Sejarah
Perkembangan Dan Kegunaan Filsafat Ilmu
1.
Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu
Kemunculan
dan perkembangan pengetahuan pada zaman batu dan logam ± 4 juta tahun sebelum
masehi ditemukan adanya konsep tentang alat untuk kegiatan manusia. Konsep
tersebut menjelma sebagai benda-benda yang dipakai oleh sekelompok manusia dan
menunjukkan adanya perubahan. Perubahan itu adanya hubungan dengan perbaikan
fungsi dan perbaikan bahan. Perbaikan fungsi berarti adanya kecendurungan
menuju kepada fungsi yang lebih baik. Perbaikan bahan adalah bukti adanya hasil
karya manusia yang disebut kebudayaan yang diciptakan oleh manusia.
Secara
historis, periodisasi perkembangan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa masa,
yaitu sebagai berikut:
1.
Zaman Prasejarah
Zaman prasejarah disebut juga zaman
batu atau masyarakat purba. Zaman ini manusia telah mampu menciptakan konsep
tentang alat sebagai perkakas untuk keperluan kehidupan manusia. Hal tersebut menunjukkan
telah ada pemikiran menuju kearah ilmu pengetahuan. Kemudian pada masa ini
mereka sudah mampu memelihara tanaman dan hewan liar hingga menjadi hewan dan
tanaman yang kualitasnya sesuai serta memenuhi kebutuhan manusia (misalnya
gemuk, kuat, tahan panas atau dingin, lari cepat dan lain-lain). Pengetahuan
yang mereka lakukan bersifat mencoba-coba dan salah atau gagal (trial and eror). Namun demikian, setelah
ratusan tahun semua penemuannya menjadi mapan dan dapat diulangi serta
berkesinambungan sehingga tersusunlah know
how. Dengan rasa ingin tahunya, manusia selalu berupaya mencari
jawaban-jawaban atas permasalahan yang dihadapinya yang dilakukan secaraimiah
dan dilakukan secara terus menerus sehingga terjadi perubahan-perubahan kearah
yang lebih baik.
2.
Zaman Sejarah
Zaman sejarah disebut juga zaman
batu muda atau zaman peradaban dan pertanian. Pada masa ini manusia telah
mempunyai kemampuan menulis, membaca dan menghitung sehingga setiap peristiwa
dapat dicatat dan dapat memperkecil kesalahan. Di zaman ini telah dapat
memasyarakatkan pengetahuan secara luas walaupun disampaikan secara lisan (socialization of knowledge). Kemajuan
pengetahuan terlihat pesat dengan bukti lahirnya kerajaan-kerajaan besar
seperti Mesir, Babilonia, Sumeria, Niniveh, dan juga kerajaan-kerajaan lain
yang lahir di India dan Cina.
Kemampuan menulis di zaman ini
adalah suatu peristiwa dapat dinyatakan dengan gambar-gambar yang ditemukan
dalam goa-goa di Spanyol dan Perancis. Untuk memudahkan penulisan,
gambar-gambar tersebut disederhanakan dan diberi bentuk tertentu (contoh tulisan kanji). Kemudian
meningkatkan kepada lapangan yang bersifat abstraksi, yaitu suku kata yang
diberi tanda tertentu dari segi bentuk dan bunyinya. Tingkat suku kata disebut hieroglif, yang dimulai oleh Jf.
Champolion yang telah menganalisis sebuah tulisan pada sebuah batu yang disebut
Batu Rosetta yang ditemukan dekat
kota Rosseta (Mesir) pada tahun 1799
oleh seorang prajurit lascar Napoleon, yaitu tulisan “Yunani” tulisan “rakyat”
(demotic) dan “hieroglif”.
Dari yang terakhir menuju kearah
abjad merupakan suatu abstraksi lebih lanjut yang mungkin berdasarkan tingkatan
hieroglif. Dari sejumlah suku kata yang bunyinya sama. Bunyi yang sama ini
kemudian diberi tanda lagi, misalnya Ka, Ki, Ku, Ke, Ko. Dari suku-suku kata
tersebut yang sama ialah bunyi K-nya. Sehingga seolah-olah K merupakan
abstraksinya tingkat dua setelah tingkat hieroglif.
Kemampuan berhitung sama dengan
kemampuan menulis, yaitu melalui proses abstraksi terhadap suatu soal yang sama
diantra soal yang berbeda-beda. Metode yang digunakan adalah metode mapping, yaitu dengan cara mengumpulkan
dan mengatur. Sebagai contoh, untuk menghitung jumlah kambing setiap hari, maka
kambing yang berada di kandangnya dikeluarkan satu demi satu dengan menyisihkan
sebuah batu kerikil setiap mengeluarkan setiap mengeluarkan seekor kambing.
Setelah digembala seharian, maka kambing itu dapat dihitung kembali lagi ke
kandangnya. Hasil dari abstraksi ini adalah bilangan satu, dua, tiga dan
seterusnya, yang semuanya disebut system
natural numbers. Kemampuan menulis dan berhitung dengan natural sistem
jumlah adalah kemajuan yang sangat berarti, karena tanpa penemuan itu, kemajuan
zaman seperti sekarang ini tak mungkin tercapai.
Pada era ini pengetahuan
berlangsung lebih cepat dari era sebelumnya, misalnya yang berhubungan dengan
ilmu pengetahuan ialah tentang catatan perbintangan yang bermuara kepada “astrologi dan astronomi”. Cara yang
dilakukan di sini melalui tahapan-tahapan: pengamatan, pengumpulan data,
analisis, abstraksi, dan sintesis kembali. Tahapan-tahapan ini sampai sekarang
masih dilakukan dalam berbagai lapangan yang luas dengan alat-alat modern,
seperti alat potret, tape recorder, kaset, komputer dan sebagainya. Kemudian
timbullah sejumlah penemuan dan perkembangan lainnya. Seperti a) lapangan matematika di Mesir ditemukannya segi
tiga dengan unit 3,4 dan S yaitu segi tiga siku-siku pada zaman Phytagoras
(580-500 SM); b) lapangan perdagangan, timbullah pengukuran, luas ladang
diukur, berat gandum diukur, hasilnya dihitung untuk raja atau negara, petani
dan harga hasil panen ditetapkan. Dalam dunia dagang tercipta uang logam
sebagai nilai tukar. c) lapangan hukum, perundang-undangan raja ditulis, yang
pada zaman sekarang ditemukan di berbagai tempat.
3.
Zaman Logam
Zaman logam masuk dalam kategori
kebudayaan klasik. Pada masa ini perkembangan ilmu lebih pesat lagi, yaitu
telah ditemukannya logam yang diolah sedemikian rupa menjadi sebuah perhiasan
yang indah dan mahal harganya. Kemampuan yang tinggi, kemudian dipakai untuk
hal-hal diabadikan dalam bentuk patung yang sekarang masih tersimpan dimuseum,
bernilai artistik tinggi. Misalnya patung Nefertili
adalah patung istri raja Firaun di Mesir. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya
kebudayaan yang tinggi dan adanya kerajaan yang luas dan berkuasa.
Menurut Burhanuddin Salam (2000:34)
pada zaman purba secara ringkas ditandai oleh lima macam kemampuan, yaitu a) know how dalam kehidupan sehari-hari; b)
pengetahuan ang berdasarkan pengalaman. Pengalaman ini diterima sebagai fakta
oleh sikap receiptive mind, kalaupun
ada keterangan tentang fakta tersebut maka keterangan itu bersifat mistis,
magis dan religius; c) kemampuan menemukan abjad dan natural number system berbagai jenis siklus, yang semuanya
berdasarkan proses abstraksi; d) kemampuan menulis, berhitung, dan menyusun
kelender yang semuanya berdasarkan sintesis terhadap hasil abstraksi yang
dilakukan; e) kemampuan meramalkan berdasarkan peristiwa-peristiwa fasis,
seperti gerhana bulan dan lain-lain.
4.
Zaman Yunani dan Romawi
Perkembangan know how di masaa ini tingkatannya lebih maju dari zaman
sebelumnya. Pengetahuan empiris berdasarkan sikap receptive attitude mind, artinya bangsa Yunani tidak dapat menerima
empiris secara pasif reseptif karena mereka memiliki jiwa an inquiring attitude. Maka lahirlah filsafat yang mempunyai arti lebih
luas daripada sekarang, yaitu meliputi semua bidang ilmu sebagai induk ilmu
pengetahuan (matter scientiarium).
Thales (dari Miletus 624-548 SM)
sebagai filsuf pertama yang mempertanyakan dasar isi alam. Jawaban atas pertanyaan
itu ada empat (air, api, udara dan tanah) yang masing-masing filsuf
berbeda-beda pendapat. Namun, bagi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, yang
penting bukan jawabannya tetapi pertanyaannya. Pertanyaan Thales sampai saat
ini tetap relevan yang menyebabkan riset berkesinambungan yang mendorong
pemikiran riset, bahkan menimbulkan konsep baru dalam zamannya, yaitu timbulnya
konsep tentang evolusi (development
proces).
5.
Filsafat Ilmu di India dan Cina
Filsafat di India sangat berlainan
dengan filsafat modern yaitu lebih menyurupai ngelmu dari ilmu, lebih mendekati arti kata philosophia yang semula, lebih merupakan ajaran Hindu yang
bertujuan memaparkan bagaimana orang dapat mencapai kebahagian yang kekal
(Burhanuddin Salam, 2000:54). Sikap orang Yunani lebih objektif dan rasional
teknis dan sikap orang India lebih subjektif, lebih mementingkan perasaan, dan
terbuka bagi realitas ajaib yang mengatasi segala-galanya dan harus dihormati
dengan korban-korban dan upacara-upacara. Alam pikiran orang India adalah magic religious filsafat tidak dipandang
sebagai ilmu tersendiri melainkan sebagai faktor penting dalam usaha pembebasan
diri.
Sifat-sifat khusus yang membedakan
filsafat India dan Yunani adalah seluruh pengetahuan filsafat diabadikan kepada
usaha pembebasan atau penebusan, berpangkal pada buku-buku kuno yang
kekuasaannya tidak dapat diganggu gugat, hanya dapat ditafsirkan dan
diterangkan lebih lanjut, perumusan-perumusan umumnya kurang tajam tidak tegas
membedakan yang konkret dan abstrak, tampak kekuatan asimilasi yang sangat
besar, hingga unsur-unsur yang bertentangan satu sama lain dimasukkan dalam
sistem “syncretism” dan sistem yang
ditemukan sejumlah pengertian yang timbul bukan dari filsafat, melainkan
merupakan warisan dari zaman kuno.
Filsafat Cina (Tionghoa) pusat
perhatiannya Chutzu atau Hsuan-Hsueh, yaitu kelakuan manusia
sikapnya terhadap dunia yang mengelilinginya, dan sesama manusia, karena
manusia dan dunia merupakan satu kesatuan, satu kosmos, kesatuan yang tidak
boleh diganggu oleh perbuatan-perbuatan manusia yang tidak selayaknya. Mereka
menitikberatkan kepada what man is (= his moral quality) daripada what he has (= his intellectual and material capacities). Pengetahuan tidaklah
dikejar “asal mengetahui saja”. Cita-cita mereka tak lain daripada menjadi “the inner sage”, yang “bijaksana” yang
lebih menitikberatkan pada etika bukanlah logika atau metafisika.
6.
Filsafat Ilmu pada Masa Islam
Ilmu pengetahuan dan teknologi
modern lahir dari kandungan Islam, yaitu menemukan metode ilmiah yang menjadi
kunci pembuka rahasia alam semesta yang menjadi perintis modernisasi Eropa dan
Amerika.
Percobaan-percobaan yang dilakukan
dalam dunia Isalam mirip dengan percobaan trial
and eror dengan motif untuk membuat logam emas yang sangat berharga.
Sehingga lahirlah metode kimia (Arab; al
kimia) sebagai awal dari chemistry zaman
modern. Ditemukannya berbagai penemuan antara lain dalam dunia kedokteran ialah
salmak. Ilmu kedokteran zaman Islam
berkembang baik sekali berkat dorongan para raja.
Tokoh dalam lapangan ilmu
kedokteran di antaranya al-Razi, Ibnu Sina, Abu al-Qasim, Ibnu Rusyd dan
al-Idrisi. Ibnu Sina menulis buku-buku standar kedokteran sampai tahun 1650.
Abu al-Qasim menulis Ensiklopedia Kedokteran antara lain tentang bedah dan
mereka berkarya pada lapangan ilmu astronomi, matematika dan filsafat. Ibnu
Rusyd menulis tentang kedokteran dan menerjemahkan karya Aristoteles, ia
penganut aliran evolusianisme. Sementara al-Idrisi membuat 70 peta dari daerah
yang dikenalnya lalu dipersembahkan kepada raja Roger II dari kerajaan Sicilia.
Dalam lapangan astronomi dia mempertahankan asas yang ditetapkan oleh
Ptolemeus, yaitu geosentris dan homosenris. Pada masa Islam banyak melahirkan
ilmu pengetahuan, yang sampai saat ini masih relevan digunakan. Pola pikirnya
rasional, empiris dan luas serta menggunakan metode ilmiah.
7.
Filsafaat Ilmu pada Abad Kegelapan
Pada masa ini bangsa Romawi lebih
sibuk dengan masalah-masalah keagamaan yang terus mempelajari dosa dan
bagaimana cara menghapuskannya sebagaimana diungkapkan Burhanuddin Salam
(2000:129) sebagai berikut:
“betapapun terkenalnya bangsa
Romawi, namun dalam lapangan ilu pengetahuan mereka praktis tidak memberikan sumbangan
apapun. Bangsa Romawi ulung dalam soal militer dan peperangan, soal politik,
perdagangan, pelayaran, pembangunan sistem pengajaran, jalan raya dan pertanian
serta peternakan. Kerajaan yang tunduk pada Katolik-Romawi yang tidak
memberikan sumbangan yang berarti dalam lapangan pengetahuan. Mereka lebih
sibuk dengan masalah-masalah keagamaan, dan terus menerus mempelajari masalah
dosa, penghapusan dosa, soal ketuhanan dan sebagainya tanpa memerhatikan soal
duniawi dan soal ilmu pengetahuan.”
Bangsa Romawi pada masa ini tidak
memerhatikan soal pengetahuan dan soal duniawi sehingga kerajaan Romawi runtuh.
Maka masa ini dikenal sebagai masa kegelapan. Disini tidak terjadi perubahan
pengetahuan karena mereka hanya berpegang pada karya Aristoteles tanpa banyak
mengadakan perubahan. Mereka menganggap segala ilmu yang bertentangan dengan
Arsitoteles dan Kitab Suci harus dilenyapkan. Hal tersebut menunjukkan bangsa
Romawi mengalami kemunduran berpikir sehingga ilmu pengetahuan tidak
berkembang.
8.
Filsafat Ilmu pada Abad ke-16 dan 17
abad ke-16 dan 17 merupakan masa
kebangkitan atau renaissance berarti
massa untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani-Romawi) dengan
meninggalkan kebudayaan tradisional yang bernafaskan Kristiani (Burhanuddin
Salam, 2000: 131). Dimasa ini dikenal sebagai periode kebangkitan eropa dan
mulai bangkit ilmu pengetahuan yang melahirkan suatu teori yang disebut teori
realisme dan idealisme. Teori ini mempunyai pandangan yang realistis terhadap
dunia ini. Pengetahuan menurut teori ini adalah gambaran yang sebenarnya dari
apa yang ada dalam alam nyata ini. Sedangkan teori idealisme berpendapat bahwa
mempunyai gambaran yang benar-benar tepat sesuai dengan kenyataan adalah
mustahil. Oleh karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis hanya merupakan
subjektif dan bukan objektif tentang kenyataan.
Pada masa ini dari segi metodologi
dan psikologi, seluruh llmu pengetahuan menurut Burhanuddin Salam (2000:165),
didasarkan pada hal-hal berikut ini:
a. Pengamatan
dan pengalaman manusia terus menerus.
b. Pengumpulan
data yang terus menerus dilakukan secara sistematis.
c. Analisis
data yang ditempuh dengan berbagai cara (misalnya analisis langsung, analisis
perbandingan dan analisis matematika menggunakan model-model matematika)
d. Penyusunan
model-model atau teori-teori, serta penyusunan ramalan-ramalan sehubungan
dengan model-model itu.
e. Percobaan-percobaan
untuk menguji ramalan-ramalan tersebut. Percobaan itu akan menghasilkan
beberapa keungkinan diantaranya mungkin benar dan mungkin salah jika terbukti
salah, terbuka kemungkinan untuk mencari kesalahan cara berpikir sehingga terbuka
pula kemungkinan untuk memperbaiki. Dengan demikian ilmu pengetahuan modern
memiliki suatu built-in self corrective
system yang memungkinkan disingkirkanya kesalahan dami kesalahan secara
bertahap untuk menuju ke arah kebenaran.
Metode berpikir pada masa ini sudah
menggunakan metode ilmiah mulai dari pengamatan yang ditunjang oleh teori-teori
kemudian dianalisis yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga
kesalahan-kesalahan dapat diperbaiki dan menghasilkan yang terbaik.
9. Filsafat
Ilmu pada Abad ke-18 dan 19
pada masa ini kecepatan
perkembangan ilmu pengetahuan pada abad-abad berikutnya benar-benar sangat
menakjubkan. Ilmu pengetahuan empiris makin mendominasi ilmu pengetahuan. Satu
penemuan diikuti dengan penemuan lain, saling mengisi. Penemuan-penemuan di
akhir abad 18 didominasi oleh pegetahuan bidag fisika. Tokoh-tokoh fisika
seperti Faraday (1791-1967), penemuan dibidang kelistrikan, galvanik dan
lain-lain sehingga semuanya itu membuka jalan bidang ilmu lainnya.
Aliran baru dalam lapangan ekonomi,
sosial dan alam pikiran terus bergejolak. Masih diilhami adanya hukum-hukum alam
dan manifestasinya sebagai hak asasi manusia, timbul aliran falsafah baru yang
dipimpin oleh Karl Marx dan Frederick Engels, yang dinamakan dialektif
materialism, karena teori dialektif sejarah Hegel diberi interpretasi
aterialistis oleh Karl Marx, secara ringkas pandangan-pandangan dan
ajaran-ajaran itu terdapat dalam Manifesto
Communist.
10. Filsafat
Ilmu pada Abad ke-20
Filsafat pada abad ke-20 merupakan
abad percobaan bagi ilmu pengetahuan. Perang dunia ke-1 dan ke-2 sebagai coreng
sejarah menandai ketidaksanggupan ilmu pengetahuan membimbing dirinya. Di sini
menunjukkan bahwa ilmu yang semula tujuannya baik ternyata malah berdampak
negatif bahkan membinasakan manusia. Sebagai contoh penemuan bom atom yang
digunakan pada perang dunia ke-2 telah membinasakan banyak manusia.
Ada tiga teori yang datang di abad
ke-20 yang cukup menggelisahkan ilmu pengetahuan, yaitu teori relativitas,
teori quantum, dan teori elektris tentang materi. Dalam abad ke-20 ilmu
pengetahuan empiris bertambah banyak dan maju dan ilmu pengetahuan mulai
memasuki kesadaran baru, mulai menyadari batas-batas kemampuannya.
2.
Kegunaan Filsafat Ilmu
Adapun manfaat
dari mempelajari filsafat ilmu, yaitu :
1. Menyadarkan
seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir.
artinya hanya berpikir murni
dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar
dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuwan nyaris-nyaris tidak dapat
dilepaskan dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan. Jadi filsafat ilmu
diperlukan kehadirannya di tengah perkembangan IPTEK yang ditandai semakin
menajamnya spesialisasi ilmu pengetahuan. Sebab dengan mempelajari filsafat
ilmumaka para ilmuwan akan menyadari keterbatasan dirinya dan tidak
terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual. Hal yang diperlukan adalah
sikap keterbukaan diri di kalangan ilmuwan sehingga mereka dapat saling menyapa
dan mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang dimilikinya untuk kepentingan
umat manusia.
2. Mengembangkan
ilmu, teknologi dan perindustrian dalam batasan nilai ontologis. Melalui
paradigma ontologism diharapkan dapat mendorong pertumbuhan wawasan spiritual
keilmuan yang mampu mengatasi bahaya sekularisme segala ilmu.
3. Mengembangkan
ilmu, teknologi dan pertindustrian dalam batasan nilai epistemologis. Melalaui
paradigma epistemologis diharapkan akan mendorong pertumbuhan wawasan
intelektual keilmuan yang mampu membentuk sikap ilmiah.
4. Mengembangkan
ilmu, teknologi dan perindustrian dalam batasan aksiologi.
Melalui paradigma aksiologis
diharapkan dapat menumbuhkembangkan nilai-nilai etis, serta mendorong perilaku
adil dan membentuk moral tanggung jawab. Segala macam ilmu dan teknologi dipertanggung
jawabkan bukan unntuk kepentingan manusia, namun juga untuk kepentingan obyek
semua sebagai sumber kehidupan.
5. Menambah
pandangan dan cakrawala yang lebih luas agar tidak berpikir dan bersikap sempit
dan tertutup.
6. Menjadikan
diri bersifat dinamis dan terbuka dalam menghadapi berbagai problem.
7. Menyadari
akan kedudukan manusia baik sebagai pribadimaupun dalam hubungannya dengan
orang lain, alam sekitar,dan Tuhan YME.
8. Filsafat
ilmu bermanfaat untuk menjelaskan keberadaan manusia di dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan alat untuk membuat hidup menjadi
lebih baik
9. Filsafat
ilmu bermanfaat untuk membangun diri kita sendiri dengan berpikir secara
radikal (berpikir sampai ke akar-akarnya), kita mengalami dan menyadari
keberadaan kita.
10. Filsafat
ilmu memberikan kebiasaan dan kebijaksanaan untuk memandang dan memecahkan
persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang hidup secara
dangkal saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi melihat
pemecahannya.
11. Filsafat
ilmu memberikan pandangan yang luas, sehingga dapat membendung egoisme dan
ego-sentrisme (dalam segala hal hanya melihat dan mementingkan kepentingan dan
kesenangan diri sendiri).
12. Filsafat
ilmu mengajak untuk berpikir secara radikal, holistik dan sistematis, hingga
kita tidak hanya ikut-ikutan saja, mengikuti pada pandangan umum, percaya akan
setiap semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa
yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, dengan cita-cita mencari
kebenaran.
13. Filsafat
ilmu memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam
etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, ilmu
jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.
14. Filsafat
ilmu bermanfaat sebagai pembebas. Filsafat bukan hanya sekedar mendobrak pintu
penjara tradisi dan kebiasaan yang penuh dengan berbagai mitos dan mite,
melainkan juga merenggut manusia keluar dari penjara itu. Filsafat ilmu
membebaskan manusia dari belenggu cara berpikir yang mistis dan dogma.
15. Filsafat
ilmu membantu agar seseorang mampu membedakan persoalan yang ilmiah dengan yang
tidak ilmiah.
16. Filsafat
ilmu memberikan landasan historis-filosofis bagi setiap kajian disiplin ilmu
yang ditekuni.
17. Filsafat
ilmu memberikan nilai dan orientasi yang jelas bagi setiap disiplin ilmu.
18. Filsafat
ilmu memberikan petunjuk dengan metode pemikiran reflektif dan penelitian
penalaran supaya manusia dapat menyerasikan antara logika, rasio, pengalaman,
dan agama dalam usaha mereka dalam pemenuhan kebutuhannya untuk mencapai hidup
yang sejahtera.
19. Filsafat
ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah
yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar
dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Menghindarkan diri dari memutlakan
kebenaran ilmiah, dan menganggap bahwa ilmu sebagai satu-satunya cara
memperoleh kebenaran. Menghidarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak
menghargai sudut pandang lain di luar bidang ilmunya.