Iklan Produk

Thursday, January 16, 2014

MAKALAH LIBERALISME DAN NEOLIBERALISE

TEORI LIBERALISME

DAN

NEOLIBERALISME


NAMA                    : BERKAT GOWASA
NPM                       : 10.011.111.024
JURUSAN             : ILMU PEMERINTAHAN
MATA KULIAH   : TEORI-TEORI PEMBANGUNAN



FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS DARMA AGUNG
MEDAN


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Liberalisme pada awalnya muncul saat dunia barat memasuki enlighment ages atau abad pencerahan sekitas abad ke 16 sampai awal abad 19 yang mana pada saat itu, mulai muncul industri dan perdagangan dalam skala besar yang berbasis teknologi baru. Untuk mengelolala kedua hal tersebut muncullah kebutuhan-kebutuhan baru seperti buruh yang bebas dalam jumlah banyak, ruang gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi dan kekbebasan berkreasi. Namun kebutuhan-kebutuhan ini terbentur oleh peraturan-peraturan yang dibuat masa pemrintahan yang feodal. Maka golongan intelektualyang mengendepankan rasionalitas memunculkan paham liberal. Golongan intelektual ini merasakan keresahan ilmiah (rasa ingin tahu dan keinginan untuk mencari pengetahuan yang baru).

Ketika pasar bebas tak dapat terbendung dan pembentukan regionalisme tiap daerah yang terdapat di setiap benua mulai berkembang, maka globalisasi memang sedang merajalela dalam perekonomian dunia. Jika memandang keadaan modern saat ini, sudah tak dapat dipungkiri lagi bahwa sesungguhnya negara-negara yang masih berdiri harus menelan “material” klasik yang kian melaju pesat, yang tak lain dikenal dengan sebutan neoliberalisme. Sebagai teori yang makin kontemporer, paham liberalisme yang sangat mengakar pada kehidupan historis ekonomi ini mulai diterima dan dilaksanakan setiap negara. Krisis finansial Amerika Serikat yang marak terjadi pun mampu memberikan dampak yang signifikan bagi negara lain di seluruh penjuru bumi. Lantas, apakah paham liberalisme yang disebarluaskan oleh AS ini mampu bertahan dan tetap menjadi solusi absolut terhadap permasalahan ekonomi? Sejauh manakah raksasa liberalisme mampu menaklukkan “hati” negara lain untuk menganut dan memberlakukan paham tersebut? 

 1.2       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dengan demikian yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
Bagaimana proses Teori Liberalisme dan neoliberalisme dalam memberikan pengaruh pada sebuah negara dalam menunjang kelangsungan hidup masyarakat.

1.3            Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah :
a.      Untuk mengetahui proses munculnya liberalisme dan neoliberalisme
b.     Untuk menjelaskan perkembangan liberalisme dan neoliberalisme pada negara yang menganutnya
c.      Menjelaskan proses terbentuknya leberalisme dan neoliberalisme

1.4            Manfaat Penulisan
yang menjadi manfaat dalam makalah ini adalah :
memberikan suatu pengertian bahwa perlu adanya sebuah paham liberalisme dan neoliberalisme dalam menunjang perkembangan kehidupan masyarakat secara lokal maupun secara menyeluruh dalam menyikapinya apakah paham tersebut memberikan dampak positif atau negatif.
Memberikan informasi bagi kalangan mahasiswa sebagai cendikiawan dan masyarakat luas dalam memahami dan memiliki buah pemikiran yang menjdi sebuah landasan berfikir dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.


BAB II
LANDASAN TEORI
2.1  Pengertian Liberalisme
Kata liberalisme berasal dari bahasa Latin liber artinya bebas dan bukan budak atau suatu keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Dan isme yang berati paham. Makna bebas kemudian menjadi sebuah sikap kelas masyarakat terpelajar di Barat yang membuka pintu kebebasan berfikir (The old Liberalism). Dari makna kebebasan berfikir inilah kata liberal berkembang sehingga mempunyai berbagai makna.

bermula pada 1776-1788, oleh Edward Gibbon, perkataan liberal mulai diberi maksud yang baik, yaitu bebas dari prasangka dan bersifat toleran. Maka pengertian liberal pun akhirnya mengalami perubahan arti dan berkembang menjadi kebebasan secara intelektual, berpikiran luas, murah hati, terus terang, sikap terbuka dan ramah.

Prinsip dasar liberalisme adalah keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama, suara hati, keyakinan, ucapan, pers dan politik. Di samping itu, liberalismme juga membawa dampak yang besar bagi sistem masyarakat Barat, di antaranya adalah mengesampingkan hak Tuhan dan setiap kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang publik menjadi sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap agama Kristen dan gereja atas statusnya sebagai lembaga publik, lembaga legal dan lembaga sosial.

Oxford English Dictionary menerangkan bahwa perkataan liberal telah lama ada dalam bahasa Inggris dengan makna sesuai untuk orang bebas, besar, murah hati dalam seni liberal. Pada awalnya, liberalisme bermaksud bebas dari batasan bersuara atau perilaku, seperti bebas menggunakan dan memiliki harta, atau lidah yang bebas, dan selalu berkaitan dengan sikap yang tidak tahu malu.
Frederic Bastiat, Gustave de Molinari, Herbert Spencer, dan Auberon Herbert, adalah aliran ekstrem yang dikenal dengan anarkhisme (tidak ada pemerintahan) ataupun minarkisme (pemerintahan yang kecil yang hanya berfungsi sebagai the nightwatchman state. Liberalisme selalu menentang sistem kenegaraan yang didasarkan pada hukum agama.
Liberalisme lahir dari sistem kekuasaan sosial dan politik sebelum masa Revolusi Prancis berupa sistem merkantilisme, feodalisme, dan gereja roman Katolik. Liberalisme pada umumnya meminimalkan campur tangan negara dalam kehidupan sosial. Sebagai satu ideologi, liberalisme bisa dikatakan berasal dari falsafah humanisme yang mempersoalkan kekuasaan gereja di zaman renaissance dan juga dari golongan Whings semasa Revolusi Inggris yang menginginkan hak untuk memilih raja dan membatasi kekuasaan raja.
2.2. Pengertian Neoliberlisme
Teori neoliberal pertama-tama diformulasikan oleh Milton Friedman, seorang ahli ekonomi dari Universitas Chicago, AS, yang berarti pemutusan hubungan secara radikal aturan Negara terhadap mesin pertumbuhan ekonomi, dikuranginya kontrol dan pengetatan perdagangan internasional, penyesuaian tingkat pertukaran, dihapuskannya intervensi Negara terhadap pasar domestik dan liberalisasi pasar finansial. Kebijakan ini menjadi populer sejak tahun 1970an.
menurut Paul Hirst dan Graham Thompson, neoliberalisme berarti membuat pasar bebas dari politik, serta membiarkan perusahaan-perusahaan besar dan pasar mengalokasikan(menempatkan, menata atau mengatur) faktor produksinya sampai tingkat yang tertinggi tanpa campur tangan Negara. Menurut pengertian ini, peran Negara atau pemerintah hanya menjadi pelengkap atau pengganti dari pemain-pemain bisnis utama dimana tugasnya adalah menyediakan dan mengusahakan tertib politik dan hukum untuk sebesar-besarnya kepentingan kaum kapitalis yakni eksploitasi dan konsentrasi akumulasi modal. Neoliberalisme menghendaki agar hidup manusia, fungsi masyarakat, dan kebijakan pemerintah, ditundukkan pada pasar.
"Neo" berarti kita membicarakan jenis baru liberalisme. Jadi apa jenis lamanya? Pemikiran ekonomi liberal menjadi terkenal di Eropa ketika Adam Smith, seorang pakar ekonomi Skotlandia, menerbitkan buku pada 1776 berjudul THE WEALTH OF NATIONS. Ia dan beberapa lainnya mengadvokasikan penghapusan intervensi pemerintah dalam masalah perekonomian. Tidak ada pembatasan dalam manufaktur, tidak ada sekat-sekat perdagangan, tidak ada tarif, katanya; perdagangan bebas adalah cara terbaik bagi perekonomian suatu bangsa untuk berkembang. Ide-ide tersebut "liberal" dalam arti tidak ada kontrol. Penerapan individualisme ini mendorong usaha-usaha "bebas", kompetisi "bebas" -- yang kemudian artinya menjadi bebas bagi kaum kapitalis untuk mencetak keuntungan sebesar yang diinginkannya.


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Historis Perkembangan Liberalisme dan Neoliberalisme
Secara historis, Liberalisme muncul sebagai reaksi perlawanan terhadap sikap penganut paham Merkantilis pada pertengahan abad XVIII. Di Perancis, ahli ekonomi menyebut gerakan ini sebagai gerakan physiocrats yang menuntut kebebasan produksi dan berdagang. Di Inggris, ahli ekonomi Adam Smith menjelaskan dalam bukunya (the Wealth of Nations 1776) mengenai keuntungan untuk menghapus pembatasan-pembatasan dalam perdagangan. Berdasarkan the New Lexicon Websters’s Dictionary of the English Language, liberalisme berasal dari kata liberal yang bermakna menganggap baik kebebasan individu, reformasi sosial, dan penghapusan atas pembatasan-pembatasan dalam ekonomi. Dengan demikian, liberalisme telah dipandang sebagai sebuah ideologi atau pandangan filsafat yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama dan menerapkan sistem pasar yang bebas dan terbuka. Kebebasan individu dijamin melalui mekanisme pasar. Lain halnya perspektif liberal dalam ekonomi, merupakan pandangan yang mendorong kebebasan pasar dan minimalisasi peran negara. Oleh sebab itu, perspektif liberal menempatkan individu sebagai fokus utama dalam ekonomi agar dapat meningkatkan efisiensi dan memaksimalisasi keuntungan. Argumentasi ini diperkuat dengan suatu premis yang sangat mendasar dalam perspektif liberal bahwa konsumen perseorangan, perusahaan, atau rumah tangga merupakan basis dari perekonomian masyarakat. Individu-individu dianggap rasional dan berusaha untuk memaksimalisasi atau memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka dengan tingkat biaya serendah-rendahnya. 
Kaum liberalis memahami ekonomi politik internasional sebagai suatu aplikasi teori dan metodologi ekonomi internasional yang memisahkan interaksi antara ekonomi dan politik. Adanya peran kuat dan aktif dalam mekanisme pasar telah memudarkan otoritas pemerintah sebagai aktor utama negara. Ekonomi dan politik itu adalah dua arena yang seharusnya dipisahkan dan masing-masing beroperasi menurut aturan-aturan serta logika-logikanya sendiri. Karena orang-orang liberal percaya bahwa faktor-faktor ekonomi merupakan determinan dari semua proses sosial, maka menurut mereka fenomena ekonomi politik internasional dapat di jelaskan dengan berbagai teori yang ada dalam ilmu ekonomi.  Peran dan Pengaruh Liberalisme Terhadap Perekonomian Dunia  Dalam perkembangan ekonomi modern, perspektif liberalisme mulai bercampur dengan asas-asas demokrasi yang pada akhirnya memunculkan teori neoliberalisme yang dipelopori oleh Friedrich von Hayek (1899 –1992). Walaupun perkembangan neoliberalisme telah menduduki perekonomian internasional, esensi-esensi historis liberal tetap menjadi pemegang kendali kehidupan ekonomi politik saat ini. Mengutip pernyataan John Madison yang berbunyi : “jika manusia adalah malaikat, maka pemerintahan dan demokrasi tidak diperlukan”. Pernyataan tersebut mengingatkan sesuatu bahwa sebagai manusia yang tidak sempurna secara utuh, maka kebebasan dan toleransi perlu dijunjung tinggi. Sama halnya dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Rizal Malarangeng : ”Kalau ingin mempengaruhi orang, gunakan akal pikiranmu, gunakan persuasi, dalam sebuah konteks besar yang dinamakan free market of ideas. Hal itu pula yang harus diterapkan dalam sosial, politik ekonomi, dan agama”
Dari dua pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa eksistensi paham liberalisme dalam mempengaruhi ekonomi politik internasional begitu melesat semenjak Perang Dunia II. Hal ini dibuktikan dengan kesuksesan India membuka pintunya bagi penetrasi dan mengubah ekonomi genetiknya ke arah ekonomi pasar. Demikian pula apa yang terjadi di Cina, yang menyadari bahwa kondisi lebih mengerikan akan terjadi jika ekonomi pasar diganti dengan ekonomi yang sentralistik. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya merujuk pada kegagalan ekonomi, tapi juga diikuti dengan tragedi manusia yang luar biasa.
Selain itu, pengaruh dan peran liberalisme terhadap ekonomi politik internasional dapat terlihat pada. Dampak lain dari model liberalisasi ekonomi sebagaimana menjadi gagasan negara-negara maju adalah terlalu dominannya peranan lembaga-lembaga keuangan, yang sebagian besar bergerak disektor distribusi. Lembaga keuangan, dalam konteks ekonomi tradisional, sebenarnya tidak lebih dari para pedagang, yang bekerja lebih berdasarkan spekulasi daripada pertimbangan ekonomi murni. Para lembaga keuangan adalah pemain utama di berbagai pasar bursa dunia. Hal yang menarik dalam memahami lembaga keuangan ini adalah “mereka membeli tetapi bukan konsumen, dan mereka menjual tetapi bukan produsen”. Akibatnya, perekonomian dunia bergerak berdasarkan pertimbangan-pertimbangan spekuatif, dengan melihat aspek-aspek non ekonomi dari setiap transaksi.
Lembaga-lembaga keuangan seperti Lehman Brothers dan Merrill Lynch telah membawa kekuatan ekonomi sekaligus politik. Walaupun mereka bergerak berdasarkan prinsip-prinsip liberalisme ekonomi, namun terdapat gejala hipokrisi dalam aktivitas ini. Sejak lama, para analis ekonomi dan politik internasional meyakini adanya hubungan saling menguntungkan antara kalangan swasta (yang didominasi oleh lembaga keuangan dunia) dengan elit politik di negara-negara maju untuk mempengaruhi kebijakan ekonomi dan juga politik suatu negara untuk mendukung perekonomian dunia yang liberal.
Liberalisme : Prospek Ideal Ekonomi Politik Internasional? Dalam perkembangannya tersebut liberalisme masih memiliki titik kelemahan yang tertutupi oleh pemikiran dektruktif kreatif. Pertama, penerapan liberalisme dalam perekonomian dunia dapat membuat dunia ke dalam tatanan yang cenderung tidak adil. Liberalisasi berbagai sektor perekonomian akan menciptakan persaingan bebas dalam pasar dunia. Artinya, disaat persaingan bebas terjadi maka negara-negara yang memiliki tingkat perekonomiannya relatif tinggi akan semakin kuat sedangkan yang memiliki tingkat perekonomiannya relatif rendah akan semakin lemah. Misalnya dalam hal impor ketika kebijakan liberalisasi diterapkan maka produk-produk dalam negeri akan terancam keberadaannya. Harga produk-produk impor yang lebih murah akan diiringi dengan meningkatnya permintaan terhadap produk-produk tersebut. Sehingga permintaan produk-produk dalam negeri cenderung menurun  bahkan tidak lagi dapat berproduksi alias “bangkrut”. Kebangkrutan produksi ini akan menyebabkan semakin banyaknya pengangguran yang dapat menimbulkan gejolak sosial.
Kedua, liberalisme akan menciptakan suatu hubungan ketergantungan antara negara yang kaya dengan negara yang miskin. Salah satu contohnya adalah kebijakan privatisasi BUMN suatu negara yang dibeli oleh negara asing sebagai suatu konsekuensi dari liberalisasi. Karena negara “menganggap” dirinya tidak mampu lagi mengelola dan membiayai proses produksi BUMN tersebut. Padahal BUMN umumnya merupakan badan atau perusahaan-perusahaan yang berkaitan erat dengan hajat hidup orang banyak. Sehingga tidak menutup kemungkinan pengaruh negara asing akan sangat kuat terhadap negara tersebut. Lebih dari itu, kecenderungan penjajahan dalam bentuk baru bisa saja terjadi.
Ketiga, di dalam sistem mekanisme pasar akan timbul kekuatan monopoli yang merugikan. Dalam mekanisme pasar tidak selalu terjadi persaingan sempurna di mana harga dan jumlah barang ditentukan oleh permintaan pembeli dan penawaran penjual yang banyak jumlahnya. Keempat, sistem perekonomian liberal cenderung membawa ketidakstabilan. Ketidakpastian harga maupun nilai kurs yang cenderung tidak teratur memperbesar ketidakpastian dalam ekonomi.  Jika kita melihat fenomena krisis finansial global yang terjadi pada Amerika Serikat, telah menunjukkan adanya krisis perkembangan liberalisme sebagai prospek ideal ekonomi politik internasional. Sebuah tragedi AS yang semakin memusnahkan politik hegemoninya ini bersumber pada keyakinan akan ekonomi tanpa regulasi dan internasionalisasi persaingan ekonomi. Ekonomi yang semakin memperingati kebebasannya malah berbalik memohon ampun pada negara agar segera memperbaiki perekonomian nasional. Merkantilisme pun mulai diberlakukan kembali dengan cara mengintervensi kepemilikan terhadap perusahaan swasta. Bahkan, Indonesia mengatasi krisis yang berdampak global ini melalui paket bail out yang dikucurkan oleh pemerintah kepada Bumi Resources. Hubungan antara negara dan perusahaan-perusahaan multi nasional yang selama ini seolah tampak dalam konteks independen, ternyata dipenuhi dengan preferensi-preferensi yang diberikan oleh pemerintah (sebagai representasi negara) kepada perusahaan-perusahaan tertentu, yang memiliki kapasitas politik yang memadai.
Solusi krisis finansial global tak hanya diselesaikan dengan asumsi-asumsi merkantilisme saja. Peran negara yang selama ini terhenti sebelum timbulnya krisis harus dimaksimalkan dengan pemerataan dan keadilan rakyat yang tertuang dalam sistem sosialisme ala Karl Marx.. Contoh konkrit yang dapat dilakukan oleh warga AS adalah pemberian dana stimulus terhadap institusi sosial milik pemerintah dan minimalisasi pajak masyarakat sipil. 
3.2 Aliran Liberalisme Ditandai Dengan Magna Charta
Sejarahnya paham liberalisme ini berasal dari Yunani kuno, salah satu elemen terpenting peradaban Barat. Namun, perkembangan awalnya terjadi sekitar tahun 1215, ketika Raja John di Inggris mengeluarkan Magna Charta, dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja kepada bangsawan bawahan. Charta ini secara otomatis telah membatasi kekuasaan Raja John sendiri dan dianggap sebagai bentuk liberalisme awal (early liberalism).
Perkembangan liberalisme selanjutnya ditandai oleh revolusi tak berdarah yang terjadi pada tahun 1688 yang kemudian dikenal dengan sebutan The Glorious Revolution of 1688. Revolusi ini berhasil menurunkan Raja James II dari England dan Ireland (James VII) dari Scotland) serta mengangkat William II dan Mary II sebagai raja. Setahun setelah revolusi ini, parlemen Inggris menyetujui sebuah undang-undang hak rakyat (Bill of Right) yang memuat penghapusan beberapa kekuasaan raja dan jaminan terhadap hak-hak dasar dan kebebasan masyarakat Inggris.  Pada saat bersamaan, seorang filosof Inggris, John Locke, mengajarkan bahwa setiap orang terlahir dengan hak-hak dasar (natural right) yang tidak boleh dirampas. Hak-hak dasar itu meliputi hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini, beragama, dan berbicara. Di dalam bukunya, Two Treatises of Government (1690), John Locke menyatakan, pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar tersebut, dan jika ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak untuk melakukan revolusi.
Singkatnya pada abad ke 20 setelah berakhirnya perang dunia pertama pada tahun 1918, beberapa negara Eropa menerapkan prinsip pemerintahan demokrasi. Hak kaum perempuan untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi di dalam pemerintahan diberikan. Menjelang tahun 1930-an, liberalisme mulai berkembang tidak hanya meliputi kebebasan berpolitik saja, tetapi juga mencakup kebebasan-kebebasan di bidang lainnya; misalnya ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Tahun 1941, Presiden Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan empat kebebasan, yakni kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech), kebebasan beragama (freedom of religion), kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan kebebasan dari ketakutan (freedom from fear). Pada tahun 1948, PBB mengeluarkan Universal Declaration of Human Rights yang menetapkan sejumlah hak ekonomi dan sosial, di samping hak politik.
Jika ditilik dari perkembangannya liberalisme secara umum memiliki dua aliran utama  yang saling bersaing dalam menggunakan sebutan liberal. Yang pertama adalah liberal klasik atau early liberalism yang kemudian menjadi liberal ekonomi yang menekankan pada kebebasan dalam usaha individu, dalam hak memiliki kekayaan, dalam kebijakan ekonomi dan kebebasan melakukan kontrak serta menentang sistim welfare state. Yang kedua adalah liberal sosial. Aliran ini menekankan peran negara yang lebih besar untuk membela hak-hak individu (dalam pengertian yang luas), seringkali dalam bentuk hukum anti-diskriminasi.
Selain kedua tren liberalisme diatas yang menekankan pada hak-hak ekonomi dan politik dan sosial terdapat liberalisme dalam bidang pemikiran termasuk pemikiran keagamaan. Liberal dalam konteks kebebasan intelektual berarti independen secara intelektual, berfikiran luas, terus terang, dan terbuka. Kebebasan intelektual adalah aspek yang paling mendasar dari liberalisme sosial dan politik atau dapat pula disebut sisi lain dari liberalisme sosial dan politik. Kelahiran dan perkembangannya di Barat terjadi pada akhir abad ke 18, namun akar-akarnya dapat dilacak seabad sebelumnya (abad ke 17). Di saat itu dunia Barat terobsesi untuk membebaskan diri mereka dalam bidang intelektual, keagamaan, politik dan ekonomi dari tatanan moral, supernatural dan bahkan Tuhan.
Pada saat terjadi Revolusi Perancis tahun (1789)  kebebasan mutlak dalam pemikiran, agama, etika, kepecayaan, berbicara, pers dan politik sudah dicanangkan. Prinsip-prinsip Revolusi Perancis itu bahkan dianggap sebagai Magna Charta liberalisme. Konsekuensinya adalah penghapusan Hak-hak Tuhan dan segala otoritas yang diperoleh dari Tuhan;  penyingkiran agama dari kehidupan publik dan menjadinya bersifat individual. Selain itu agama Kristen dan Gereja harus dihindarkan agar tidak menjadi lembaga hukum ataupun sosial.  Ciri liberalisme pemikiran dan keagamaan yang paling menonjol adalah pengingkaran terhadap semua otoritas yang sesungguhnya, sebab otoritas dalam pandangan liberal menunjukkan adanya kekuatan diluar dan diatas manusia yang mengikatnya secara moral. Ini sejalan dengan doktrin nihilisme yang merupakan ciri khas pandangan hidup Barat postmodern yang telah disebutkan diatas.

3.3 Pencetus Aliran Liberalisme
Jhon Locke (1632-1704) ialah seorang filsuf yang disebut sebagai juru bicara Liberalisme. Jhon Locke hidup dalam zaman yang penuh gejolak di Inggris.[1][2]Sebelum dia lahir, terjadi perang saudara antara kaum Cavaliver, para pengikut raja Charles I, dan kaum yang berada pada kekuatan dalam parlemen.Sementara itu, dalam parlemen terjadi perpecahan antara fraksi para imam yang menghendaki pemerintahan teokratis elitis dan fraksi independen yang menghendaki kebebasan politis bagi rakyat banyak. Dalam hidupnya, berbeda dengan Hobbes membela Raja Charles I yang absolut, Locke berpihak pada pemberontakan borjuasi melawan pemerintahan absolut, yang dikenal sebagai “Glorious Revolution”.
Locke dilahirkan dari keluarga yang memihak parlemen. Sikap puritan ayahnya sedikit banyak memengaruhi pemikiran Locke yang tidak suka pada aristokrasi. Locke belajar di Universitas Oxford dan disana ia menyukai fisiologi dan alergis terhadap filsafat skolastik. Ia tidak begitu suka pada karya-karya klasik. Di satu pihak, pengaruh liberalisme tertanam kuat didalam dirinya yang didukung oleh pengaruh John Own.[2][3] Karena dekat dengan keluarga Shaftesbury yang dimusuhi raja, bersama keluarga itu ia dibuang ke negeri Belanda. Dalam pengasingan itu, Locke menulis bukunya An Essay concerning Human Understanding. Dalam hal ini, pemerintah selalu mengawasi gerak-geriknya. Locke juga menulis filsafat politik dalam The Second Treatise of Goverment. Dalam buku itu, berbeda dengan Hobbes yang memihak Absolutisme, John Locke menjadi juru bicara Liberalisme. Pengaruh Locke dalam konstitusi Amerika Serikat sangat besar. Gagasan-gagasannya menyebar dan dipelihara di Inggris dan Amerika hingga dewasa ini.
Beberapa pemikiran Locke ialah sebagai berikut:
1.      Usaha Memukul Ajaran tentang Idea-idea Bangsawan
John Locke mengagumi karya-karya Descrates, Akan tetapi, dia tidak setuju atas rasionalisme Descrates yang beranggapan bahwa pengetahuan dapat diperoleh secara a priori. Locke berusaha menghantam ajaran kuno itu dengan sebuah pendekatan filosofis yang berbeda sama sekali dari rasionalisme. Menurut Locke anggapan para filsuf rasionalis bahwa idea-idea tentang kenyataan itu sudah kita miliki sejak lahir adalah anggapan yang tidak terbukti dalam kenyataan. Dengan demikian kebenaran dan kenyataan dipersepsi subjek melalui pengalaman dan bukan bersifat bawaan. Segala prinsip a priori dan universal itu harus dikembalikan kepada pengalaman terdahulu. Dapat dikatakan bahwa serangan Locke atas idea-idea bawaan berkaitan dengan pandangan liberalnya tentang manusia dan masyarakat.
2.      Proses pikiran, Idea simpleks dan Kompleks
Proses internal langsung berdasarkan pengalaman lahiriah itu menghasilkan idea-idea seperti : idea nimat dan idea sakit. Semua idea yang dihasilkan dari penangkapan langsung ini disebut Locke sebagai idea Simpleks. Menurut Locke idea-idea abstrak tentang ruang itu merupakan hasil penyusunan idea simpleks yang terpisah menjadi idea yang Kompleks. Jadi, Locke tidak sama sekali menolak kemungkinan pengetahuan abstrak. Yang ditolaknya adalah segala bentuk pengetahuan a priori, termasuk idea ruang dan waktu.
3.      Etika yang memuja kenikmatan
Banyak filsuf tradisional dan filsuf Jerman dan Perancis berpendapat bahwa tingkah laku kita ditentukan oleh asas-asas moral yang bersifat a priori dan universal. Locke menentang gagasan macam itu dangan menegasakan bahwa yang menentukan tindakan-tindakan kita bukanlah asas-asas universal melainkan sesuatu yang berasal dari pengalaman indrawi, yaitu rasa nikmat dan rasa sakit. Berdasarkan ajaran ini, Locke menetapkan lima nilai yang patut yang patut dikejar dalam hidup ini. Pertama dalah kesehatan, memungkinkan kita menikmati segala sesuatu dengan panca indera. Kedua adalah nama baik atau kehormatan, atau kenikmatan yang dihasilkan dari pengakuan sosial. Ketiga adalah pengetahuan, yang juga memungkinkan kita mengubah-ubah objek kenikmatan. Keempat adalah berbuat baik, yaitu tindakan yang menguntungkan dan memeberi kepuasan. Kelima adalah harapan akan kebahagian abadi.
4.      Ajaran Politik
Dalam keadaan asli, manusia hidup bermasyarakat dengan diatur oleh hukum-hukum kodrat dan masing-masing individu memiliki hak-hak yang tak bleh dirampas darinya. Melalui kontrak sosial dihasilkan pemerintahan atau kekuasaan eksekutif yang dibatasi oleh hukum-hukum dasar tertentu. Hukum-hukum itu melarang pemerintahan merampas hak individu. Pemerintah diperlukan justru untuk menjamin seluruh keamanan masyarakat. Fungsi pokok pemerintah, menurut Locke, adalah menjaga hak milik pribadi. Locke merupakan seorang juru bicara  kenamaan liberalisme dan perintis paham hak-hak asasi manusia.

3.4  Perkembangan Aliran Liberalisme Sampai Sekarang Ini
Unsur konseptual, sosial, ekonomi dan politik doktrin liberal saling terkait dengan membentuk proses sejarah yang tunggal. Liberalisme terutama berhubungan dengan citra-diri dan cita-cita kelas menengah yang baru muncul pada abad ke-18 dan ke-19 berlaku sebagai kredo yang mereka gunakan untuk menyingkirkan elite bangsawan dan pemilik tanah serta membangun lingkungan baru yang sesuai dengan kebutuhan perdagangan, industri, dan profesi. Kredo ini sudah jelas bagi teorotisi liberal “klasik” yang menulis perkembangan pada periode tersebut. Mereka melihat masyarakat Inggris yang pertama kali mengalami Revolusi Industri dan politik, telah memberikan model yang berusaha mereka tiru. Meskipun hubungan antara etos liberal dan perkembangan sosial dan politik Inggris sering dilihat secara tidak lengkap oleh para tokoh utama tradisi liberal Inggris, seperti John Locke (1632-1704), J.S. Mill (1806-1873), pemikir dari Scotlandia-terutama Adam Smith (1723-1790)-lebih menyadari serba kemungkinan sejarahnya. Kaum liberal Eropa kontinental (Eropa Barat non Inggris), jauh lebih mencermatinya, dan lebih sosiologis pada penulis seperti Montesquiue (1689-1755) dan beberapa pemikir lainya.
Pada abad ke-20, basis sosial liberalisme menjadi persoalan yang tidak dapat diabaikan oleh teoritisi liberal. Dalam masyarakat Industri massa yang di dominasi oleh perusahaan berskala besar dan organisasi administrasinya lainnya di satu sisi, meningkatkan diferensi sosial di sisi lain, agensi individu bebas yang diasumsikan oleh “liberalisme klasik” tengah terancam menurut tulisan-tulisan kaum liberal pada akhir abad ini. Proses pertama secara bertahap menelan individu ke dalam struktur agensi birokratis yang terikat aturan dan hierarkris, yang menggantikan wirausaha dengan administrator dan direktur profesional, dan memiskinkan ketrampilan sebagian tenaga kerja. Proses kedua menambah kompleksitas masyarakat industri sehingga kemampuan kita untuk memahami keragaman sosial yang muncul secara rasional dalam kerangka moral yang kognitif tunggal merosot tajam. Semakin individu terjebak dalam logika beragam peran dan fungsi sosial yang kadangkala sering bertentangan, dibanjiri informasi dan sumber persuasi yang kerap berlawanan, semakin lemah pula kemampuan mereka untuk menentukan orientasi secara otonom di dunia ini. Perkembangan-perkembangan ini mendistorsi cita-cita pasar kaum liberal, dan menambah kekhawatiran kaum liberal terhadap demokrasi. Lebih lanjut, perkembangan tersebut terkait erat dengan kemunculan buruh yang semakin terorganisasi, yang dalam ancamannya terhadap dominasi sosio-ekonomi dan politk kelas menengah berpotensi memunculkan tantangan terbesar bagi hegemoni liberal.
Menurut kaum liberal klasik, pasar bebas tidak menciptakan konflik sosial, tetapi menyelesaikannya. Mekanisme tangan-yang-tak-tampak (invisible hand) dalam hukum penawaran dan permintaan mendorong harmonisasi rencana hidup individu. Dengan alasan serupa, mereka mendukung perdagangan bebas antar negara (globalisasi) sebagai cara terbaik untuk mencapai perdamaian Internasional. Dari sudut pandang ini, cita-cita liberal bukan hanya terbentuknya masyarakat yang terdiri dari orang-orang egois yang mengejar kepentingannya sendiri, melainkan sekumpulan warga yang mandiri dan bertanggung jawab, yang bekerja sama untuk mencapai kebaikan individu, sosial, moral, dam material. Namun, persaingan yang sempurna dan cara kerja mekanisme harga yang mulus berasumsi bahwa konsumen sepenuhnya memahami kebutuhan mereka dan jasa yang ditawarkan untuk memenuhinya, dan mereka juga sanggup merasakan permintaan mereka. Namun dalam kenyataannya, ukuran pasar, pembagian kekayaan yang tidak adil, kontrol yang dijalankan oeh perusahaan besar dan organisasi buruh atas supali barang, jasa, dan imformasi di wilayah tertentu menunjukkan bahwa individu jarang memiliki pengetahuan semacam itu dan hanya dapat mempengaruhi ekonomi secara sangat tidak sempurna, bahkan ketika mereka memiliki pengetahuan itu. Faktor-faktor tersebut memperlihatkan bahwa ternyata ekonomi pasar tidak melahirkan masyarakat kerja sama yang terdiri dari individu yang berkembang bersama-sama, tetapi dunia yang berisi kelompok-kelompok kepentingan yang saling berlawanan dan bertentangan.
Penyebab-penyebab yang sama juga mengubah hakikat demokrasi. Hak pilih universal menghancurkan pemuka masyarakat lokal dan menududukkan partai politik massa sebagai pemain utama demokrasi. Pengaruh yang ditunjukkan organisasi itu membuat konsep-konsep tradisional tentang demokrasi liberal menjadi usang. Pembicaraan tentang pemicaraan dan kedaulatan dan perwakilan rakyat memiliki nilai yang terbatas apabila calon, penentuan agenda pemilihan umum, dan pemungutan suara hampir berada di tangan berbagai tangan mesin partai. Perkembangan ini juga menyurutkan pandangan konvensional kaum liberal perihal pembagian kekuasaan, dimana lembaga eksekutif atas mayoritas yang passif di lembaga legislatif. Kecenderungan partai massa modern untuk terikat pada kepentingan bukan pada pendirian, telah merubah sifat politik liberal dari proses perdebatan yang rasional menuju sarana tawar-menawar dan penyelesaian antara kelompok dan individu yang memiliki kepentingan sendiri (politik dagang sapi). Perdebatan politik tidak lagi berkenaan dengan kualitas atau kebenaran argumen lawan, tetapi manipulasi keinginan dankepentingan untuk membentuk mayoritas yang akan memerintah.






BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
            Dengan demikian yang menjadi kesimpulan makalah ini adalah kami berpandangan bahwa konsep pemberdayaan ekonomi kerakyatan merupakan solusi atas kegagalan liberalisme dan neoliberalisme sebagai transformasi dari ideologi liberal pada masa posmodern maupun kegagalan komunis dalam perang dingin. Liberalisme, neoliberalisme maupun sosialis-demokrat yang dikontruksikan oleh peradaban barat tersebut hanya semakin memperluas kesempatan bagi praktek monopoli yang dilakukan oleh multinasional korporasi pada berbagai belahan dunia.
Maka para pendiri negara ini telah membuat UUD 1945 pasal 33 yaitu :
1.      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2.      Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3.      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4.      Perekonomian nsional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi dengan prinsip kebersamaan,efesiensi berkeadila, berkelanjutan berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan  dan kesatuan ekonomi nasional.
Ditengah-tengah kondisi perekonomian dunia yang krisis tersebut, maka pemberdayaan ekonomi kerakyatan hadir sebagai politik alternatif pembangunan yang mengendepankan kearifan lokal, kesetaraan peran dalam perekonomian, berorientasi pada kelestaarian alam serta keseimbangan antara aspek materialisme dan spiritualisme.
4.2 SARAN
Sebagai warga negara marilah kita menjaga dan melestarikan alam ini karena dari alam manusia dapat mencukupi kebutuhannya serta adanya sinergis para stakeholders yang melanjutkan cita-cita bangsa dan negara indonesia yang berlandaskan pancasila dan UUD RI 1945.
DAFTAR PUSTAKA
UUD RI 1945
Wicaksono, kristian ; (2006) Administrasi dan birokrasi pemerintahan; Yogyakarta, Graha Ilmu.
Budiarjo, miriam; (2008) Dasar-dasar Ilmu Politik; Jakarta, Gramedia , edisi revisi.
Agustino, leo; (2007) Perihal Ilmu Politik ; Yogyakarta, Graha Ilmu .
Istianto, bambang; (2001) Demokratisasi ; Jakarta, Mitra Wacana Media.
Fadel, muhammad; (2008) Reinventing Local Government; Jakarta: Kompas Gramedia
Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Mikroekonomi. 1999. Jakarta: Rajawali Press.
Soekanto, soejono (2009) Pengantar Sosiologi; Jakarta : Rajawali Press