akan memberikan manfaat
bagi masyarakat dan pemerintahan di berbagai daerah yang lebih luas dan
bersifat fundamental. Kepariwisataan akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari
pembangunan suatu daerah dan terintegrasi dalam kerangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat setempat.
3.3 KONDISI KEPARIWISATAAN NASIONAL DI ERA
OTONOMI DAERAH
Pada masa lalu
pembangunan ekonomi lebih diorientasikan pada kawasan Indonesia bagian barat.
Hal ini terlihat lebih berkembangnya pembangunan sarana dan prasarana di
kawasan barat Indonesia, dibandingkan dengan yang terdapat di kawasan timur
Indonesia. Hal ini juga terlihat dari pembangunan di sektor pariwisata, dimana
kawasan Jawa-Bali menjadi kawasan konsentrasi utama pembangunan kepariwisataan.
Sementara dilihat dari kecenderungan perubahan pasar global, yang lebih
mengutamakan sumber daya alami sebagai destinasi wisata, maka potensi sumber
daya alam di kawasan timur Indonesia lebih besar di bandingkan kawasan barat.
Kualitas sumber daya alam yang dapat dijadikan daya tarik wisata unggulan di
kawasan timur Indonesia, jauh lebih baik dan memiliki peluang yang besar untuk
dikembangkan. Namun demikian tidak secara otomatis kawasan timur Indonesia
dapat dikembangkan menjadi kawasan unggulan, karena adanya beberapa masalah
mendasar, seperti kelemahan infrastruktur, sumber daya manusia, dan sebagainya.
Beberapa dampak yang
ditimbulkan dari ketidakseimbangan pembangunan di sektor pariwisata adalah:
a.
Pembangunan pariwisata yang tidak merata, khususnya di
kawasan timur Indonesia, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi kawasan Indonesia
timur dari sektor pariwisata masih rendah.
b.
Indonesia hanya bertumpu pada satu pintu gerbang utama,
yaitu Bali.
c.
Lemahnya perencanaan pariwisata di kawasan timur
Indonesia dan kurang termanfaatkannya potensi pariwisata di kawasan tersebut
secara optimal.
d.
Rendahnya fasilitas penunjang pariwisata yang terbangun.
e.
Terbatasnya sarana transportasi, termasuk hubungan jalur
transportasi yang terbatas.
Dampak
yang ditimbulkan dari akibat ketidakseimbangan pembangunan tersebut di atas,
sangat terasa pada saat Indonesia mengalami berbagai tragedi kemanusian di Bali
dan Jawa tahun 2002 - 2005. Tragedi ini memberikan pelajaran yang sangat mahal
bagi Indonesia, dimana pendekatan pembangunan pariwisata yang berorientasi pada
pasar mancanegara saja, menjadi tidak mampu menopang kepariwisataan Indonesia.
Kedua, pembangunan pariwisata yang bertumpu dan berfokus hanya pada satu pintu
gerbang utama membuktikan banyak kelemahan. Ketiga, perlunya diversifikasi
aktivitas masyarakat pada satu destinasi pariwisata, sehingga dapat menjadikan
alternatif pendapatan. Ketidakseimbangan pembangunan juga berdampak langsung
pada ketidakseimbangan investasi yang ada. Investasi pariwisata di kawasan
timur Indonesia, terlihat menjadi jauh lebih kecil dibandingkan dengan kawasan
barat, karena sarana penunjang bisnis pariwisata skala nasional dan
internasional telah tersedia, seperti pelabuhan laut, pelabuhan udara dan lain
sebagainya. Para investor lebih memilih kawasan-kawasan yang telah memiliki
sarana penunjang, terutama sarana yang mampu menarik pasar untuk berkunjung.
Selain pembangunan fasilitas yang tidak seimbang, lemahnya investasi pariwisata
di daerah, juga akibat dari lemahnya kebijakan pemerintah daerah di bidang
pariwisata. Tidak dapat dipungkiri pula rentannya keamanan di daerah-daerah
timur Indonesia, seperti Kabupaten Poso, di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Maluku, Papua, juga memberikan dampak pada rendahnya investasi pariwisata di
kawasan Timur.Ketidakseimbangan pembangunan yang berdampak pada tidak meratanya
pembangunan sektor pariwisata di Indonesia, harus dibenahi melalui penciptaan program-program
pemerintah yang mendorong dan memfasilitasi terciptanya produk dan usaha
pariwisata lebih besar dikawasan
Indonesia timur. Selain itu, belajar dari pengalaman yang diambil dari
pembangunan pariwisata yang bertumpu pada satu pintu gerbang,maka sebaiknya
pemerintah pusat dan daerah harus mampu mendorong dan mendukung program jangka
panjang berupa pengembangan pintu gerbang utama lainnya bagi pariwisata
Indonesia.Daerah ini harus strategis baik dilihat dari segi ekonomi, sosial dan
politik serta keamanan pengunjung.
Isu
strategis pertama dalam masa penerapan otonomi daerah di sektor
pariwisata adalah timbulnya persaingan antar daerah, persaingan pariwisata yang
bukan mengarah pada peningkatan komplementaritas dan pengkayaan alternatif
berwisata. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
a.
lemahnya pemahaman tentang pariwisata
b.
lemahnya kebijakan pariwisata daerah
c.
tidak adanya pedoman dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Akibatnya
pengembangan pariwisata daerah sejak masa otonomi lebih dilihat secara parsial.
Artinya banyak daerah mengembangkan pariwisatanya tanpa melihat, menghubungkan
dan bahkan menggabungkan dengan pengembangan daerah tetangganya maupun propinsi/kabupaten/kota
terdekat. Bahkan cenderung meningkatkan persaingan antar wilayah, yang pada
akhirnya akan berdampak buruk terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Padahal
pengembangan pariwisata seharusnya lintas Provinsi atau lintas Kabupaten/Kota,
bahkan tidak tidak lagi mengenal batas karena kemajuan teknologi informasi.
Isu
kedua terkait dengan kondisi pengembangan pariwisata Indonesia yang masih
bertumpu pada daerah tujuan wisata utama tertentu saja, walaupun daerah-daerah
lain diyakini memiliki keragaman potensi kepariwisataan. Hal yang mengemuka
dari pemusatan kegiatan pariwisata ini adalah dengan telah terlampauinya daya
dukung pengembangan pariwisata di berbagai lokasi, sementara lokasi lainnya
tidak berkembang sebagaimana mestinya. Selain itu kekhasan dan keunikan atraksi
dan aktivitas wisata yang ditawarkan masih belum menjadi suatu daya tarik bagi
kedatangan wisatawan mancanegara, karena produk yang ditawarkan tidak dikemas
dengan baik dan menarik seperti yang dilakukan oleh negara-negara pesaing.
Salah satu kelemahan produk wisata Indonesia, yang menyebabkan Indonesia kalah
bersaing dengan negaranegara tetangga adalah kurangnya diversifikasi produk dan
kualitas pelayanan wisata Indonesia. Para pelaku kepariwisataan Indonesia
kurang memberikan perhatian yang cukup untuk mengembangkan produkproduk baru
yang lebih kompetitif dan sesuai dengan selera pasar.
Isu
ketiga berhubungan dengan situasi dan kondisi daerah yang berbeda baik
dari potensi wisata alam, ekonomi, adat budaya, mata pencaharian, kependudukan
dan lain sebagainya yang menuntut pola pengembangan yang berbeda pula, baik
dari segi cara atau metode, prioritas, maupun penyiapannya. Proses penentuan
pola pengembangan ini membutuhkan peran aktif dari semua pihak, agar sifatnya
integratif, komprehensif dan sinergis.
Isu
keempat dapat dilihat dari banyaknya daerah tujuan wisata yang sangat
potensial di Indonesia apabila dilihat dari sisi daya tarik alam dan budaya
yang dimilikinya. Namun sayangnya belum bisa dijual atau mampu bersaing dengan
daerahdaerah tujuan wisata baik di kawasan regional maupun internasional. Hal
tersebut semata-mata karena daya tarik yang tersedia belum dikemas secara
profesional, rendahnya mutu pelayanan yang diberikan, interpretasi budaya atau
alam yang belum memadai, atau karena belum dibangunnya citra (image)
yang membuat wisatawan tertarik untuk datang mengunjungi dan lain sebagainya.
Memperbanyak variasi produk baru berbasis sumber daya alam, dengan prinsip
pelestarian lingkungan dan partisipasi masyarakat, merupakan strategi yang
ditempuh untuk meningkatkan pemanfaatan keunikan daerah dan persaingan di
tingkat regional. Selain kualitas kemasan dan pelayanan, produk pariwisata
berbasis alam harus memberikan pengalaman lebih kepada wisatawan. Selanjutnya,
pengemasan produk wisata dan pemasarannya, haruslah memanfaatkan teknologi
terkini. Produk-produk wisata yang ditawarkan harus sudah berbasis teknologi
informasi, sebagai upaya meningkatkan pelayanan dan sekaligus meningkatkan
kemampuan menembus pasar internasional.
Di
luar seluruh permasalahan, tantangan dan hambatan yang dimiliki Indonesia dalam
pengembangan kepariwisataan, potensi yang dimiliki sebagai penunjang
pembangunan kepariwisataan sangat tinggi. Kekayaan alam dengan keanekaragaman
jenis atraksi wisata alam kelas dunia masih kita miliki. Atraksi wisata alam
berbasis kekayaan alam tersebut meliputi daya tarik ekowisata, bahari,
pulau-pulau kecil serta danau dan gunung tersebar di seluruh wilayah dan siap
untuk dikembangkan. Kekayaan budaya yang tinggi dan beranekaragam juga menjadi
potensi yang sangat tinggi untuk dilestarikan melalui pembangunan
kepariwisataan. Pada dasarnya minat utama wisatawan datang ke suatu destinasi
pariwisata lebih disebabkan karena daya tarik wisata budaya dengan kekayaan
seperti adat istiadat, peninggalan sejarah dan purbakala, kesenian, monumen,
upacaraupacara dan peristiwa budaya lainnya. Kemajemukan bangsa Indonesia
dengan agama yang beragam menjadi potensi yang sangat besar dalam peningkatan
kepariwisataan. Hampir tidak ada negara atau daerah di dunia yang memiliki
penduduk yang heterogen dalam kepercayaan mereka. Sementara Indonesia sangat
berbeda dan dari satu daerah ke daerah lainnya pengembangan pariwisata relijius
merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di masa datang.
Dengan mengacu
pada penjelasan di atas dapat dikemukakan kekuatan, kelemahan dan peluang
pembangunan kepariwisataan Indonesia seperti yang dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Kekuatan
|
Kelemahan
|
Peluang
|
v Kekayaan budaya
v Kekayaan daya
tarik wisata alam
v Keragaman
aktivitas wisata yang dapat dilakukan
v Kehidupan
masyarakat (living culture) yang
khas
|
v Pengemasan daya
tarik wisata
v Kualitas
pelayanan wisata
v Infrastruktur
yang tak terbangun dengan baik
v Kualitas SDM
v Kondisi keamanan
|
v Keramahantamahan
penduduk
v Kemajemukan
masyarakat
v Jumlah penduduk
yang dapat berperan dalam kepariwisataan.
|
Disamping
kondisi tersebut di atas, masih ditemui dilema (paradox) dalam
pengembangan industri pariwisata di Indonesia. Sifat paling mendasar dari
investasi pada industri pariwisata adalah "High Investment, Not
Quick Yield" artinya investasi di bidang pariwisata membutuhkan
investasi yang besar dengan tingkat pengembalian yang lama (jangka panjang).
Kondisi ini sungguh tidak menarik bagi kebanyakan stakeholders kepariwisataan
yang masih memiliki budaya "Instant and Shortcut" dimana
mereka lebih menyukai melakukan investasi yang dapat segera memberikan
keuntungan. Sehingga para investor tidak tertarik menanamkan modalnya dalam
mengembangkan usaha pariwisata. Dalam konteks ini diperlukan integrasi usaha
pariwisata (tourism business integration) yang merupakan sinergi pelaku
kepariwisataan secara horisontal maupun vertikal dan memberikan keuntungan atau
manfaat bagi masingmasing pihak. Oleh karenanya diperlukan bentuk-bentuk
insentif yang mampu merangsang timbulnya investasi di bidang kepariwisataan
dengan menggunakan manajemen partisipatoris dengan melibatkan seluruh stakeholders
baik masyarakat, dunia usaha, lembaga keuangan, pemerintah daerah
(Provinsi, Kabupaten maupun Kota), serta pemerintah pusat. Sesuai dengan
Rencana Strategis Pembangunan
Kebudayaan dan
Kepariwisataan Nasional tahun 2005 – 2009, maka kebijakan dalam pembangunan
kepariwisataan nasional diarahkan untuk :
a.
peningkatkan daya saing destinasi, produk dan usaha
pariwisata nasional;
b.
peningkatan pangsa pasar pariwisata melalui pemasaran
terpadu di dalam maupun di luar negeri;
c.
peningkatan kualitas, pelayanan dan informasi wisata;
d.
pengembangan incentive system usaha dan investasi
di bidang pariwisata;
e.
Pengembangan infrastruktur pendukung pariwisata;
f.
Pengembangan SDM (standarisasi, akreditasi dan
sertifikasi kompetensi)
g.
Sinergi multi-stakeholders dalam desain program
kepariwisataan
Untuk
menanggulangi berbagai permasalahan dan potensi yang telah disebutkan di atas
dengan tetap mengacu pada arah kebijakan pembangunan kepariwisataan yang telah
disebutkan, perlu dilakukan serangkaian tindakan yang berbasis pada strategi :
a. kebijakan
fiscal (Fiscal Policy) dengan jalan memberikan berbagai kebijakan fiskal
bagi pengembangan kepariwisataan di berbagai daerah khususnya di kawasan timur
Indonesia, seperti tax holiday, pendukungan permodalan, bunga pinjaman
yang kompetitif dan sebagainya.
b. kebijakan
Investasi (Investment Policy) melalui penerapan peraturan perundangan
baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah yang kondusif terhadap
pembangunan usaha pariwisata baru maupun pengembangan usaha yang telah ada.
c. Pengembangan
Infrastruktur dengan memperbesar aksesibilitas menuju dan dalam destinasi
pariwisata melalui pembangunan serta perluasan jaringan jalan, bandara,
pelabuhan laut, jaringan telekomunikasi, penyediaan listrik dan air bersih.
Ketersediaan infrstruktur yang memadai akan meningkatkan daya saing serta daya
tarik dalam penyediaan fasilitas kepariwisataan di suatu daerah tertentu.
d. Pengembangan
SDM melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat lokal
guna mengembangkan kompetensi masyarakat dalam penyediaan barang dan jasa
kepariwisataan serta pelayanan bagi wisatawan baik mancanegara maupun
nusantara.
e. Koordinasi
Lintas Sektor mengembangkan kemitraan antara seluruh stakeholders pembangunan
kepariwisataan melalui upaya koordinasi, sinkronisasi dan konsolidasi yang
melibatkan lembaga swadaya masyarakat, asosiasi/usaha pariwisata,DPR/DPRD,
maupun pemerintah.
Seluruh kondisi
tersebut di atas memerlukan pendekatan yang ditujukan untuk meningkatkan
keunggulan daya saing (competitive advantage) yang dimiliki Indonesia
dalam pengembangan kepariwisataan. Michael E. Porter (2004) menyebutkan bahwa competitive
advantage membutuhkan faktor-faktor pembangun seperti :
a. Cost Advantages
Keunggulan atas
biaya yang harus dikeluarkan dalam penyediaan produk dan pelayanan wisata
merupakan faktor penting dalam membangun keunggulan kompetitif destinasi
pariwisata. Di dalamnya bergabung berbagai faktor yang mampu mengembangkan
kinerja destinasi seperti perencanaan (desain); pengembangan produk wisata;
pemasaran; pelayanan; serta harga. Dalam konteks pemerintahan, keunggulan biaya
dapat pula dibantu dengan harmonisasi regulasi antara pemerintah pusat dan
daerah yang terkait dengan insentif keuangan, penetapan tarif serta skema
perpajakan atau retribusi.
b. Differentiation
Membedakan
destinasi dan produk pariwisata merupakan fokus dalam mengembangkan keunggulan
komparatif kepariwisataan. Suatu destinasi pariwisata harus mampu menjadi
berbeda dengan pesaingnya ketika menghasilkan aksesibilitas, atraksi dan
amenitas yang unik dan berharga bagi wisatawan yang datang. Diferensiasi tidak
melulu dilakukan dengan hanya menawarkan harga produk dan pelayanan yang lebih
rendah.
c. Business Linkages
Mengembangkan
hubungan yang saling menguntungkan merupakan suatu proses integratif dalam
membangun keunggulan kompetitif kepariwisataan. Hubungan yang dibangun bersifat
vertikal dan horisontal serta saling terintegrasi satu sama lainnya.
d. Services
Pelayanan yang
konsisten semenjak wisatawan tiba di pintu masuk (entry point), pada
saat berada di destinasi pariwisata sampai dengan kepulangannya. Seluruh pihak
yang terkait seperti adminsitratur bandara dan pelabuhan, petugas imigrasi, bea
cukai dan karantina, supir taksi dan lainnya seyogyanya mampu memberikan
pelayanan prima dan baku sehingga meninggalkan kesan yang dalam bagi wisatawan.
e. Infrastructures
Kondisi prasarana
dan sarana pendukung kepariwisataan yang terpelihara dan beroperasi dengan baik
juga merupakan faktor penting pembangun keunggulan kompetitif suatu destinasi
pariwisata.
f. Technology
Penggunaan
teknologi yang tepat dan mudah digunakan akan mampu memberikan dukungan bagi
pelayanan kepada wisatawan yang datang selain mampu juga mendukung proses
pengambilan keputusan dalam pengembangan, pengelolaan dan pemasaran destinasi
pariwisata.
g. Human Resources
Kompetensi
sumberdaya manusia pelayanan dan pembinaan kepariwisataan menjadi kunci penting
pelaksanaan berbagai faktor pembentuk keunggulan kompetitif tersebut di atas.
Berbagai faktor pembentuk keunggulan kompetitif tersebut menggambarkan
kompleksitas pengembangan kepariwisataan yang bersifat multisektor dan
multidisipliner bagi di tingkat pusat, provinsi maupun lokal. Namun demikian
untuk melaksanakannya secara berhasil diperlukan 3 elemen penting yaitu a)
Visi; b) Kepemimpinan (Leadership); dan c) Komitmen. Ketiga elemen ini
harus pula ditunjukkan secara nyata dalam proses pengembangan, pengelolaan dan
pemasaran kepariwisataan. Khususnya ditingkat pusat secara kongkrit,
implementasi dari ketiga elemen tersebut di atas telah dibuktikan dengan
diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan
Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.
3.4 PEMBANGUNAN
KEPARIWISATAAN DAERAH DI ERA OTONOMI
Pada
dasarnya terdapat banyak daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan
budaya yang potensial untuk dikembangkan dalam kerangka kepariwisataan serta
memiliki kemampuan untuk menjadi salah satu destinasi pariwisata kelas dunia.
Kekayaan alam berbasis bahari merupakan potensi yang tinggi untuk dikembangkan
tanpa menghilangkan potensi yang ada di daratan seperti danau, air panas dan
sungai.
Potensi
kekayaan budaya juga patut diperhitungkan dalam mengembangkan suatu daerah
sebagai destinasi utama. Keanekaragaman budaya dan kesenian telah dikenal
masyarakat dunia, termasuk keterbukaan dan keramahan masyarakat, serta kekayaan
kuliner dipercaya memberi andil besar bagi tumbuhnya minat masyarakat Indonesia
untuk datang berkunjung ke suatu daerah. Selain dari potensi alam dan budaya,
keberadaan infrastruktur aksesibilitas udara dan laut yang memadai mampu
menjadi pendukung pengembangan daerah sebagai destinasi wisata Indonesia.
Sarana dan prasarana kepariwisataan juga perlu mengalami peningkatan kapasitas
dan kualitas pelayanan yang memadai.
Namun
demikian pengembangan kepariwisataan daerah selayaknya dikembangkan dengan
tetap mengacu kepada paradigma baru pembangunan kepariwisataan yang telah
dikemukakan sebelumnya. Pengalaman pembangunan di daerah lainnya seperti Bali
dan DI Yogyakarta perlu menjadi pertimbangan. Perencanaan yang matang melalui
penyiapan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata daerah di tingkat Provinsi
maupun Kabupaten/Kota sudah harus dimulai untuk menemukenali wilayah yang akan
dijadikan sebagai lokasi pengembangan kepariwisataan yang tetap ditujukan untuk
meningkatkan peran serta dan kesejahteraan masyarakat seluas-luasnya.
Penyiapan
sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi tinggi di bidang pelayanan jasa
kepariwisataan juga menjadi hal yang perlu dilakukan. Kemampuan masyarakat
dalam berinteraksi dan bersosialisasi perlu dilengkapi pula dengan kemampuan
teknis, operasional dan manajerial dalam penyediaan barang dan jasa
kepariwisataan. Stigma bahwa pekerja di bidang pariwisata merupakan pelayan
harus mulai diubah menjadi pekerja profesional yang berkelas dunia. Kemampuan
masyarakat dalam mengembangkan kompetensi mereka di bidang kepariwisataan
dipercaya akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan serta pengalaman berwisata
bagi wisatawan.
Berdasarkan
berbagai kondisi tersebut, pengembangan pariwisata di bebagai daerah, khususnya
di wilayah timur Indonesia, harus difokuskan pada pengembangan pariwisata
berbasis bahari dengan dukungan budaya yang kaya. Fokus pembangunan
kepariwisataan ini akan mampu memposisikan kawasan Indonesia Timur sebagai
destinasi utama pariwisata Indonesia yang berbeda dengan daerah lainnya seperti
Bali dengan budaya dan alamnya (pantai) maupun DI Yogyakarta dengan budayanya.
Fokus pembangunan kepariwisataan ini perlu dibicarakan dan menjadi komitmen
seluruh stakeholders dalam pembangunan kepariwisataan di daerah.
Pembangunan
kepariwisataan Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, tantangan dan
hambatan baik yang berskala global maupun nasional. Selain itu diperlukan pula
perubahan paradigma dalam memandang pariwisata dalam konteks pembangunan
nasional. Pariwisata tidak lagi semata dipandang sebagai alat peningkatan
pendapatan nasional, namun memiliki spektrum yang lebih luas dan mendasar. Oleh
karenanya pembangunan kepariwisataan Indonesia memerlukan fokus yang lebih
tajam serta mampu memposisikan destinasi pariwisatanya sesuai potensi alam,
budaya dan masyarakat yang terdapat di masing-masing daerah. Dalam konteks ini,
setiap daerah harus dapat memposisikan dirinya dalam kerangka pembangunan
kepariwisataan nasional dengan diimbangi dengan perencanaan yang matang dan
upaya-upaya peningkatankompetensi SDM yang berkualitas dunia. Pada lampiran
disajikan pula berbagai indikator ekonomi perkembangan kepariwisataan Indonesia
yang dapat dipergunakan dalam mengembangkan kepariwisataan di berbagai daerah
khususnya dalam konteks pengembangan wisata bahari.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan
Indonesia menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan baik
dalam sektor pertanian, perkebunan, pertambangan, industri dan pariwisata.
Selain kekayaan sumber daya alam yang melimpah, unsur keindahan alam, keunikan
budaya, peninggalan sejarah, keanekaragaman flora dan fauna serta keramahan
penduduk lokal menjadi nilai tambah bagi pengembangan sektor periwisata di
Indonesia.
Sektor pariwisata pada saat ini merupakan
penerimaan negara yang paling diandalkan setelah penerimaan negara sektor
minyak bumi dan gas alam merosot. Sehubungan dengan hal ini upaya peningkatan
pembangunan sektor pariwisata sangat diperlukan. Maka diperlukan berbagai pernanan koordinasi
Lintas Sektor dalam mengembangkan kemitraan antara seluruh stakeholders pembangunan
kepariwisataan melalui upaya koordinasi, sinkronisasi dan konsolidasi yang
melibatkan lembaga swadaya masyarakat, asosiasi/usaha pariwisata,DPR/DPRD,
maupun pemerintah.
B. SARAN
Berdasarkan
kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan beberapa hal kepada stakeholders :
1.
Untuk melaksanakan pembangunan bidang pariwisata harus
melibatkan berbagai unsur masyarakat agar sesuai dengan rencana induk
pembangunan kepariwisataan nasional.
2.
Dalam mengembangkan pariwisata maka dinas kepariwisataan
lebih duluan menaruh perhatian dan melakukan pekerjaan secara nyata dalam
membangun daerah kunjungan wisatawan.
3.
Dalam hal penerapan kebijakan bidang pariwisata maka
dalam hal ini agar tidak melakukan tindak pidana korupsi, kolusi dan neopotisme
dilikungan kepariwisata.
4.
Dan diatas semua hal itu diharapkan kepada seluruh stakeholders
yang terlibat untuk menaati seluruh peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan tugas pokok dan fungsinya dan serta memiliki pola perilaku
yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan