Budaya Politik Indonesia
Politik di Indonesia harus memperhatikan peranan Budaya Politik karena ternyata mempunyai refleksi pada pelembagaan politik dan bahkan pada proses politik. Pembangunan politik Indonesia dapat pula diukur berdasarkan keseimbangan atau harmoni yang dicapai antara lain oleh Budaya Politik dengan Kelembagaan Politik yang ada atau yang akan ada. Konstalasi tentang Budaya Politik di Indonesia dapat ditelaah melalui beberapa variabel :
- Konfigurasi sub Kultur Indonesia. Fenomena pluralisme yang ada pada bangsa ini di satu pihak menjadi mozaid dan keindahan tetapi dilain pihak menjadi konflik. maka ada upaya mempersatukannya dengan Nation Building melalui Character Building.
- Budaya Politik Parokial Kaula distu pihak dan Partisipan dipihak lain. sehingga masih ada masyarakat dalam memikul tanggung jawab politiknya yang disebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, ikatan primordial, sedangkan dipihak lain pihak kaum elitnya merupakan partisan aktif yang kira-kira disebabkan oleh pendidikan. jadi kebudayaan politik Indonesia merupakan Mixed political Culture.
- Sifat ikatan primordial yang masih kuat berarkir yang dikenal melalui indikator berupa sentimen kedaerahan, keagamaan, perbedaan pendekatan terhadap keagamaan tertentu; puritanisme dan non puritanisme, Fenomena ini masih kuat terlihat dalam gerakan kaum elit untuk mengeksploitasi masyarakat dengan menyentuh langsung pada sub kultur tertentu dengan tujuan rekrutmen politk
- Kecendurungan Budaya Politik Indonesia yang masih diwarnai dengan sikap paternalisme dan sifat patrimonial; sebagai indikatornya; bapakisme, asal bapak senang dan lain-lain, Di Indonesia budaya politik tipe parochial kuala mempunyai keselarasan untuk tumbuh dengan persepsi masyarakat terhadap obyek politik yang menyadarkan atau merindukan diri pada proses ouput dari penguasa.
- Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat. Yang menjadi persoalan adalah apakah pelembagaan dalam sistem politik Indonesia sudah siap menampung proses pertukaran kedua variabel.