IMPLEMENTASI PROGRAM BERAS MISKIN
(RASKIN) DALAM UPAYA PEMENUHAN
KEBUTUHAN HIDUP MASYARAKAT
YANG KURANG MAMPU
Dosen
Pembina: Dr. Abdul Kadir, M.Si
Mata
Kuliah: Proses Perumusan Dan Kebijakan Publik
DISUSUN
OLEH :
BERKAT GOWASA
14.013.121.005
PROGRAM STUDI
ILMU PEMERINTAHAN
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
DARMA AGUNG
MEDAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perubahan
penyelenggaraan pemerintahan membawa perubahan dalam pola penyelenggaraan
pemerintahan daerah dari pemerintahan sentralistik menjadi pemerintahan otonom
yang terwujud dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah : “Hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. UU
Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut: “Daerah
otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Inti dari pelaksanaan Otonomi Daerah
adalah terdapatnya keleluasan Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri
atas dasar prakarsa, kreativitas, dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka
mengembangkan dan memajukan daerahnya. Otonomi Daerah tidak hanya berarti
melaksanakan demokrasi dilapisan bawah, tetapi juga mendorong aktivitas
masyarakat untuk melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi
lingkungannya.
Adanya otonomi daerah, maka
pemerintah daerah otonom dapat dengan cepat merespon tuntutan masyarakat daerah
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan
(perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah
pelaksanaan pembangunan dan pemberikan pelayanan publik kepada masyarakat akan
dapat berjalan dengan cepat dan berkualitas karena pemerintah daerah dianggap
yang paling mengetahui apa yang menjadi kebutuhan warganya.
Organisasi
kecamatan sebagai organisasi lokal yang sangat dekat dengan lingkungan
masyarakat, keberadaaannya sangat ditentukan oleh penerimaan masyarakat.
Tingkat penerimaan masyarakat tersebut sangatlah ditentukan oleh sejauhmana
tingkat pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Pelayanan yang dimaksudkan
di sini adalah sejauhmana organisasi kecamatan tersebut memberikan kemudahan di
dalam mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), perijinan-perijinan, surat
keterangan dan lain sebagainya.
Pemberian pelayanan kepada
masyarakat tersebut sangatlah bergantung sejauhmana efektivitas dan efisiensi
dari organisasi kecamatan tersebut. Sebuah organisasi kecamatan yang efektif
dan efisiensi dapat memberikan kemudahan-kemudahan kepada masyarakat dalam
memberikan pelayanan. Organisasi kecamatan yang efektif dan efisien memiliki
ciri-ciri antara lain memiliki transparansi dalam pelayanan, kecepatan dalam
pelayanan, prosedur pelayanan yang sederhana, biaya pelayanan yang sangat
murah, tidak terdapat diskriminasi dalam pelayanan serta yang paling penting
adalah adanya kepercayaan dan citra yang baik dari kantor kecamatan tersebut
yang diberikan oleh masyarakat.
organisasi
kecamatan secara lebih spesifik fungsi penyuluhan kepada masyarakat. Artinya
dengan memberikan pelayanan yang efektif dan efisien kepada masyarakat
tersebut, organisasi kecamatan telah menjalankan fungsi memberdayakan
masyarakat terutama memberikan kemudahan-kemudahan serta peluang di dalam
mengembangkan dirinya. Dalam konteks penyuluhan ini, organisasi kecamatan
mempunyai fungsi untuk memberdayakan masyarakat yang ada di wilayahnya. Secara
administratif, organisasi kecamatan bertanggung jawab untuk melakukan
penyuluhan kepada masyarakat.
Jadi
tidak heran lagi sering mendengarkan tuntutan perubahan sering ditujukan kepada
aparatur pemerintah, menyangkut pelayanan publik yang di berikan kepada
masyrakat. Rendahnya mutu pelayanan publik merupakan citra buruk pemerintah di
tengah masyarakat. Dan bagi masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi
selalu mengeluhkan, dan kecewa terhadap tidak layaknya aparatur dalam
memberikan pelayanan.
Pelayanan masyarakat dapat
dikategorikan efektif apabila masyarakat mendapatkan kemudahan pelayanan dengan
prosedur yang singkat, cepat, tepat dan memuaskan. Keberhasilan meningkatkan
efektifitas pelayanan umum ditentukan oleh faktor kemampuan pemerintah dalam
meningkatkan disiplin kerja aparat pelayanan.
Peran pemerintah yang strategis,
akan banyak ditopang oleh kemampuan aparat pemerintah melaksanakan tugas dan
fungsinya. Salah satu tantangan besar yang dihadapi pemerintah adalah kemampuan
melaksanakan kegiatan secara efektif dan efisien, karena selama ini aparat
pemerintah identik dengan kinerja yang berbelit - belit penuh dengan KKN serta
tidak ada standar yang pasti.
Seiring dengan pelaksanaan otonomi
daerah, sebagai salah satu daerah otonom
selalu dituntut untuk memeberikan kesejahteraan kepada masyarakat, bangsa dan
negara yang mencerminkan lewat kinerja aparat pemerintah dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan
pertumbuhan serta peningkatan kebutuhan dasar masyarakat. Titik berat otonomi
daerah saat ini adalah desa atau kecamatan, dimana pelayanan yang paling dekat
dengan masyarakat dan secara langsung. Oleh karena itu, Pelaksanaan pelayanan
publik sangat penting untuk diperhatikan.
Krisis yang menekan perekonomian
Indonesia ada pertengahan 1997, telah memberi pengaruh yang sangat merugikan bagi
kondisi makro-ekonomi secara keseluruhan dan yang terpenting adalah
kesejahteraan rakyat. Jumlah penduduk yang berada dalam kemiskinan dipercayai
naik secara drastis (Saifullah, 200)
Menurut Badan Pusat Statistik
(2006), kemiskinan merupakan suatu kondisi kehidupan serba kekurangan yang
dialami seseorang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal kehidupannya.
Standar minimal kebutuhan hidup ini berbeda antara satu daerah dengan daerah
lain. Kebutuhan minimal tersebut meliputi kebutuhan untuk makanan sehingga
kemungkinan seseorang bisa bekerja untuk memperoleh pendapatan.
Peranan beras dapat dilihat dari
aspek sosial dan politik. Kerawanan pangan biasanya akan lebih mudah menyulut
keresahan masyarakat. Kerawanan pangan terjadi akibat kekeringan, saat itu
suplai beras sangat terbatas dan hal tersebut juga terjadi di luar negeri
sehingga harga beras naik tajam. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa masalah
pangan tidak saja merupakan masalah individu dan bangsa secara menyeluruh. Pada
kondisi penyediaan pangan mencukupi masalah akan muncul secara potensial dapat
selalu timbul (Amang, 1993).
Kondisi ini oleh Amang Dan Sawit
(2001) dianggap sebagai indikasibahwa Pemerintah ingin meninggalkan kebijakan
subsidi harga beras kepada konsumen umum, karena dengan kebijkan OPK (Operasi
Pasar Khusus), konsumen menengah ke atas justru lebih banyak menikmati subsidi
dibandingkan kelompok menengah ke bawah. Melalui kebijkan OPK ini pemerintah
bermaksud mentransfer pendapatan kepada kelompok penduduk miskin atau berpendapatan
rendah. Setiap tahunnyaOPK dievaluasi dan terus melakukan penyempurnaan pada
tahun 2002, nama program diubah dengan RASKIN (Beras Untuk Keluarga Miskin)
dengan tujuan agar lebih dapat tepat sasaran. (BULOG, 2006).
Berdasarkan identifikasi dan inventarisasi
data dari pemberitaan di media masa tahun 2002 dan 2003, setidaknya ada delapan
kesalahan dalam penyaluran RASKIN, sehingga amat merugikan masyarakat miskin
yang menerimanya. Pertama, salah
sasaran, RASKIN yang mestinya dibagikan kepada keluarga miskin, ternyata jatuh
ke tangan kelompok masyarakat lain. Kedua,
mutu beras jelek, meski Pemerintah menjamin kualitas raskin berkondisi baik,
namun banyak dikeluhkan, beras dibagikan apek, pera, kotor dan banyak kutu. Ketiga, dijual lagi ke pasar, RASKIN
tidak dibagikan kepada yang berhak menerima, tetapi oleh oknum petugas dijual
ke eadah. Keempat, jumlah RASKIN yang
dibagikan bukan dalam bentuk ukuran per kilogram, tetapi per liter, sehingga
beras yang diterima jumlahnya kurang. Kelima,
tidak sesuai harga, harga pembelian RASKIN yang semestinya Rp. 1.600/kg, harus
dibeli seharga Rp.1.800/liter (bukan kilogram). Kekurangan itu juga bisa
terjadi karena penggunaan timbangan yang keliru dan berbeda denga timbangan
satandar. Keenam, ada biaya tambahan,
harga RASKIN yang mestinya dijual Rp. 1.600/kg, terpaksa harus dibayar lebih,
karena ada biaya tamabahan seperti untuk biaya administrasi, ongkos angkutan
dan lainnya. Ketujuh, kesalahan data,
akibatnya tidak adanya koordinasi antara pemerintah baik dari pusat, provinsi,
kabupaten sampai desa, jumlah orang miskin yang didata lebih besar dari yang
sebenarnya, sehingga RASKIN yang dibagikan kurang. Kedelapan, menunggak setoran pembayaran, akibat tunggakan hasil
penjualan RASKIN di sauatu daerah yang tidak disetorkan ke BULOG, maka BULOG
tidak mau menyalurkan lagi jatah RASKIN sebelum tunggakan dilunasi. Hal ini
tentu amat merugikan penerima manfaat RASKIN, karena mereka membeli secara
kontan, sedangkan urusan penyetoran uang hasil pembelian tidak diketahui.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
efektivitas pelayanan dalam penyaluran beras miskin kepada masyarakat sebagai
penerima manfaat ?
2. Apa
kendala-kendala yang dihadapi dalam menyalurkan beras miskin kepada masyarakat
yang menerima ?
1.3. Tujuan Penelitian
Setiap
penelitian harus mempunyai tujuan yang sesuai dengan masalah yang diteliti.
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk
mengetahui efektivitas pelayanan dalam
penyaluran raskin kepada masyarakat sebagai penerima manfaat.
2. Untuk
mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelayanan penyaluran raskin
kepada masyarakat yang menerima.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Secara
Praktis, sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam memberikan pelayanan penyaluran raskin
kepada masyarakat dalam melayani kebutuhan masayarakat.
2. Secara
akademis, hasil penelitian ini di diharapkan dapat menambah pengetahuan,
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berpikir melalui karya ilmiah serta
dapat menambah wawasan bagi mahasiswa Ilmu Pemerintahan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Pustaka
Pagan
merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahanakan hidup dan
karenanya kecukupannya pangan bagi setiap orang waktu merupakan hak azasi yang
layak dipenuhi (syafaat dan simatupang,
2006).
Selain itu Amang (1993) juga
mengatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan manusia yang dianggap strategis dan
sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional bahkan politisi. Terpenuhinya
kebutuhan pangan secara kuantitas dan kualitas merupakan hal yang sangat
penting sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam
jangka panjang.
Beras memiliki urutan utama dari
jenis bahan pangan yang dikonsumsi. Hampir seluruh penduduk Indonesia
menjadikan beras sebagai bahan pangan utama, beras merupakan nutrisi penting
dalam struktur pangan, karena itu peranan beras memiliki prananan strategis
dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Salah satu pihak yang perlu
diperhatikan dalam penentuan kebijakan pangan, terutama beras adalah konsumen.
Beras masih menjadi sumber pangan pokok bagi sebagian terbeasar penduduk Indonesia.
Partisipasi konsumsi beras di berbagai wilayah adalah diatas besaran 90 persen.
Kepentingan Konsumen perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan di bidang
perberasan (Harianto, 2001).
Tim peneliti mendapatkan kenyataan
bahwa sebagian besar rumah tangga tidak menyimpan pangan pokok. Kerena
mempunyai kecenderungan membeli pangan pokok (beras) setiap hari. Ini berarti
rumah tangga berpendapat rendah tidak mempunyai cadangan pangan, sehingga dapat
dikatakan bahwa kehidupan mereka sangat
rentan terhadap perubahan harga beras. Krisis ekonomi telah menurunkan
ketahanan pangan rumah tangga.
Persedian pangan yang cukup secara
nasional tidak menjamin adanya ketahanan pangan tingkat regional maupun rumah
tangga atau individu. Walaupun secara nasional persedian panggan mencukupi,
munculnya kasus kerawanan pangan dan ditemukannya bayi dan anak balita
berstatus gizi buruk di berbagai daerah di Indonesia merupakan fakta yang tidak
dapat dipungkiri (Anonimus, 2002).
Kemiskinan sebagai penyebab gizi
kurang menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum. Hal ini harus mendapat
perhatian serius karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan
berpengaruh besar pada konsumsi pangan. Golongan miskin menggunkan bagian
terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan, dimana untuk
keluarga-keluarga di negara berkembang sekitarnya dua pertiganya (Suhardjo,
1996).
Masalah rawan pangan yang mengalami
sebagian besar penduduk desa semakin meningkat khususnya pada saat terjadi
krisis ekonomi tahun 1997. Banyak masyarakat miskin yang tidak mampu membeli
beras pada harga pasar. Menyadari sulitnya akses penduduk miskin terhadap beras
yang disediakan melalui pasar bebas, mulai Juli 2008 pemerintah menerapkan
kebijkan baru berupa target price subsidy
yang dikenal dengan Operasi Pasar Khusus (OPK) (saifullah, 2001).
2.2.
Landasan Teori
Distribusi
merupakan menambahan kegunaan waktu, tempat dan pemilikan barang yang mencakup
juga pengangkutan barang-barang dari tempat asal atau produksi lanjutan ke temapat
penjualan. Dalam hal ini mencakup berbagai bidang manajemen khususnya seperti
penjualan pengiklanan, keuangan, pengankutan dan pengudangan (Taff, 1994).
Peranan saluran distribusi dalam
pemesaran tercermin dari biaya distribusi yang besarnya dapat melebihi biaya
produksi, biaya promosi, biaya administrasi pemasaran dan biaya pemasaran lain.
Peranan yang besar dapat ditunjukkan dengan kinerja yang baik terhadap
fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan di setiap saluran (Purwadi,2000).
Mekanisme pelaksanaan distribusi
RASKIN yaitu :
1. Bupati/Walikota
mengajukan Surat Permintaan Alokasi (SPA) kepada Kadivre berdasarkan alokasi
pagu RASKIN dan rumah tangga miskin penerima manfaat RASKIN dimasing-masing
Kecamatan/Kelurahan/Desa.
2. SPA
yang tidak dapat dilayani sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan, maka pagu dapat direlokasikan ke daerah lain dengan menerbitkan SPA baru
yang menunjuk pada SPA yang tidak dapat dilayani.
3. Berdasarkan
SPA, Kadivre menerbitkan SPPB (Surat Perintah Pengiriman Beras) untuk
masing-masing Kecamatan/Kelurahan/Desa kepada SATKER (Satuan Kerja) RASKIN.
APABILA TERDAPAT TUNGGAKAN Harga Penjualan Beras (HPB) pada periode sebelumnya
maka penerbitan SPPB periode berikutnya ditangguhkan sampai ada pelunasan.
4. Berdasarkan
SPPB, SATKER RASKIN mengambil beras di gudang penyimpanan Perum BULOG,
mengangkut dan menyerahkan beras RAKIN kepada pelaksana distribusi di titik
distribusi. Kualitas beras yang diserahkan harus sesuai dengan standar kualitas
BULOG apabila tidak memenuhi standar kualitas maka beras dikembalikan kepada
SATKER RASKIN untuk ditukar/diganti.
5. Serah
terima beras RASKIN dari SATKER RASKIN kepada pelaksana distribusi di titik
distribusi dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang merupakan
pengalihan tanggungjawab.
6. Pelaksana
Distribusi menyerahkan beras kepada rumah tangga miskin penerima manfaat
RASKIN.
Sedangkan BPS telah menetapkan 14
(empat belas) kriteria keluarga miskin, seperti yang telah disosialisasikan
oleh Departemen Komunikasi dan Informatika (2005), rumah tangga yang memiliki
ciri rumah tangga miskin, yaitu:
1. Luas
lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang,
2. Jenis
lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan,
3. Jenis
dinding tempat tinggal terbuat dari babu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok
tanpa diplester,
4. Tidak
memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain,
5. Sumber
penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik,
6. Sumber
air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan,
7. Bahan
bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah,
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali
dalam seminggu,
9. Hanya
membeli satu stel pakaian baru dalam setahun,
10. Hanya
sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari,
11. Tidak
sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik,
12. Sumber
penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha,buruh
tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan,
13. Pendidikan
tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD,
14. Tidak
memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000, seperti:
sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal
lainnya.
Keefektifan distribusi RASKIN dapat
dinilai melalui keberhasilan program RASKIN yaitu :
1. Tepat
Sasaran Penerima Manfaat
Raskin
hanya diberikan kepada rumah tangga miskin penerima manfaat yang terdaftar
dalam daftar penerima manfaat (DPM).
2. Tepat
Jumlah
Jumlah
beras Raskin yang merupakan hak penerima manfaat adalah sebanyak 15
Kg/RTM/bulan
3. Tepat
Harga
Harga
beras raskin adalah sebesar 1.600/Kg netto di titik distribusi.
4. Tepat
Waktu
Waktu
pelaksanaan distribusi beras kepada RTM penerima manfaat sesuai dengan rencana
distribusi
5. Tepat
Administrasi
Terpenuhinya
persyaratan administrasi secara benar dan tepat waktu
(Bulog,
2006).
Sistem distribusi yang efisien
menjadi persyaratan untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh
pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu, dengan harga yang
terjangkau. Semua proses dalam distribusi pemasaran, mulai dari penampungan
dari produsen sampai penyaluran barang ke konsumen membutuhkan biaya masing-masing
tidak sama. Bila jarak antara produsen dengan konsumen pendek, maka biaya
pengangkutan bisa diperkecil. Jika tidak terjadi perubahan bentuk ataupun
perubahan volume atau mutu maka biaya pengolahan jadi tidak ada. Semakin
panjang jarak dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam distribusi, maka
biaya distribusi semakin tinggi (Daniel, 2002).
Harga beras RASKIN yang telah
ditetapkan Pemerintah yaitu sebesar Rp 1.600/kg. namun harga tersebut dapat
berbeda jika telah berada ditangan penerima manfaat beras RASKIN. Harga dapat
berkisar antara Rp. 2.000-2.500 karena untuk biaya angkut/transportasi dari
titik distribusi ke penerima manfaat, serta ditetapkan beberapa kriteria di antaranya
membebankan biaya ongkos kirim RASKIN kepada warga miskin, uang jaga malam
selama beras berada di dalam gudang, uang pikul serta uang SPSI (Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia). (Sulaksono, 2003).
Konsep efesiensi dan efektifitas mempunyai
pengertian yang berbeda. Efesiensi lebih menitik beratkan dalam pencapaian
hasil yang besar dengan pengorbanan yang sekecil mungkin, sedangkan pengertian
efektif lebih terarah pada tujuan yang dicapai, tanpa mementingkan pengerbonan
yang dikeluarkan.
Kata efektif berarti terjadinya
suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Kata efektif berarti
berhasil, tepat, manjur, (S. Wojowisoto, 1980). Jadi efektivitas adalah sesuatu
keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat
yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan perbuatan dengan maksud tertentu
atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki, maka orang tersebut
dikatakan efektif (Ensiklopedia
Administrasi, 1989:149). Efektif dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
dapat membawa hasil, berhasil guna.
Handoko berpendapat ( 1993:7)
efektifitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan
yang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Maksud dari pengertian di
atas adalah efektif atau tidaknya suatu pekerjaan atau usaha suatu organisasi
dapat dilihat dari sasaran dan tujuan yang dicapai. “Berbeda pendapat pada “Sondang P. Siagian (1981:151) berpendapat bahwa
efektivitas terkait penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah
ditetapkan sebelumnya atau dapat dikatakan apakah pelaksanaan sesuatu tercapai
sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya”. Dari bermacam-macam
pendapat diatas terlihat bahwa efektivitas lebih menekankan pada aspek tujuan
dan suatu organisasi, jadi jika suatu organisasi telah berhasil mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, maka dapat dikatakan telah mencapai efektifitas.
2.3.
Kerangka Pemikiran
Beras untuk keluarga miskin atau
sering disebut dengan RASKIN adalahh salah satu
program Pemerintah untuk membantu masyarakat yang termiskin dan rawan
pagan agar mereka tetap mendapatkan beras untuk kebutuhan rumah tangganya.
Distribusi RASKIN merupakan proses penyaluran beras kepada penduduk miskin yang
telah terdata sebagai masyarkat yang berhak menerima beras RASKIN.
Harga beras RASKIN yang telah ditetapkan
Pemerintah adalah Rp. 1.600 per kilogram. Harga tersebut adalah harga di titik
distribusi. Namun harga tersebut bisa berbeda di tingkat rumah tangga di titik
distribusi. Namun harga tersebut bisa berbeda di tingkat rumah tangga penerima
RASKIN. Karena dibebankan biaya transportasi atau biaya angkutan serta
biaya-biaya lainnya. Hal tersebut menimbulkan perbedaan harga ditingkat
Pemerintah dan rumah tangga.
Adanya pelaksana program RASKIN
memberikan surplus bagi rumah tangga miskin. Harga beras yang lebih murah
merupakan kepuasan yang diterima penerima subsidi beras miskin. Karena yang
diperoleh oleh rumah tangga miskin selalu lebih besar daripada pembayaran yang
mereka keluarkan.
Keefektifan distribusi RASKIN
ditinjau dari beberapa indikator yaitu ketepatan sasaran bagi rumah tangga yang
benar-benar miskin, ketepatan jumlah beras yang diterima rumah tangga yaitu
sebanyak 15 kg/KK, ketepatan harga yaitu Rp 1.600/kg di titik distribusi,
ketetapan waktu pendistribusian serta terpenuhinya persyaratan administrasi
dengan benar. Pendistribusian RASKIN akan efektif jika kelima indikator
tersebut terpenuhi dan mekanisme pendistribusian berjalan dengan lancar. Biaya
pendistribusian merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan atau aktivitas penyaluran beras RASKIN ke tangan
penerima manfaat beras RASKIN. Biaya ini meliputi biaya transportasi atau biaya
angkutan, biaya susut, biaya menimbang, dan lain-lain. Distribusi RASKIN
dianggap efisien jika mampu menyampaikan beras untuk keluarga miskin ke
penerima manfaat dengan biaya distribusi yang serendah-rendahnya dan dalam
waktu yang sesingkatnya. Tingkat efisiensi pemasaran dapat dihitung dengan
perbandingan antara baiaya distribusi/pemasaran dengan nilai jual produk yang
dipasarkan.
Berdasarkan uraian diatas, maka
untuk lebih memahami hal tersebut dapat dilihat skema kerangka untuk penelitian
ini.
Skema Kerangka Pemikiran Program
Distribusi RASKIN
Gambar 1. Skema
Kerangka Pemikiran Pendistribusian RASKIN
2.4. Pelayanan
Pelayanan pada dasarnya adalah
cara melayani, membantu, menyikapi, mengurus, menyelesaikan keperluan kebutuhan
seseorang atau sekelompok orang. Dan kegiatan pelayanan pada dasarnya
menyangkut pemenuhan suatu hak. Seperti yang dilaksanakan pada instansi pemerintah
di pusat, daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha
Milik Daerah dalam bentuk barang dan jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang –
undangan.Seperti yang dikemukakan oleh (Agung Kurniawan,2005:6)Pelayanan publik adalah pemberian pelayanan
(melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Jadi pelayanan yang diberikan oleh pemerintah
haruslah mendahulukan kepentingan masyarakat dengan waktu yang singkat, mudah
serta dapat memberikan rasa puas bagi masyarakat yang menikmati layanan
itu.Pendapat lain Seperti yang dijelaskan (Kotler dalam Sampara Lukman 2000:4)Pelayanan adalah setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan
meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
2.5. Standar Operasional Prosedur
Paradigma
governance membawa pergeseran dalam pola hubungan antara pemerintah dengan
masyarakat sebagai konsekuensi dari penerapan prinsip-prinsip corporate
governance. Penerapan prinsip corporate governance juga berimplikasi pada
perubahan manajemen pemerintahan menjadi lebih terstandarisasi, artinya ada
sejumlah kriteria standar yang harus dipatuhi instansi pemerintah dalam
melaksanakan aktivitas-aktivitasnya.
Standar kinerja ini sekaligus
dapat untuk menilai kinerja instansi pemerintah secara internal mupun
eksternal. Standar internal yang bersifat prosedural inilah yang disebut dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP). Perumusan SOP menjadi relevan karena
sebagai tolok ukur dalam menilai efektivitas dan efisiensi kinerja instansi
pemerintah dalam melaksanakan program kerjanya. Secara konseptual prosedur
diartikan sebagai langkah - langkah sejumlah instruksi logis untuk menuju pada
suatu proses yang dikehendaki. Proses yang dikehendaki tersebut berupa
pengguna-pengguna sistem proses kerja dalam bentuk aktivitas, aliran data, dan
aliran kerja.
Prosedur operasional standar
adalah proses standar langkah - langkah sejumlah instruksi logis yang harus
dilakukan berupa aktivitas, aliran data, dan aliran kerja. Dilihat dari
fungsinya, SOP berfungsi membentuk sistem kerja & aliran kerja yang
teratur, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan menggambarkan bagaimana
tujuan pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang
berlaku menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung sebagai
sarana tata urutan dari pelaksanaan dan pengadministrasian pekerjaan harian
sebagaimana metode yang ditetapkan menjamin konsistensi dan proses kerja yang
sistematik dan menetapkan hubungan timbal balik antar Satuan Kerja.
Secara umum, SOP merupakan
gambaran langkah-langkah kerja (sistem, mekanisme dan tata kerja internal) yang
diperlukan dalam pelaksanaan suatu tugas untuk mencapai tujuan instansi
pemerintah. SOP sebagai suatu dokumen/instrumen memuat tentang proses dan
prosedur suatu kegiatan yang bersifat efektif dan efisisen berdasarkan suatu
standar yang sudah baku.
2.6. Definisi dan Batasan
Operasional
a.
definisi
untuk
menjelaskan dan menghindari kesalah pahaman dalam penelitian maka dibuat
batasan operasional sebagai berikut :
1. Program
beras untuk Kelurga Miskin (RASKIN) adalah program Pemerintah dalam upaya
meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan kepada keluarga
miskin melalui pendistribusian beras dalam jumlah dan harga tertentu.
2. Efektivitas
adalah kemampuan yang dilakukan berdasarkan indikator tertentu dalam mencapai
tujuan program pendistribusian RASKIN yang telah ditetapkan.
3. Efisiensi
Pemasaran adalah suatu keadaan yang digunakan dalam penilaian prestasi kerja
dalam proses pemasaran atau pendistribusian beras RASKIN bagi semua lembaga
yang terkait dalam pemasaran atau biaya pemasaran/pendistribusian dibagi dengan
nilai jual beras RASKIN yang dipasarkan.
4. Distribusi
beras miskin adalah penyaluran beras kepada penduduk miskin dengan harga Rp.
1400/kg dan setiap kepala keluarga mendapat jatah 10 kg/KK.
5. Keluarga
miskin adalah masyarakat yang telah ditetapkan sebagai penerima manfaat RASKIN
sesuai dengan Musyawarah Desa/Kelurahan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dan
diketahui oleh Camat setempatnya.
6. Pelaksana
distribusi adalah kelompok kerja di titik distribusi yang terdiri dari aparat
Kecamatan, Desa dan Kelurahan yang ditunjuk oleh Camat, Kades/Lurah, dibantu
oleh anggota masyarakat atau institusi ekonomi kemasyrakatan lainnya yang
bertugas dan bertanggung jawab menyampaikan beras kepada Penerima Manfaat Raskin.
7. Titik
distribusi adalah tempat atau lokasi penyerahan beras oleh SATKER RASKIN kepada
pelaksanaan distribusi di desa/Kelurahan yang dapat dijangkau penerima manfaat
Raskin atau lokasi lain yang ditetapkan atas dasar kesepakatan secara tertulis
antara Pemerintah Daerah dengan Divre/Subdivre.
8. Penerima
manfaat Raskin adalah rumah tangga miskin (RTM) di Desa/Kelurahan yang berhak
menerima beras Raskin, sebagai hasil seleksi Musyawarah Desa/Kelurahan yang
terdaftar dalam terdaftar dalam Daftar Penerima Manfaat (DPM), ditetapkan oleh
Kepala Desa/Kelurahan dan disahkan oleh Camat.
9. Surplus
konsumen adalah keuntungan yang diperoleh masyarakat miskin penerima beras
RASKIN karena harga RASKIN karena harga beras yang ditawarkan lebih rendah
daripada harga yang mereka mau bayarkan di pasar.
10. BULOG
adalah badan urusan logistik yang bertugas menyalurkan beras bersubsidi khusus
untuk masyarakat miskin (RASKIN).
11. Biaya
Distribusi adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga distribusi dalam
menyalurkan beras RASKIN hingga ke penerima manfaat RASKIN
b. Batasan Operasional
1. Penelitian
dilakukan di desa… , Kecamatan…, Kabupaten….
2. Penelitian
dilakukan pada tahun 2015
3. Populasi
adalah keseluruhan rumah tangga miskin di daerah penelitian yang menerima
RASKIN
4. Sampel
yang diambil adalah perwakilan dari rumah tangga miskin penerima manfaat beras
msikin di daerah penelitian.
5. Efektivitas
dalam penelitian ini ditinjau berdasar atas 5 indikator yaitu sasaran, jumlah,
harga, waktu dan administrasi dengan kriteria jika lebih besar atau sama dengan
80 % dikatakan efektif dan jika berada dibawah 80 % dikatakan tidak efektif.
BAB III
METODELOGI
3.1.
Bentuk Penelitian
Pada
umumnya orang menggolongkan penelitian berdasarkan bentuk-bentuk penelitian
menurut jenis penggolongannya (Wirartha, 2006:125). Sehubungan dengan
penelitian itu, peneliti ini didasarkan pada jenis penggolongan penelitian
menurut pendekatannya, yaitu penelitian survei. Menurut (Wirartha, 2006:143),
penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun
kecil, data yang dipelajari diambil dari populasi tersebut sehingga dapat
ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan antar variabel,
sosiologis maupun psikologis.
Selanjutnya, Wirartha (2006:143)
mengatakan bahwa survei mempunyai dua lingkup, yaitu sensus dan survei sampel.
Sensus adalah survei yang meliputi seluruh populasi yang diinginkan, sedangkan
sampel dilakukan hanya ada sebagian kecil populasi.
Bila ditinjau dari penggolongan
penelitian menurut taraf penelitian, maka penelitian ini termasuk penelitian
eksplanasi. Menurut Wirartha (2006:160), penelitian eksplanasi bertujuan
menggambarkan suatu generalisasi atau menjelaskan hubungan antara satu variabel
dengan variabel yang lain. Oleh karena itu, penelitian eksplanasi menggunakan
hipotesis.
Sehubungan dengan itu metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis korelasi
karena persepsi dan pendapat dari responden ditulis apa adanya sesuai dengan
apa yang diperoleh oleh peneliti. Data yang diperoleh kemudian akan dianalisis
melalui tabulasi frekuensi untuk melihat kecendurungan presentase dari jawaban
responden.
3.2. Populasi Dan Sampel
3.2.1.
Populasi
Populasi ada
umumnya diartikan sebagai penduduk. Berkaitan dengan enelitian ilmiah, populasi
dapat dibatasi sebagai keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian peneliti
(Partino & Idrus, 2009:2).
Menurut
Nawawi (1999:141), bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang
dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan-tumbuhan, gejala-gejala,
nilai test atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik
tertentu di dalam suatu penelitian.
pada
penelitian ini, yang menjadi populasi adalah seluruh masyarakat miskin yang
menerima program RASKIN yang berada pada wilayah di Kecamatan teluk dalam Kabupaten
nias selatan
Sampel
(contoh) ialah sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik
tertentu yang disebut dengan teknik sampling
(Usman & Akbar, 2006:44).
Jumlah
masyarakat yang menerima Program beras miskin (RASKIN) di Kecamatan teluk dalam
kabupaten nias selatan dengan menggunakan jumlah sampel yang diambil penulis
dengan menggunakan teknik pengambilan sampel berdasarkn rumus Tara Yamane yaitu
:
Keterangan
:
N
= Populasi
n
= Sampel
d
= Presisi/tingkat penarikan sampel (%)
3.2.2. Sampel
Karena
daerah populasi terdiri dari beberapa wilayah Kelurahan/desa, maka untuk
mendapatkan responden yang menjadi sampel penelitian dilakukan penentuan jumlah
sampel berdasarkan proporsi dari masing-masing unit populasi dengan menggunakan
rumus Mendenhall (Kerlinger, 1997:200), sebagai berikut :
Keterangan
:
ni = Jumlah Sampel masing-masing sub
populasi
Ni
= jumlah populasi masing-masing sub populasi
N
= Jumlah populasi keseluruhan
n
= Jumlah sampel keseluruhan
3.3. Teknik Pengumpulan Data
1. Penelitian
kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan berdasarkan studi
kepustakaan dengan cara mengumpulan berbagai literatur-literatur dengan cara
membaca dan mempelajari buku-buku, bahan-bahan kuliah yang diperoleh selama
mengikuti perkuliahan dan tulisan-tulisan yang lain yang ada hubungannya dengan
penulisan penelitian ini. Data tersebut merupakan data materil dalam membantu
mengolah data yang penulis himpun dari lapangan. Melalui studi pustaka ini data
sekunder dapat dikumpulkan.
2. Penelitian
lapangan, adalah metode penelitian yang penulis lakukan secara langsung terjun
ke lapangan untuk memperoleh data primer dengan melakukan :
a. Observasi,
yaitu pengumpulan data atau informasi dengan cara mengamati langsung terhadap
objek penelitian di lapangan yaitu di Kecamatan teluk dalam Kabupaten nias
selatan
b. Daftar
pertanyaan (kuisioner), yaitu menghimpun data dengan cara mengajukan daftar
pertanyaan secara tertulis kepada responden yang merupakan masyarakat miskin
sebagai peenerima program RASKIN di Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Nias
Selatan tersebut sesuai dengan jumlah sampel yang dibutuhkan.
3.4. Teknik Analisa Data
Hipotesis
1, mengindikasikan bahwa harga di tingkat retail (rumah tangga) adalah diwakili
oleh harga lembaga distribusi ditambah dengan biaya distribusi dan keuntungan
lembaga penyalur RASKIN. Secara matematis dapat dinotasikan dengan rumus
sebagai berikut :
Prt=Pi+t+ π
Dimana
:
Prt
= harga di tingkat retail/rumah tangga
Pi
= harga di tingkat lembaga distribusi
t
= baiaya distribusi
π
= keuntungan oleh penyalur
selanjutnya untuk melihat perbedaan
harga patokan dengan harga tingkat reatai (rumah tangga) dipergunakan dengan
menghitung selisih kedua harga tersebut, yaitu :
ΔP = Prt-Pp
Dimana
ΔP
= perbedaan harga
Pp
= harga patokan oleh pemerintah
Hipotesis
2, di analisis dengan menggunkan surplus konsumen. Surplus konsumen merupakan
keuntungan yang diperoleh konsumen karena harga yang berleku pada kondisi
keseimbangan lebih rendah daripada harga yang mereka mau bayarkan. Semakin
besarnya perbedaan harga tersebut maka semakin tinggi surplus konsumen yang
diperoleh rumah tangga. Selisih antara harga optimal dengan harga yang harus
dibayar merupakan surplus bagi konsumen. Besarnya surplus ini dihitung dari
perbedaan harga ini dikalikan dengan kuantitas pembelinya dengan rumus berikut
:
Dimana
:
Sk
= surplus konsumen
Pa
= harga tertinggi di pasar
Pk
= harga keseimbangan
Q
= jumlah yang diperjualbelikan
Hipotesis 3, digunakan analisis
deskriptif yaitu dengan melihat pendistribusian beras miskin di Kecamatan Teluk
Dalam sesuai indikator keefektifan distribusi RASKIN dikatakan efektif jika
kelima indikator tersebut lebih besar atau sama dengan 80 % pendistribusian dan
jika dibawah dikatakan tidak efektif.
Hipotesis 4, dianalisis dengan
menghitung biaya distribusi di tingkat lembaga distribusi dan nilai jual beras
RASKIN yang dipasarkan. Untuk melihat tingkat efisiensi distribusi dihitung
dengan menggunkan rumus Efisiensi Pemasaran (Ep) sebagai berikut :
Kriteria :
Ep
≥ 1 berarti pendistribusian tidak efisiensi
Ep
< 1 berarti pendistribusian efisien
(
Downey dan Erickson, 1992).
3.5. Lokasi Penelitian dan Waktu
Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan. Penelitian ini
mulai dilakukan pada bulan Januari 2014 dengan lama penelitian disesuaikan
dengan kebutuhan.