BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Kekayaan
sumber daya alam yang dimiliki kawasan Indonesia menjadikan Indonesia memiliki
banyak potensi untuk dikembangkan baik dalam sektor pertanian, perkebunan,
pertambangan, industri dan pariwisata. Selain kekayaan sumber daya alam yang
melimpah, unsur keindahan alam, keunikan budaya, peninggalan sejarah,
keanekaragaman flora dan fauna serta keramahan penduduk lokal menjadi nilai
tambah bagi pengembangan sektor periwisata di Indonesia. Pariwisata dinilai
oleh banyak pihak memiliki arti penting sebagai salah satu alternatif
pembangunan, terutama bagi negara atau daerah yang memiliki keterbatasan sumber
daya alam. Untuk memaksimumkan dampak positif dari pembagunan pariwisata dan
sekaligus menekan serendah mungkin dampak negatif yang ditimbulkan, diperlukan
perencanaan yang bersifat menyeluruh dan terpadu.
Perubahan
yang terjadi tidak lepas dari dinamika yang terjadi, baik dilihat dari sisi
permintaan (demand side) maupun dari
sisi pasokan (supply side)
produk-produk wisata dari berbagai negara atau daerah tujuan wisata. Dari sisi
permintaan yang diduga mempengaruhi permintaan akan pariwisata ini adalah
pendapatan perkapita negara turis. Pariwisata
juga mempunyai peran yang sangat potensial dan strategis dalam pembangunan daerah. Pengembangannya dapat
berfungsi sebagai pendekatan pembangunan yang berwawasan
lingkungan dan sebagai penyeimbang ekonomi daerah
(Nurhayati dalam Fandeli,
1995:15). Pengembangan pariwisata harus diikuti dengan
memanfaatkan peluang-peluangnya sebagai sumber pendapatan
masyarakat setempat dan pendapatan daerah secara
keseluruhan.
Kegiatan
dibidang pariwisata merupakan kegiatan yang bersifat kompleks meliputi berbagai
sektor dan bentuk kegiatan yang memiliki elemen-elemen yang dinamis berkembang
sesuai dengan perkembangan zaman. Berdasarkan hal tersebut, maka pengembangan pariwisata
akan mengalami proses perubahan fisik dan sosial. Proses perubahannya terus
berlangsung seiring dengan pembangunan sarana prasarana, dan fasilitas lainnya
atau dengan kata lain, perencanaan pariwisata dimulai dengan pengembangan
pariwisata daerah yang meliputi pembangunan fisik obyek wisata yang dijual berupa
fasilitas akomodasi, restauran, fasilitas umum, fasilitas sosial, angkutan
wisata, dan perencanaan promosi yang disebut dengan komponen pariwisata (Gunn,
1988: 71).
Pembangunan
kawasan wisata pada dasarnya merupakan pengembangan komponen-komponen
pariwisata, yang pada pelaksanaannya diharapkan dapat berjalan secara gradual
dan paralel. Komponen tersebut tidak berdiri sendiri dalam mempengaruhi
kegiatan pariwisata, tetapi merupakan rangkaian dari berbagai faktor lain
seperti kondisi perekonomian, kebijakan pemerintah, potensi yang dimiliki, potensi
alam, potensi buatan, ketersediaan sumberdaya manusia tenaga kerja dan tenaga
ahli serta koordinasi antara berbagai instansi terkait (Gunn, 1988: 74-76).
Kegiatan
dibidang pariwisata sampai saat ini masih bersifat kompleks-dinamis dan
berpeluang sebagai sumber pendapatan dengan diikuti pengembangan kawasan wisata
yang mencakup integrasi semua komponennya beserta faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan pariwisata. Komponen pariwisata tersebut, akan
menjawab syarat suatu daerah tujuan wisata yang memiliki something to see,
something to buy and something to do (Pendit, 1999: 31). Berdasarkan hal
tersebut, maka perkembangan pariwisata suatu daerah sangat dipengaruhi oleh
tingkat penyediaan komponenkomponen wisata.
Kegiatan
pariwisata juga ada di Sumatera Utara khususnya di Pulau Nias dengan memiliki
banyak potensi objek wisata yang cukup menarik seperti alunan ombak yang
mencapai ketinggian 2-3 meter, rumah adat, lompat batu, batu megalitikum,
pantai, sun set, wisata bahari, adat istiadat dan kebudayaan yang
mengundang daya tarik tersendiri bagi pengunjungnya. Salah satu dari potensi
tersebut merupakan even internasional, yaitu atraksi selancar yang berlokasi di
pantai Lagundri-Sorake Kecamatan Teluk Dalam dan kegiatannya dilaksanakan
setiap tahun pada bulan Juni dan Juli.
Pariwisata
di Pulau Nias dapat menjadi salah satu komoditi ekonomi yang menjanjikan dan
berprospek apabila dapat didukung oleh penyediaan komponen wisata dalam
pengembangannya. Penyediaan komponen wisata yang ada di Pulau Nias masih kurang
memadai untuk daerah tujuan wisata, misalnya sarana jalan raya yang sangat memprihatinkan
dengan kondisi rusak berat 81 %, rusak ringan 5 %,kondisi sedang 14 %, dan
kondisi baik 0 %, dan bahkan ada kawasan yang yang tidak tersentuh oleh
jaringan jalan, sehingga wisatawan mengalami kesulitan untuk mencapai
obyek-obyek wisata (Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Nias, 2001). Begitu juga
akomodasi hotel yang memiliki 38 hotel yang 1 diantaranya termasuk hotel kelas berbintang
1, serta komponen wisata lainnya masih kurang memadai. Dengan demikian,
permasalahan pengembangan pariwisata di Pulau Nias disebabkan oleh tingkat
penyediaan komponen wisata masih sangat kurang memadai untuk daerah tujuan
wisata.
Untuk
menghadapi otonomi daerah sekarang ini, maka masingmasing daerah cenderung
menggali potensi-potensi daerahnya untuk dikembangkan. Salah satu diantaranya
adalah pembangunan dibidang pariwisata. Pengembangan pariwisata tersebut tidak
terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi. Permasalahan-permasalahan tersebut,
berupa unsur-unsur sediaan atu permintaan di daerah tujuan wisata.
Berdasarkan
hal tersebut, maka salah satu daerah tujuan wisata yang menjadi lokasi
penelitian dalam kajian ini adalah Pulau Nias. Pulau Nias memiliki potensi
pariwisata yang cukup unik dan menarik untuk dikembangkan berupa: atraksi
selancar, bangunan rumah adat, lompat batu, batu megalitikum, pantai pasir
putih, sun set, wisata bahari, adat istiadat dan kebudayaan.
Potensi tersebut masih belum berkembang karena kurang didukung oleh penyediaan komponen-komponen
wisata sebagai prasayarat daerah tujuan wisata. Dengan demikian, maka
permasalahan pengembangan pariwisata yang ada di Pulau Nias adalah kurangnya
penyediaan komponen-komponen wisata, yaitu: transportasi, atraksi wisata atau
obyek wisata, promosi wisata, akomodasi hotel, akomodasi restauran, infrastruktur,
dan sarana pelengkap wisata.
Berdasarkan
hal tersebut, maka langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan
pengembangan pariwisata di Pulau Nias adalah mengidentifikasi prioritas
penyediaan komponen wisata.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan uraian diatas dengan
demikian yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
Bagaimana
strategi pengembangan kawasan pariwisata
1.3
TUJUAN
PENULISAN
Adapun
yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui
strategi pengembangan kawasan pariwisata
2.
Untuk mengetahui
faktor-faktor pendukung dan penghambat strategi pengembangan kawasan pariwisata
1.4
MANFAAT
PENULISAN
Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari
hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara praktis, yakni memberikan data dan
informasi yang berguna bagi semua kalangan terutama mereka yang secara serius
mengamati jalannya partisipasi masyarakat, serta memberikan masukan bagi
masyarakat khususnya di tempat penelitian ini dilaksanakan agar dapat terus meningkatkan
peran aktifnya dalam membangun daerahnya.
2. Secara
akademis, yakni penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi baik
secara langsung atau tidak bagi kepustakaan jurusan Ilmu pemerintahan dan bagi
kalangan penulis lainya yang tertarik untuk mengeksplorasi kembali kajian
tentang model partisipasi publik dalam proses perencanaan pembangunan di daerah
lain.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Dinamika Pembangunan Sumber Daya Alam Bidang Pariwisata
A. Pengertian dinamika
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang dapat menimbulkan perubahan
dalam tatanan hidup masyarakat yang bersangkutan.
B. Pengertian Pembangunan
Dissaynake
(1984), mendefinisikan pembangunan sebagai proses perubahan sosial yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup dari seluruh atau mayoritas masyarakat
tanpa merusak lingkungan alam dan cultural tempat mereka berada dan berusaha
melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam usaha ini dan menjadikan
mereka penentu dari tujuan mereka sendiri.
Rogers dan Shoemaker (1971), mendefinisikan pembangunan
sebagai suatu jenis perubahan sosial, dimana ide-ide baru diperkenalkan pada
suatu sistem sosial untuk menghasilkan pendapatan per kapita dan tingkat
kehidupan yang lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih modern dan
organisasi sosial yang lebih baik. Pembangunan adalah modernisasi pada tingkat
sistem sosial.
C. Pengertian Pariwisata
Pariwisata merupakan kegiatan yang kompleks,
bersifat multi sektoral dan terfragmentasikan karena itu koordinasi antar
berbagai sektor terkait melalui proses perencanaan yang tepat sangat penting.
Perencanaan juga diharapkan dapat membantu tercapainya kesesuian (match) antara ekspektasi pasar dengan
produk wisata yang dikembangkan tanpa harus mengorbankan kepentingan
masing-masing pihak.
Pariwisata adalah salah satu jenis industri yang mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi yang relative cepat, menyediakan lapangan kerja,
meningkatkan penghasilan, dan taraf hidup serta menstimulasikan sektor-sektor
produksi lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Pembangunan Nasional Indonesia
mencakup pada seluruh bidang kehidupan baik aspek alamiah maupun sosial dengan
bertumpu pada pembangunan ekonomi, pemerataan pembangunan dan stabilitas
nasional yang dinamis. Di dalam GBHN dilaksanakan pembangunan Nasional bidang
pariwisata termasuk dalam sektor pembangunan ekonomi yang sasarannya :
1.
mendayagunaan
sumber daya alam dan potensi kepariwisataan nasional yang dapat diandalkan
serta memperbesar penerimaan devisa.
2.
memperkenalkan
kekayaan. peninggalan seJarah, kekayaan alam seluruh pelosok tanah air.
3.
penyediaan sarana
dan prasarana yang didukung oleh partisipasi masyarakat.
Untuk perekembangan pariwisata
sejak Pelita I sampai Pelita IV
tergantung kepada politik pemerintah, perasaan ingin tahu, adat ramah
tamah, jarak dan waktu. atraksi objek wisata, akomodasi pengangkutan,
harga-harga, publisitas dan promosi, dan kesempatan berbelanja. Sedangkan
sumber daya alam memegang peranan penting bagi pengembangan pariwisata. Sumber
daya alam adalah segala sesuatu yang diketemukan oleh manusia di dalam lingkungannya
yang dapat dipergunakan dengan sesuatu cara untuk keuntungan. Sumber daya yang
disediakan oleh alam termasuk air yang dapat menghasilkan sumber energi melalui
tenaga hidro elektris dapat menjadi sarana pengangkutan dan dapat menyediakan
tempat untuk kegiatan pariwisata.
Pariwisata sebagai upaya
pelaksanaan pembangunan terutama penunjang pertumbuhan etonomi yang didukung
oleh sumber daya alam yang memadai dan harus dikelola dengan manajemen yang
baik. Dalam hal ini perlu diamati tentang pemanfaatan sumber daya alam bagi
pengembangan pariwisata yaitu unsur-unsur sumber daya alam apa saja yang
terkait dalam rangka pengembangan pariwisata. Bidang pariwisata mempunyai
peranan penting dalam perekonomian Nasional dan regional, baik sebagai sumber
devisa negara maupun sumber lapangan kerja bagi masyarakat kota dan desa
memperkenalkan alam dan nilai budaya bangsa. Pariwisata dalam negeri terus
dikembangkan dan diarahkan untuk memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta
menanamkan jiwa, semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka memperkokoh
persatuan dan kesatuan Nasional disamping untuk meningkatkan kegiatan ekonomi.
Untuk ini perlu dikembangkan
objek-objek pariwisata serta promosi bagi daerah yang sudah menjadi daerah
pariwisata dan daerah yang berpotensi untuk pariwisata tapi belum optimal
dikembangkan. Hal ini sesuai dengan yang dicanangkan pemerintah bahwa tahun
1991 adalah tahun kunjungan wisata Indonesia, maka dirasakan perlu untuk
mengembangkan daerah-daerah pariwisata sehingga bisa diharapkan kunjungan
wisatawan ke Indonesia meningkat dari
sebelumnya.
3.1 PEMBANGUNAN SEKTOR PARIWISATA
DI ERA OTONOMI DAERAH
Jumlah perjalanan wisatawan
mancanegara (wisman) di Indonesia pada tahun 2004 mengalami pertumbuhan sebesar
19,1% dibanding tahun 2003. Sedangkan penerimaan devisa mencapai US$ 4,798
miliar, meningkat 18,8% dari penerimaan tahun 2003 sebesar US$ 4,037 miliar.
Berdasarkan catatan sementara dari Biro Pusat Statistik, jumlah wisman ke
Indonesia pada tahun 2005 berjumlah 5,007 juta atau mengalami penurunan sebesar
5,90%. Penerimaan devisa diperkirakan mencapai US$ 4,526 miliar atau mengalami
penurunan sebesar 5,66% dibanding tahun 2004. Namun demikian angka perjalanan
wisata di dalam negeri (pariwisata nusantara) tetap menunjukan pertumbuhan yang
berarti. Di tahun 2005 diperkirakan terjadi 206,8 juta perjalanan (trips)
dengan pelaku sebanyak 109,9 juta orang dan menghasilkan pengeluaran sebesar Rp
86,6 Triliun.
Keseluruhan angka tersebut di
atas, mencerminkan kemampuan pariwisata dalam meningkatkan pendapatan negara,
baik dalam bentuk devisa asing maupun perputaran uang di dalam negeri.
Permasalahannya, apakah penerimaan devisa dan perputaran uang tersebut mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Oleh sebab itu makalah ini disusun untuk
memberikan konsep berpikir (paradigma) baru dalam upaya pengembangan
kepariwisataan di Indonesia. Selain itu makalah ini juga mencoba menjelaskan
kecenderungan (trend) Global yang terjadi dalam perjalanan pariwisata
internasional serta dampaknya terhadap perkembangan kepariwisataan Indonesia di
era otonomi daerah pada saat ini.
3.2 PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN
KEPARIWISATAAN
Pariwisata
seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi
pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun
demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan
yang lebih luas bagi suatu negara.
Pembangunan kepariwisataan pada
dasarnya ditujukan untuk :
a. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Pariwisata
mampu memberikan perasaaan bangga dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia melalui kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan oleh penduduknya ke
seluruh penjuru negeri. Sehingga dengan banyaknya warganegara yang melakukan
kunjungan wisata di wilayah-wilayah selain tempat tinggalnya akan timbul rasa
persaudaraan dan pengertian terhadap sistem dan filosofi kehidupan masyarakat
yang dikunjungi sehingga akan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
nasional.
b. Penghapusan Kemiskinan (Poverty Alleviation)
Pembangunan
pariwisata seharusnya mampu memberikan kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia
untuk berusaha dan bekerja. Kunjungan wisatawan ke suatu daerah seharusnya
memberika manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian pariwisata akan mampu memberi kemampuan besar dalam
penghapusan kemiskinan di berbagai daerah yang miskin potensi ekonomi lain
selain potensi alam dan budaya bagi kepentingan pariwisata.
c. Pembangunan Berkesinambungan (Sustainable
Development)
Dengan
sifat kegiatan pariwisata yang menawarkan keindahan alam, kekayaan budaya dan
keramahtamahan pelayanan, sedikit sekali sumberdaya yang habis digunakan untuk
menyokong kegiatan ini. Bahkan berdasarkan berbagai contoh pengelolaan
kepariwisataan yang baik, kondisi lingkungan alam dan masyarakat di suatu
destinasi wisata mengalami peningkatan yang berarti sebagai akibat dari
pengembangan keparwiwisataan di daerahnya.
d. Pelestarian Budaya (Culture Preservation)
Pembangunan
kepariwisataan seharusnya mampu kontribusi nyata dalam upaya-upaya pelestarian
budaya suatu negara atau daerah yang meliputi perlindungan, pengembangan dan
pemanfaatan budaya negara atau daerah. UNESCO dan UN-WTO dalam resolusi bersama
mereka di tahun 2002 telah menyatakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan alat
utama pelestarian kebudayaan. Dalam konteks tersebut, sudah selayaknya bagi
Indonesia untuk menjadikan pembangunan kepariwisataan sebagai pendorong
pelestarian kebudayaan di
berbagai daerah.
e. Pemenuhan Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia
Pariwisata
pada masa kini telah menjadi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat modern. Pada
beberapa kelompok masyarakat tertentu kegiatan melakukan perjalanan wisata
bahkan telah dikaitkan dengan hak azasi manusia khususnya melalui pemberian
waktu libur yang lebih panjang dan skema paid holidays.
f. Peningkatan Ekonomi dan Industri
Pengelolaan
kepariwisataan yang baik dan berkelanjutan seharusnya mampu memberikan
kesempatan bagi tumbuhnya ekonomi di suatu destinasi pariwisata. Penggunaan
bahan dan produk lokal dalam proses pelayanan di bidang pariwisata akan juga
memberikan kesempatan kepada industri lokal untuk berperan dalam penyediaan
barang dan jasa. Syarat utama dari hal tersebut di atas adalah kemampuan usaha
pariwisata setempat dalam memberikan pelayanan berkelas dunia dengan
menggunakan bahan dan produk lokal yang berkualitas.
g. Pengembangan Teknologi
Dengan
semakin kompleks dan tingginya tingkat persaingan dalam mendatangkan wisatawan
ke suatu destinasi, kebutuhan akan teknologi tinggi khususnya teknologi
industri akan mendorong destinasi pariwisata mengembangkan kemampuan penerapan
teknologi terkini mereka. Pada daerah-daerah tersebut akan terjadi pengembangan
teknologi maju dan tepat guna yang akan mampu memberikan dukungan bagi kegiatan
ekonomi lainnya. Dengan demikian pembangunan kepariwisataan akan memberikan
manfaat bagi masyarakat dan pemerintahan di berbagai daerah yang lebih luas dan
bersifat fundamental. Kepariwisataan akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari
pembangunan suatu daerah dan terintegrasi dalam kerangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat setempat.
3.3 KONDISI KEPARIWISATAAN NASIONAL DI ERA
OTONOMI DAERAH
Pada masa lalu pembangunan ekonomi lebih diorientasikan
pada kawasan Indonesia bagian barat. Hal ini terlihat lebih berkembangnya
pembangunan sarana dan prasarana di kawasan barat Indonesia, dibandingkan
dengan yang terdapat di kawasan timur Indonesia. Hal ini juga terlihat dari
pembangunan di sektor pariwisata, dimana kawasan Jawa-Bali menjadi kawasan
konsentrasi utama pembangunan kepariwisataan. Sementara dilihat dari
kecenderungan perubahan pasar global, yang lebih mengutamakan sumber daya alami
sebagai destinasi wisata, maka potensi sumber daya alam di kawasan timur
Indonesia lebih besar di bandingkan kawasan barat. Kualitas sumber daya alam
yang dapat dijadikan daya tarik wisata unggulan di kawasan timur Indonesia,
jauh lebih baik dan memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. Namun
demikian tidak secara otomatis kawasan timur Indonesia dapat dikembangkan
menjadi kawasan unggulan, karena adanya beberapa masalah mendasar, seperti
kelemahan infrastruktur, sumber daya manusia, dan sebagainya.
Beberapa
dampak yang ditimbulkan dari ketidakseimbangan pembangunan di sektor pariwisata
adalah:
a.
Pembangunan
pariwisata yang tidak merata, khususnya di kawasan timur Indonesia, sehingga
tingkat pertumbuhan ekonomi kawasan Indonesia timur dari sektor pariwisata
masih rendah.
b.
Indonesia hanya
bertumpu pada satu pintu gerbang utama, yaitu Bali.
c.
Lemahnya
perencanaan pariwisata di kawasan timur Indonesia dan kurang termanfaatkannya
potensi pariwisata di kawasan tersebut secara optimal.
d.
Rendahnya fasilitas
penunjang pariwisata yang terbangun.
e.
Terbatasnya sarana
transportasi, termasuk hubungan jalur transportasi yang terbatas.
Dampak yang ditimbulkan dari
akibat ketidakseimbangan pembangunan tersebut di atas, sangat terasa pada saat
Indonesia mengalami berbagai tragedi kemanusian di Bali dan Jawa tahun 2002 -
2005. Tragedi ini memberikan pelajaran yang sangat mahal bagi Indonesia, dimana
pendekatan pembangunan pariwisata yang berorientasi pada pasar mancanegara
saja, menjadi tidak mampu menopang kepariwisataan Indonesia. Kedua, pembangunan
pariwisata yang bertumpu dan berfokus hanya pada satu pintu gerbang utama
membuktikan banyak kelemahan. Ketiga, perlunya diversifikasi aktivitas
masyarakat pada satu destinasi pariwisata, sehingga dapat menjadikan alternatif
pendapatan. Ketidakseimbangan pembangunan juga berdampak langsung pada
ketidakseimbangan investasi yang ada. Investasi pariwisata di kawasan timur
Indonesia, terlihat menjadi jauh lebih kecil dibandingkan dengan kawasan barat,
karena sarana penunjang bisnis pariwisata skala nasional dan internasional
telah tersedia, seperti pelabuhan laut, pelabuhan udara dan lain sebagainya.
Para investor lebih memilih kawasan-kawasan yang telah memiliki sarana
penunjang, terutama sarana yang mampu menarik pasar untuk berkunjung. Selain
pembangunan fasilitas yang tidak seimbang, lemahnya investasi pariwisata di
daerah, juga akibat dari lemahnya kebijakan pemerintah daerah di bidang
pariwisata. Tidak dapat dipungkiri pula rentannya keamanan di daerah-daerah
timur Indonesia, seperti Kabupaten Poso, di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Maluku, Papua, juga memberikan dampak pada rendahnya investasi pariwisata di
kawasan Timur.Ketidakseimbangan pembangunan yang berdampak pada tidak meratanya
pembangunan sektor pariwisata di Indonesia, harus dibenahi melalui penciptaan
program-program pemerintah yang mendorong dan memfasilitasi terciptanya produk
dan usaha pariwisata lebih besar
dikawasan Indonesia timur. Selain itu, belajar dari pengalaman yang diambil
dari pembangunan pariwisata yang bertumpu pada satu pintu gerbang,maka
sebaiknya pemerintah pusat dan daerah harus mampu mendorong dan mendukung
program jangka panjang berupa pengembangan pintu gerbang utama lainnya bagi
pariwisata Indonesia.Daerah ini harus strategis baik dilihat dari segi ekonomi,
sosial dan politik serta keamanan pengunjung.
Isu strategis pertama dalam
masa penerapan otonomi daerah di sektor pariwisata adalah timbulnya persaingan
antar daerah, persaingan pariwisata yang bukan mengarah pada peningkatan
komplementaritas dan pengkayaan alternatif berwisata. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor seperti:
a. lemahnya pemahaman tentang
pariwisata
b. lemahnya kebijakan
pariwisata daerah
c. tidak adanya pedoman dari
pemerintah pusat maupun provinsi.
Akibatnya pengembangan
pariwisata daerah sejak masa otonomi lebih dilihat secara parsial. Artinya
banyak daerah mengembangkan pariwisatanya tanpa melihat, menghubungkan dan
bahkan menggabungkan dengan pengembangan daerah tetangganya maupun
propinsi/kabupaten/kota terdekat. Bahkan cenderung meningkatkan persaingan
antar wilayah, yang pada akhirnya akan berdampak buruk terhadap kualitas produk
yang dihasilkan. Padahal pengembangan pariwisata seharusnya lintas Provinsi
atau lintas Kabupaten/Kota, bahkan tidak tidak lagi mengenal batas karena
kemajuan teknologi informasi.
Isu kedua terkait dengan
kondisi pengembangan pariwisata Indonesia yang masih bertumpu pada daerah
tujuan wisata utama tertentu saja, walaupun daerah-daerah lain diyakini
memiliki keragaman potensi kepariwisataan. Hal yang mengemuka dari pemusatan
kegiatan pariwisata ini adalah dengan telah terlampauinya daya dukung
pengembangan pariwisata di berbagai lokasi, sementara lokasi lainnya tidak
berkembang sebagaimana mestinya. Selain itu kekhasan dan keunikan atraksi dan
aktivitas wisata yang ditawarkan masih belum menjadi suatu daya tarik bagi
kedatangan wisatawan mancanegara, karena produk yang ditawarkan tidak dikemas
dengan baik dan menarik seperti yang dilakukan oleh negara-negara pesaing.
Salah satu kelemahan produk wisata Indonesia, yang menyebabkan Indonesia kalah bersaing
dengan negaranegara tetangga adalah kurangnya diversifikasi produk dan kualitas
pelayanan wisata Indonesia. Para pelaku kepariwisataan Indonesia kurang
memberikan perhatian yang cukup untuk mengembangkan produkproduk baru yang
lebih kompetitif dan sesuai dengan selera pasar.
Isu ketiga berhubungan
dengan situasi dan kondisi daerah yang berbeda baik dari potensi wisata alam,
ekonomi, adat budaya, mata pencaharian, kependudukan dan lain sebagainya yang
menuntut pola pengembangan yang berbeda pula, baik dari segi cara atau metode,
prioritas, maupun penyiapannya. Proses penentuan pola pengembangan ini
membutuhkan peran aktif dari semua pihak, agar sifatnya integratif,
komprehensif dan sinergis.
Isu keempat dapat
dilihat dari banyaknya daerah tujuan wisata yang sangat potensial di Indonesia
apabila dilihat dari sisi daya tarik alam dan budaya yang dimilikinya. Namun
sayangnya belum bisa dijual atau mampu bersaing dengan daerahdaerah tujuan
wisata baik di kawasan regional maupun internasional. Hal tersebut semata-mata
karena daya tarik yang tersedia belum dikemas secara profesional, rendahnya
mutu pelayanan yang diberikan, interpretasi budaya atau alam yang belum
memadai, atau karena belum dibangunnya citra (image) yang membuat
wisatawan tertarik untuk datang mengunjungi dan lain sebagainya. Memperbanyak
variasi produk baru berbasis sumber daya alam, dengan prinsip pelestarian
lingkungan dan partisipasi masyarakat, merupakan strategi yang ditempuh untuk
meningkatkan pemanfaatan keunikan daerah dan persaingan di tingkat regional.
Selain kualitas kemasan dan pelayanan, produk pariwisata berbasis alam harus
memberikan pengalaman lebih kepada wisatawan. Selanjutnya, pengemasan produk
wisata dan pemasarannya, haruslah memanfaatkan teknologi terkini. Produk-produk
wisata yang ditawarkan harus sudah berbasis teknologi informasi, sebagai upaya
meningkatkan pelayanan dan sekaligus meningkatkan kemampuan menembus pasar
internasional.
Di luar seluruh permasalahan,
tantangan dan hambatan yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan
kepariwisataan, potensi yang dimiliki sebagai penunjang pembangunan
kepariwisataan sangat tinggi. Kekayaan alam dengan keanekaragaman jenis atraksi
wisata alam kelas dunia masih kita miliki. Atraksi wisata alam berbasis
kekayaan alam tersebut meliputi daya tarik ekowisata, bahari, pulau-pulau kecil
serta danau dan gunung tersebar di seluruh wilayah dan siap untuk dikembangkan.
Kekayaan budaya yang tinggi dan beranekaragam juga menjadi potensi yang sangat
tinggi untuk dilestarikan melalui pembangunan kepariwisataan. Pada dasarnya
minat utama wisatawan datang ke suatu destinasi pariwisata lebih disebabkan
karena daya tarik wisata budaya dengan kekayaan seperti adat istiadat,
peninggalan sejarah dan purbakala, kesenian, monumen, upacaraupacara dan peristiwa
budaya lainnya. Kemajemukan bangsa Indonesia dengan agama yang beragam menjadi
potensi yang sangat besar dalam peningkatan kepariwisataan. Hampir tidak ada
negara atau daerah di dunia yang memiliki penduduk yang heterogen dalam
kepercayaan mereka. Sementara Indonesia sangat berbeda dan dari satu daerah ke
daerah lainnya pengembangan pariwisata relijius merupakan potensi yang sangat
besar untuk dikembangkan di masa datang.
Dengan mengacu pada penjelasan di atas dapat dikemukakan
kekuatan, kelemahan dan peluang pembangunan kepariwisataan Indonesia seperti
yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Kekuatan
|
Kelemahan
|
Peluang
|
v Kekayaan budaya
v Kekayaan daya tarik wisata alam
v Keragaman aktivitas wisata yang dapat dilakukan
v Kehidupan masyarakat (living culture) yang khas
|
v Pengemasan daya tarik wisata
v Kualitas pelayanan wisata
v Infrastruktur yang tak terbangun dengan baik
v Kualitas SDM
v Kondisi keamanan
|
v Keramahantamahan penduduk
v Kemajemukan masyarakat
v Jumlah penduduk yang dapat berperan dalam
kepariwisataan.
|
Disamping kondisi tersebut di
atas, masih ditemui dilema (paradox) dalam pengembangan industri
pariwisata di Indonesia. Sifat paling mendasar dari investasi pada industri
pariwisata adalah "High Investment, Not Quick Yield" artinya
investasi di bidang pariwisata membutuhkan investasi yang besar dengan tingkat
pengembalian yang lama (jangka panjang). Kondisi ini sungguh tidak menarik bagi
kebanyakan stakeholders kepariwisataan yang masih memiliki budaya "Instant
and Shortcut" dimana mereka lebih menyukai melakukan investasi yang
dapat segera memberikan keuntungan. Sehingga para investor tidak tertarik
menanamkan modalnya dalam mengembangkan usaha pariwisata. Dalam konteks ini
diperlukan integrasi usaha pariwisata (tourism business integration)
yang merupakan sinergi pelaku kepariwisataan secara horisontal maupun vertikal
dan memberikan keuntungan atau manfaat bagi masingmasing pihak. Oleh karenanya
diperlukan bentuk-bentuk insentif yang mampu merangsang timbulnya investasi di
bidang kepariwisataan dengan menggunakan manajemen partisipatoris dengan
melibatkan seluruh stakeholders baik masyarakat, dunia usaha, lembaga
keuangan, pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten maupun Kota), serta pemerintah
pusat. Sesuai dengan Rencana Strategis Pembangunan
Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional tahun 2005 – 2009,
maka kebijakan dalam pembangunan kepariwisataan nasional diarahkan untuk :
a.
peningkatkan daya
saing destinasi, produk dan usaha pariwisata nasional;
b.
peningkatan pangsa
pasar pariwisata melalui pemasaran terpadu di dalam maupun di luar negeri;
c.
peningkatan
kualitas, pelayanan dan informasi wisata;
d.
pengembangan incentive
system usaha dan investasi di bidang pariwisata;
e.
Pengembangan
infrastruktur pendukung pariwisata;
f.
Pengembangan SDM
(standarisasi, akreditasi dan sertifikasi kompetensi)
g.
Sinergi multi-stakeholders
dalam desain program kepariwisataan
Untuk menanggulangi berbagai permasalahan dan potensi
yang telah disebutkan di atas dengan tetap mengacu pada arah kebijakan
pembangunan kepariwisataan yang telah disebutkan, perlu dilakukan serangkaian
tindakan yang berbasis pada strategi :
a. kebijakan fiscal (Fiscal Policy) dengan jalan
memberikan berbagai kebijakan fiskal bagi pengembangan kepariwisataan di
berbagai daerah khususnya di kawasan timur Indonesia, seperti tax holiday,
pendukungan permodalan, bunga pinjaman yang kompetitif dan sebagainya.
b. kebijakan Investasi (Investment Policy) melalui
penerapan peraturan perundangan baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah
yang kondusif terhadap pembangunan usaha pariwisata baru maupun pengembangan
usaha yang telah ada.
c. Pengembangan Infrastruktur dengan memperbesar
aksesibilitas menuju dan dalam destinasi pariwisata melalui pembangunan serta
perluasan jaringan jalan, bandara, pelabuhan laut, jaringan telekomunikasi,
penyediaan listrik dan air bersih. Ketersediaan infrstruktur yang memadai akan
meningkatkan daya saing serta daya tarik dalam penyediaan fasilitas
kepariwisataan di suatu daerah tertentu.
d. Pengembangan SDM melalui peningkatan kegiatan
pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat lokal guna mengembangkan kompetensi
masyarakat dalam penyediaan barang dan jasa kepariwisataan serta pelayanan bagi
wisatawan baik mancanegara maupun nusantara.
e. Koordinasi Lintas Sektor mengembangkan kemitraan
antara seluruh stakeholders pembangunan kepariwisataan melalui upaya
koordinasi, sinkronisasi dan konsolidasi yang melibatkan lembaga swadaya
masyarakat, asosiasi/usaha pariwisata,DPR/DPRD, maupun pemerintah.
Seluruh kondisi tersebut di atas memerlukan pendekatan
yang ditujukan untuk meningkatkan keunggulan daya saing (competitive
advantage) yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan.
Michael E. Porter (2004) menyebutkan bahwa competitive advantage membutuhkan
faktor-faktor pembangun seperti :
a.
Cost Advantages
Keunggulan
atas biaya yang harus dikeluarkan dalam penyediaan produk dan pelayanan wisata
merupakan faktor penting dalam membangun keunggulan kompetitif destinasi
pariwisata. Di dalamnya bergabung berbagai faktor yang mampu mengembangkan
kinerja destinasi seperti perencanaan (desain);
pengembangan produk wisata; pemasaran; pelayanan; serta harga. Dalam konteks
pemerintahan, keunggulan biaya dapat pula dibantu dengan harmonisasi regulasi
antara pemerintah pusat dan daerah yang terkait dengan insentif keuangan,
penetapan tarif serta skema perpajakan atau retribusi.
b.
Differentiation
Membedakan
destinasi dan produk pariwisata merupakan fokus dalam mengembangkan keunggulan
komparatif kepariwisataan. Suatu destinasi pariwisata harus mampu menjadi
berbeda dengan pesaingnya ketika menghasilkan aksesibilitas, atraksi dan
amenitas yang unik dan berharga bagi wisatawan yang datang. Diferensiasi tidak
melulu dilakukan dengan hanya menawarkan harga produk dan pelayanan yang lebih
rendah.
c.
Business Linkages
Mengembangkan
hubungan yang saling menguntungkan merupakan suatu proses integratif dalam
membangun keunggulan kompetitif kepariwisataan. Hubungan yang dibangun bersifat
vertikal dan horisontal serta saling terintegrasi satu sama lainnya.
d.
Services
Pelayanan
yang konsisten semenjak wisatawan tiba di pintu masuk (entry point),
pada saat berada di destinasi pariwisata sampai dengan kepulangannya. Seluruh
pihak yang terkait seperti adminsitratur bandara dan pelabuhan, petugas
imigrasi, bea cukai dan karantina, supir taksi dan lainnya seyogyanya mampu
memberikan pelayanan prima dan baku sehingga meninggalkan kesan yang dalam bagi
wisatawan.
e.
Infrastructures
Kondisi
prasarana dan sarana pendukung kepariwisataan yang terpelihara dan beroperasi
dengan baik juga merupakan faktor penting pembangun keunggulan kompetitif suatu
destinasi pariwisata.
f.
Technology
Penggunaan
teknologi yang tepat dan mudah digunakan akan mampu memberikan dukungan bagi
pelayanan kepada wisatawan yang datang selain mampu juga mendukung proses
pengambilan keputusan dalam pengembangan, pengelolaan dan pemasaran destinasi
pariwisata.
g.
Human Resources
Kompetensi
sumberdaya manusia pelayanan dan pembinaan kepariwisataan menjadi kunci penting
pelaksanaan berbagai faktor pembentuk keunggulan kompetitif tersebut di atas.
Berbagai faktor pembentuk keunggulan kompetitif tersebut menggambarkan
kompleksitas pengembangan kepariwisataan yang bersifat multisektor dan
multidisipliner bagi di tingkat pusat, provinsi maupun lokal. Namun demikian
untuk melaksanakannya secara berhasil diperlukan 3 elemen penting yaitu a)
Visi; b) Kepemimpinan (Leadership); dan c) Komitmen. Ketiga elemen ini
harus pula ditunjukkan secara nyata dalam proses pengembangan, pengelolaan dan
pemasaran kepariwisataan. Khususnya ditingkat pusat secara kongkrit,
implementasi dari ketiga elemen tersebut di atas telah dibuktikan dengan
diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan
Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.
3.4 Partisipasi Masyarakat Setempat
Partisipasi
masyarakat akan timbul, ketika alam/budaya itu memberikan manfaat
langsung/tidak langsung bagi masyarakat. Agar bisa memberikan manfaat maka
alam/ budaya itu harus dikelola dan dijaga. Begitulah hubungan timbal balik antara
atraksi wisata-pengelolaanmanfaat yang diperoleh dari ekowisata dan
partisipasi. Partisipasi masyarakat penting bagi suksesnya ekowisata di suatu daerah
tujuan wisata. Hal ini bisa dimulai dari diri kita sendiri. Jangan terlalu
berharap pemerintah akan melakukan semua hal karena kita juga memiliki peranan
yang sama dalam melakukan pembangunan di daerah kita. Partisipasi dalam
kegiatan pariwisata akan memberikan manfaat langsung bagi kita, baik untuk
pelestarian alam dan ekonomi. Bila kita yang menjaga alam tetap lestari dan bersih,
maka kita sendiri yang akan menikmati kelestarian alam tersebut, bila kita
berperan dalam kegiatan pariwisata, maka kita juga yang akan mendapatkan
manfaatnya secara ekonomi.
BAB
IV
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki
kawasan Indonesia menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi untuk
dikembangkan baik dalam sektor pertanian, perkebunan, pertambangan, industri
dan pariwisata. Selain kekayaan sumber daya alam yang melimpah, unsur keindahan
alam, keunikan budaya, peninggalan sejarah, keanekaragaman flora dan fauna
serta keramahan penduduk lokal menjadi nilai tambah bagi pengembangan sektor
periwisata di Indonesia.
Sektor pariwisata pada saat ini merupakan
penerimaan negara yang paling diandalkan setelah penerimaan negara sektor
minyak bumi dan gas alam merosot. Sehubungan dengan hal ini upaya peningkatan
pembangunan sektor pariwisata sangat diperlukan. Maka diperlukan berbagai pernanan koordinasi Lintas Sektor dalam
mengembangkan kemitraan antara seluruh stakeholders pembangunan
kepariwisataan melalui upaya koordinasi, sinkronisasi dan konsolidasi yang
melibatkan lembaga swadaya masyarakat, asosiasi/usaha pariwisata,DPR/DPRD,
maupun pemerintah.
5.2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas,
maka penulis menyarankan beberapa hal kepada stakeholders :
1.
Untuk melaksanakan
pembangunan bidang pariwisata harus melibatkan berbagai unsur masyarakat agar
sesuai dengan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional.
2.
Dalam mengembangkan
pariwisata maka dinas kepariwisataan lebih duluan menaruh perhatian dan
melakukan pekerjaan secara nyata dalam membangun daerah kunjungan wisatawan.
3.
Dalam hal penerapan
kebijakan bidang pariwisata maka dalam hal ini agar tidak melakukan tindak
pidana korupsi, kolusi dan neopotisme dilikungan kepariwisata.
4.
Dan diatas semua
hal itu diharapkan kepada seluruh stakeholders yang terlibat untuk menaati
seluruh peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tugas pokok dan
fungsinya dan serta memiliki pola perilaku yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, Janianton dan Weber, Helmut F. (2006), Perencanaan Ekowisata,
Dari Teori ke Aplikasi. Pusat Studi Pariwisata UGM dan Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025
Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2011 Tentang Kunjungan
Kapal Wisata (Yacht) Asing ke Indonesia
Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Kebijakan
Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata
Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Badan Promosi
Pariwisata Indonesia
Peraturan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : KM.18/HM.001/MKP/2011
Tentang Pedoman Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Pariwisata
Keputusan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM.08/PW.001/MKP/200915-Feb-2012 11:21Tentang
Unit Kliring Data Spasial Departemen Kebudayaan dan Pariwisata