BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan KUHAN (Kerangka Umum Hukum
Administrasi Negara) dilatarbelakangi permasalahan yang cukup mengganggu bagi
pengimplementasian dan proses operasionalisasi Hukum Administrasi Negara, yaitu
acuan yang berisi norma-norma umum dalam Hukum Administrasi Negara dan
peraturan perundang-undangan yang terorganisasi terkait Hukum Administrasi
Negara, yang seringkali menyebabkan terjadinya disharmonisasi kebijakan
pembangunan. Kondisi demikian pada gilirannya akan menyebabkan tidak berjalan efektif
dan efisiennya pembangunan. Merujuk pada uraian di atas, Pusat Kajian Hukum
Administrasi Negara (PKHAN) Lembaga Administrasi Negara (LAN) memandang perlu
melakukan sebuah upaya untuk mengorganisasikan acuan yang berisi norma-norma
umum dalam Hukum Administrasi Negara dan peraturan perundang-undangan yang
terkait Hukum Administrasi Negara, dalam suatu atau semacam bentuk Kerangka
Umum Hukum Administrasi Negara yang selanjutnya disebut KUHAN (Kerangka Umum
Hukum Administrasi Negara). Kerangka Umum Hukum Administrasi Negara atau KUHAN
pada hakikatnya adalah sebuah sumber acuan untuk memahami Hukum Administrasi
Negara secara umum yang disertai kompilasi atau kumpulan substansi materi
beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan ruang lingkup materi
studi Hukum Administrasi Negara.
Pada dasarnya negara adalah sebagai
organisasi kekuasaan yang merupakan suatu badan hukum, yang berarti berstatus
pula sebagai pendukung hak dan kewajiban oleh karena negara sebagai organisasi
kekuasaan maka untuk dapat melaksanakan kekuasaanya segala seluk beluk dan hal
ikhwal kehidupan negara ini diatur oelh hukum publik, konklusinya negara adalah
suatu badan hukum publik bukan sebagai hukum privat. Sebagai suatu badan hukum
negara mempunyai tujuan tertentu untuk dicapai dengan menggunakan tujuan
tertentu yang akan dicapai dengan menggunakan persekutuan tersebut. Tujuan
suatu negara biasanya dalam knstitusi dasar negara yang bersangkutan.
Guna mencapai serta mewujudkan tujuan negara tersebut diperlukan sarana
sarana tertentu. Sarana sarana ini dapat berbentuk manusia dan sarana yang
berbentuk benda, sperti benda bergerak, benda tetap / modal. Hubungan hukum
antara negara dengan sarana yang berbentuk manusia ini menimbulkan kaidah hukum
kepegawaian, sedangkan hubungan hukum antara negara dengan sarana yang
berbentuk benda menimbulkan kaidah hukum tentang hak milik negara dan kaidah
hukum tentang hukum administrasi keuangan negara.
Pegawai negara merupakan aparat negara yang melakukan hak dan kewajiban negara
sebagai subyek hukum. Jelaslah bahwa hak dan kewajiban tersebut mealinkan hak
dan kewajiban dari aparat tersebut melainkan hak dan kewajiban negara sebagai
badan hukum publik hak dan kewajiban negara ini didistribusikan kepada jabatan
jabatan neagara.
Yang dimaksud jabatan ialah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang diadakan dan
dilakaukan guna kepentingan negara, lingkungan pekerjaan yang dimaksud yaitu
suatu limgkungan pekerjaan tetap yang secara maksimal dapat dinyatakan dengan
tepatdan teliti serta mempunyai sifat yang relatif kekal.
Dari
pengertian pegawai tersebut di atas, ruang lingkup pembicaraan atau pembahasan
tentang “pegawai” ini, adalah khusus mengenai segala sesuatu yang
berkaitan dengan “Pegawai” yang bekerja pada
Pemerintah. Pegawai yang bekerja pada Pemerintah, disebut sebagai “Pegawai
Negeri”. Dalam “Birokrasi
Pemerintah”, maka Pegawai
Negeri dapat dikatakan sebagai sarana atau alat yang menggerakkan dan
menggiatkan agar segala kegiatan organisasi tersebut dapat berjalan sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pegawai Negeri inilah yang mengerjakan
segala pekerjaan atau kegiatankegiatan Pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan (administrasi) dan pembangunan (menyelenggarakan
kegiatankegiatan. pemerintah sesuai dengan bidang tugas, tanggungjawab, dan
wewenang yang telah ditetapkan, dalam rangka pencapaian tujuan negara).
Hubungan hukum antara Pemerintah dengan sarana yang berbentuk manusia yang
disebut sebagai Pegawai Negeri, menimbulkan kaidah “Hukum Kepegawaian”. Hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara Pemerintah dengan Pegawai Negeri,
merupakan “hubungan dinas publik” yang diatur oleh peraturanperaturan hukum
publik dan tidak diatur oleh peraturanperaturan mengenai perjanjian kerja
menurut hukum privat.Terlepas dari kelemahan konstitusi, kedudukan
birokrasi semakin diperlemah oleh Undang-undang Kepegawaian. Secara sengaja
pegawai negeri sipil ditempatkan sebagai alat pemerintah (eksekutif), bukan
alat negara. Dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya, pegawai negeri sipil
tunduk pada aturan pemerintah. Bagaimana mungkin pegawai negeri sipil dapat
menjalankan roda birokrasi secara netral jika kebijakan dan aturan yang
digunakan tunduk serta patuh kepada pemerintah. Kesalahan berikutnya adalah
negara sering kali diidentikkan dengan pemerintah. Peran masyarakat tidak
menjadi tolok ukur dalam penyelenggaraan negara. Masyarakat cenderung menjadi
obyek penyelenggaraan negara. Maka dari itu kita perlu mengukur hubungan hukum
antara Negara dengan Pegawai Negeri sipil dan Pejabat Negara, agar dapat
memahami dan menguraikan hubungan hukuma tersebut berikut segala hak dan
kewajiban yang dimilikinya.
1.2 Rumusan Penulisan
Yang menjadi
rumusan makalah saya ini adalah :
Menjelaskan
proses perkembangan Hubungan Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Kepegawaian Negara di Indonesia
berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang
kemudian terjadi perubahan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 yang memberikan
perubahan pada manajemen sumber daya manusia di sektor publik dalam rangka
sebagai penyelenggara Negara serta memberikan pelayanan publik kepada
masyarakat.
1.3
Tujuan
Penulisan
ada pun yang menjadi tujuan
penulisan makalah saya ini adalah sebagai berikan :
1.
Memberikan
pengertian akan pentingnya pemahaman Hukum Administrasi Negara yang memiliki
kaitan erat dengan penyelenggara negara
2.
Untuk mengetahui
peran penting hukum dalam penyelenggara negara untuk mengatur kepegawaian
negara atau aparatur negara
3.
Untuk mengetahui
akan sebuah peraturan-peraturan yang mengikat semua dengan harapan lebih pada
pelayanan publik.
1.4
Manfaat Penulisan
Manfaat
dalam penulisan makalah saya ini yaitu :
Memberikan sebuah pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya
Hukum administrasi Negara dengan Hukum Kepegawaian Negara yang seharusnya
menjadi tugas penting keterlipatan stakeholder dan seluruh elemen masyarakat
banyak untuk membuat sebuah pengawasan kepada penyelenggara negara dengan
tujuan agar terhindari konflik secara
horizontal maupun vertikal yang dapat merusak moral bangsa ini maka dari pada
itu seharusnya pemerintah sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat harus lebih
tanggap dalam hal pelayanan publik (public
service) baik secara daerah maupun nasional.
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Pengertian Hukum
Administrasi Negara
Marcel Waline mengatakan “Hukum
Administarsi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan yang menguasai
kegiataan-kegiatan alat-alat perlengkapan Negara yang bukan alat perlengkapan
perundang-undangan atau kekuasaan kehakiman menentukan luas dan batas-batas
kekuasaan alat-alat perlengkapan tersebut, baik terhadap warga masyarakat
maupun antara alat-alat perlengkapan itu sendiri, atau pula keseluruhan
aturan-aturan yang menegaskan dengan syarat-syarat bagaimana badan-badan tata
usaha negara/ administrasi memperoleh hak-hak dan membebankan
kewajiban-kewajiban kepada para warga masyarakat dengan peraturan alat-alat
perlengkapannya guna kepentingan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan umum.”
E. Utrecht mengatakan “Hukum
Administarsi Negara adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan agar
memungkinkan para pejabat pemerintahan Negara melakukan tugas mereka secara
khusus.”
Prajudi Atmosudirdjo mengatakan “Hukum
Administarsi Negara adalah hukum mengenai operasi dan pengendalian dari
kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap penguasa-penguasa
administrasi.”
Bachsan Mustofa mengatakan “Hukum
Administarsi Negara adalah sebagai gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan
disusun secara bertingkat yang diserahi tugas melakukan sebagian dari pekerjaan
pemerintaha dalam arti luas yang tidak diserahkan pada badan-badan pembuat
undang-undang dan badan – badan kehakiman.
A.A.H. Strungken mengatakan “ Hukum
Administarsi Negara adalah aturanaturan yang menguasai tiap-tiap cabang
kegiatan penguasa sendiri.”
J.P. Hooykaas mengatakan “Hukum
Administarsi Negara adalah ketentuan – ketentuan mengenai campur tangan
dan alat-alat perlengkapan Negara dalam lingkungan swasta. ”
Sir. W. Ivor Jennings mengatakan “Hukum
Administarsi Negara adalah hukum yang berhubungan dengan Administrasi Negara,
hukum ini menentukan organisasi kekuasaan dan tugas-tugas dari pejabat-pejabat
administrasi.”
Oppen Hein mengatakan
“ Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan
yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah apabila badan-badan itu
menggunakan wewenagnya yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata
Negara.”
J.H.P. Beltefroid mengatakan
“ Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan tentang cara
bagaimana alat-alat pemerintahan dan badan-badan kenegaraan dan majelis-majelis
pengadilan tata usaha hendak memenuhi tugasnya.”
Logemann mengatakan “ Hukum
Administrasi Negara adalah seperangkat dari norma-norma yang menguji hubungan
Hukum Istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat administrasi
Negara melakukan tugas mereka yang khusus.”
De La Bascecoir Anan mengatakan
“ Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu
yang menjadi sebab Negara berfungsi/ bereaksi dan peraturan-peraturan itu
mengatur hubungan-hubungan antara warga Negara dengan pemerintah.”
L.J. Van Apeldoorn mengatakan
“ Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan yang hendaknya
diperhatikan oleh para pendukung kekuasaan penguasa yang diserahi tugas
pemerintahan itu.”
2.2 PENGERTIAN PEGAWAI
NEGERI
Pegawai negeri yaitu pejabat yang ditunjuk , jadi tidak termasuk mereka yang
memangku jabatan mewakili vertegen woerdigende functie seperti
seorang anggota parlemen, seorang menteri, seorang presiden dsb. Didalam UU No.
8 Thaun 1974 UU tentang Pokok pokok kepegawianyang dimuat dalam
lembaran negara republik indonesia, bahwa pegawai negeri adalah unsur aparatur
negara , abdi negara dan abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan
keada pancasila, UUD 1945, Negara dan pemerintah. Sedangkan rumusan yang kedua
diberikan dalam hubungan dengan hukum yuridis sebagai
dituangkan dalam pancasila yang dinyatakan sebagai berikut: ” Pegawai negeri
adalah mereka yang setelah memenuhi syarat syarat yang ditentukan dlam
peraturan perundangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugasdalam suatu jabatan negar atau diserahi tugas negara lainya yang
ditetapkan berdasarkan suatu peraturan yang berlaku.
1.
Unsur unsur penting sesorang dinyatakan sebagai pegawai negeri
v Memenuhi
syarat yang ditentukan dalam peraturan perundangan yang berlaku
v Diangkat
Oleh pejabat yang berwenang
v Diserahi
tugas dalam suatu jabatan negara atau tugas negara lainya yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundangan
v Digaji
menurut perturan perundangan yang berlaku.
Pegawai
Negara adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang
dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara
lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan
digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jika melihat Undang-Undang
Kepegawaian tersebut, kita dapat menuraikan definisi dariapa yag dimaksud
dengan pejabat yang berwenang dan jabatan negeri. Pejabat yang berwenang adalah
pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan dan memberhatikan
pegawai Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jabatan
negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan termasuk didalamnya jaatan dalam kesekretariatan
lembaga tertinggi atau tingkat negara dan kepaniteraan pengadilan.
Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 membagi Pegawai Negeri menjadi 3 jenis bagian , yaitu :
1. Pegawai Negeri Sipil
2. Anggota Tentara Nasional
Indonesia
3. Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia
Pegawai
Negeri Sipil terbagi menjadi 2 yaitu :
1.
Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah pegawai negeri sipil
yang gajinya dibebankan pada APBN dan bekerja pada departemen, lembaga
pemerintah non departemen, kesekretariat lembaga tinngi negara, kepaniteraan
pengadilan.
Pegawai
Negeri Daerah yaitu : pegawai yang ditugaskan sebagai pengawal negeri sipil
daerah Propinsi/kabupaten/kota yang gajinya dibebankan pada APBD dan bekerja
pada pemerintahan daerah. Atau dipekerjakan di luar instansi induknya.
BAB III
PEMBAHASAN
Hubungan
hukum antara negara dengan sarana yang berbentuk benda menimbulkan kaidah hukum
tentang hak milik negara dan kaidah hukum tentang Hukum Administrasi Negara.
Pegawai Negara merupakan aparat negara yang melakukan hak dan kewajiban negara
sebagai subyek hukum. Jelaslah bahwa hak dan kewajiban aparat tersebut
melainkan hak dan kewajiban negara sebagai badan hukum publik hak dan kewajiban
negara ini didistribusikan kepada jabatan-jabatan negara. Pada dasarnya negara
adalah sebagai organisasi kekuasaan yang merupakan suatu badan hukum, yang
berarti berstatus pula sebagai pendukung hak dan kewajiban oleh karena negara
sebagai organisasi kekuasaan maka untuk dapat melaksanakan kekuasaannya segala
seluk beluk dan hal ikhwal kehidupan negara ini diatur oleh hukum publik, konklusifnya
negara adalah suatu badan hukum publik bukan sebagai hukum privat. Sebagai
suatu badan hukum negara mempunyai tujuan tertentu untuk dicapai dengan
menggunakan persekutuan tersebut. Tujuan suatu negara biasanya dalam konstitusi
dasar negara yang bersangkutan. Guna mencapai serta mewujudkan tujuan negara
tersebut diperlukan sarana-sarana tertentu. Sarana-sarana itu dapat berbentuk
manusia dan sarana yang berbentuk benda, seperti benda bergerak, benda
tetap/modal.
Pada orde baru terdapat permasalahan dalam pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia. Bentuk permasalahannya berupa pola pikir
pemerintah yang mengakibatkan rakyat tidak mempunyai peran yang dapat
mengontrol birokrasi pemerintah. Kekuasaan ini disalahgunakan oleh penguasa
untuk menguasai struktur birokrasi dengan konsep monoloyalitas. Semua
pejabat termasuk pegawai dari lini dan layer mempunyai jabatan dan
kewajiban rangkap memihak kepentingan penguasa. Keadaan seperti ini membuat
sistem sentralisasi pemerintahan menjadi kuat. Konsep monoloyalitas ini
berdampak terhadap penataan kepegawaian atau sumber daya aparatur pemerintah. Salah
satu sumber daya yang diperlukan Pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan
yang pada pokoknya adalah “menyelenggarakan kepentingan umum”, adalah sumber
daya manusia yang
disebut “pegawai”. Secara umum kata “pegawai” diartikan sebagai “orang yang bekerja pada pemerintah
atau perusahaan, dan sebagainya”.
Ada pula yang mengartikan pegawai sebagai orang
yang melakukan pekerjaan dengan mendapatkan imbalan jasa berupa gaji
dan tunjangan dari pemerintah atau badan usaha swasta”. Dari pengertian pegawai tersebut di atas, ruang
lingkup pembicaraan atau pembahasan tentang “pegawai” ini, adalah khusus
mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan “Pegawai” yang bekerja pada
Pemerintah. Pegawai yang bekerja pada Pemerintah, disebut sebagai “Pegawai
Negeri”. Dalam “Birokrasi
Pemerintah”, maka Pegawai
Negeri dapat dikatakan sebagai sarana atau alat yang menggerakkan dan
menggiatkan agar segala kegiatan organisasi tersebut dapat berjalan sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Pegawai
Negeri inilah yang mengerjakan segala pekerjaan atau kegiatankegiatan
Pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan
(administrasi) dan pembangunan (menyelenggarakan
kegiatankegiatan pemerintah sesuai dengan bidang tugas, tanggungjawab, dan
wewenang yang telah ditetapkan, dalam rangka pencapaian tujuan negara).
Hubungan hukum antara Pemerintah dengan sarana yang berbentuk manusia yang
disebut sebagai Pegawai Negeri, menimbulkan kaidah “Hukum Kepegawaian”. Hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara Pemerintah dengan Pegawai Negeri,
merupakan “hubungan dinas publik” yang diatur oleh peraturanperaturan hukum
publik dan tidak diatur oleh peraturanperaturan mengenai perjanjian kerja
menurut hukum privat. Pengaturan hukum yang mengatur tentang kepegawaian
merupakan suatu rangkaian peraturanperaturan, baik yang bersifat pokok sebagai
payungnya yang berbentuk UndangUndang (UU), maupun yang bersifat pelaksana dari
aturan pokok seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres),
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kep.Menpan), Peraturan Kepala
Badan Kepegawaian Negara, yang seluruhnya terangkai dalam satu sistem hukum,
yaitu “Hukum Kepegawaian”.
Dengan
demikian, “Hukum Kepegawaian” dapat dikatakan sebagai keseluruhan rangkaian
peraturanperaturan yang mengatur segala sesuatu tentang Pegawai Negeri. Undangundang
kepegawaian mengatur mengenai Pegawai Negeri Sipil (PNS), baik PNS Pusat mapun
PNS Daerah, yang meliputi kedudukan, kewajiban, dan hak Pegawai , serta
manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menyangkut formasi, pengadaan,
kepangkatan, jabatan, pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS, sumpah,
kode etik dan peatuan disiplin, pendidikan dan pelatihan, kesejahteraan, penyelenggaraan
pembinaan kepegawaian, dan peradilan kepegawaian.
Apabila kita mengawali
pengantar hukum administrasi negara secara umum berupaya untuk memahami konsep
tertentu, pertama-tama kita batasi pada term ‘hukum administrasi negara’. Kita
dapat menetapkan bahwa hukum administrasi negara dapat dijelaskan sebagai
peraturan-peraturan (dari hukum publik) yang berkenaan dengan pemerintahan
umum. (b) Untuk menemukan definisi yang baik mengenai istilah hukum
administrasi negara, pertama-tama harus ditetapkan bahwa hukum administrasi
negara merupakan bagian dari hukum publik, yakni hukum yang mengatur tindakan
pemerintah dengan warga negara atau hubungan antar organ pemerintahan. Hukum
administrasi negara memuat keseluruhan peraturan yang berkenan dengan cara
bagaimana organ pemerintahan melaksanakan tugasnya. Jadi hukum administrasi
negara berisi aturan main yang berkenaan dengan fungsi organ-organ pemerintahan.
Hukum administrasi negara atau hukum tata pemerintahan pada
dasarnya dapat dibedakan berdasarkan tujuannya dari hukum tata negara- memuat
peraturan-peraturan hukum yang menentukan (tugas-tugas yang dipercayakan)
kepada organ-organ pemerintahan itu, menentukan tempatnya dalam negara,
menentukan kedudukan terhadap warga negara, dan peraturan-peraturan hukum yang
mengatur tindakan-tindakan organ pemerintahan itu.
Ruang Lingkup HAN Di atas telah disebutkan
bahwa hukum administrasi negara berkenaan dengan kekuasaan eksekutif,
pengertian kekuasaan eksekutif tidak sama dengan yang dimaksudkan dalam konsep
trias politika, yaitu menempatkan kekuasaan eksekutif hanya melaksanakan
undang-undang. Telah disebutkan di muka bahwa istilah hukum administrasi negara
dalam kepustakaan Belanda disebut pula dengan bestuursrecht, dengan unsur utama
‘bestuur’. Menurut Philipus M. Hadjon, istilah bestuur berkenaan dengan’sturen’
dan ‘sturing’. Bestuur dirumuskan sebagai lingkungan kekuasaan negara di luar
lingkungan kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisial. Dengan rumusan itu,
maka kekuasaan pemerintahan tidak hanya melaksanakan undang-undang. Kekuasaan
pemerintahan merupakan kekuasaan yang aktif. Sifat aktif dlam konsep hukum
administrasi secara intrinsik merupakan unsur utama dari “sturen”
(besturen), yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
Sturen merupakan
suatu kegiatan yang kontinu
Sturen berkaitan
dengan penggunaan kekuasaan. Konsep kekuasaan merupakan konsep hukum publik,
dimana penggunaan kekuasaan harus dilandaskan pada asas-asas negara hukum, asas
demokrasi, dan asas instrumental
Sturen menunjukkan
lapangan di luar legislatif dan yudisial. Lapangan ini lebih luas daripada
lapangan eksekutif semata. Disamping itu, sturen senantiasa diarahkan kepada
suatu tujuan (doelgerichte)
Hal tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan pemerintah yang
menjadi obyek kajian hukum administrasi negara sangat luas. Oleh sebab itu
tidak mudah menentukan ruang lingkup hukum administrasi negara. Hal ini juga
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1.HAN
berkaitan dengan tindakan pemerintahan yang tidak semuanya dapat ditentukan
secara tertulis dalam peraturan perundang-undangan, seiring dengan perkembangan
masyarakat yang memerlukan pelayanan pemerintah dan masing-masing masyarakat di
suatu daerah atau negara berbeda tuntutan dan kebutuhan;
2.Pembuatan peraturan- peraturan, keputusan-keputusan, dan
isntrumen yuridis bidang administrasi lainnya tidak hanya terletak pada satu
tangan atau lembaga. Hukum administrasi negara berkembang sejalan dengan
perkembangan tugas-tugas pemerintahan dan kemasyarakatan, yang menyebabkan
pertumbuhan bidang hukum administrasi negara tertentu berjalan secara sektoral.
Faktor-faktor inilah yang menyebabkan HAN tidak dapat dikodifikasi
Fungsi HAN : Hukum administrasi sebagai hukum publik memiliki hubungan erat dengan
tindakan publik (tindakan pemerintah) dalam mengatur dan mengendalikan
masyarakat. Di sisi lain. Hukum administrasi juga membatasi dan mengendalikan
tindakan publik (tindakan pemerintah) itu sendiri. Sebagai hukum publik, hukum
administrasi memiliki fungsi yang sangat strategis dan penting. Fungsi hukum
administrasi menurut konsep P. den Haan cs, memiliki tiga fungsi, antara lain :
a. Fungsi normatif (normative functie) yang meliputi fungsi organisasi
(pemerintah) dan instrumen pemerintahan; b. Fungsi instrumental (Instrumentele
functie), yang meliputi fungsi instrumental aktif dan fungsi instrumental
pasif. Fungsi instrumental aktif dalam bentuk kewenangan dan fungsi
instrumental pasif dalam bentuk kebijaksanaan (beleid). Fungsi instrumental ini
diarahkan pada pencapaian tujuan pemerintahan, sehingga mengandung asas
efisiensi (daya guna) dan asas efektifitas (hasil guna); c. Fungsi jaminan
(waarborgfunctie), yang meliputi tiga jenis jaminan, yaitu : 1) Jaminan
pemerintahan (bestuurlijk waarbogen) yang menyangkut tentang aspek doelmatige
dan democratie, antara lain : keterbukaan (openbaarheid), inspraak dan berbagai
mekanisme pengawasan (controll); 2) Perlindungan hukum (rechtsbescherming); 3)
Ganti rugi (de schadevergoeding).
Di sisi lain, konsep J. Van der Hoeven dalam bukunya De Drie
Dimensies van het Bestuursrecht memaparkan tiga sisi hukum aministrasi,
meliputi :
a.Normativiteit,
yaitu hukum tentang kekuasaan memerintah (recht op de regermacht);
b.Organisasi
dan instrumental (de organizatie en instrumentarium); dan
c.Kedudukan
hukum warga negara terhadap pemerintahan (de rechtspositie van der tegenover
het bestuur). Mendasarkan pada fungsi administrasi yang dikemukakan oleh P.de
Haan dan J.van der Hoeven tersebut, secara sederhana dapat kita pahami bahwa
hukum administrasi berfungsi sebagai norma yang mengatur lembaga dan kekuasaan
pemerintah dalam menjalankan pemerintahan, sebagai sarana menjalankan
pemerintahan, yakni landasan kewenangan maupun kebijakan, dan berfungsi
menjamin warga negara atas tindakan pemerintah. Hakekat dan inti dari hukum
administrasi tersebut adalah :
1)memungkinkan
administrasi (negara) untuk menjalankan fungsinya;
2)melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi
(negara) dan juga melindungi administrasi (negara) itu sendiri.
Pada
orde baru terdapat
permasalahan dalam
pelaksanaan sistem
pemerintahan Indonesia.
Bentuk permasalahannya berupa pola pikir pemerintah yang mengakibatkan rakyat
tidak mempunyai peran yang dapat mengontrol birokrasi pemerintah. Kekuasaan ini
disalahgunakan oleh penguasa untuk menguasai struktur birokrasi dengan konsep monoloyalitas.
Semua pejabat termasuk pegawai dari lini dan layer mempunyai jabatan dan
kewajiban rangkap memihak kepentingan penguasa. Keadaan seperti ini membuat
sistem sentralisasi pemerintahan menjadi kuat. Konsep monoloyalitas ini
berdampak terhadap penataan kepegawaian atau sumber daya aparatur pemerintah
a. Kelembagaan birokrasi pemerintah yang besar dan tidak
profesional;
b. Mekanisme
kerja yang sentralistik;
c.
Kontrol terhadap birokrasi
pemerintah masih dilakukan oleh pemerintah, untuk pemerintah, dan dari
pemerintah;
- Patron-klien (KKN) dalam birokrasi pemerintah merupakan halangan terhadap upaya mewujudkan meritokrasi dan birokrasi;
- Tidak ada ”sense of accountability” secara kelembagaan maupun individu;
- Jabatan birokrasi yang hanya menampung jabatan struktural dan pengisiannya sering kali tidak berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan;
- Penataan sumber daya aparatur tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan penataan kelembagaan birokrasi.
Hubungan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum
Kepegawaian
Sistem administrasi pemerintahan
terbagi menjadi dua bagian yaitu pegawai negeri dan masyarakat.
Pegawai negeri mempunyai otoritas
dan wewenang secara hukum, sedangkan masyarakat tidak memiliki wewenang.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan
tersebut maka terdapat hubungan antara Hukum
Administrasi Negara dengan Hukum Kepegawaian yang disebut sebagai openbare
dienstbetrekking (hubungan dinas publik) terhadap negara (pemerintah).
Adapun openbare dientsbetrekking yang melekat pada hubungan hubungan
hukum kepegawaian itu lebih merupakan hubungan sub-ordinatie antara
atasan dengan bawahan. Berdasarkan
uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara Hukum
Kepegawaian dengan Hukum Administrasi Negara adalah :
1. Obyek Hukum Administrasi Negara adalah
kekuasaan pemerintah;
2. Penyelenggaraan pemerintahan sebagian
besar dilakukan oleh Pegawai Negeri;
3. Tugas dan wewenang Pegawai Negeri
berupa public service dituangkan dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 43 tahun
1999 yang menyatakan bahwa Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur
Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur
adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara,
pemerintahan dan pembangunan
4. Hubungan antara Pegawai Negeri dengan
negara adalah hubungan dinas publik;
5. Sengketa kepegawaian merupakan sengketa
Tata Usaha Negara.
Undang-undang yang mengatur soal birokrasi di
Indonesia adalah Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
(selanjutnya disebut UU Kepegawaian). Dalam hukum Indonesia memang tidak
dikenal istilah birokrasi. Namun, dalam Undang-undang Kepegawaian, birokrasi
identik dengan pegawai negeri sipil. Pemisahan yang tidak tegas antara fungsi
negara dan fungsi pemerintah sebenarnya dimulai dari konstitusi. Kita lihat
saja istilah "kekuasaan pemerintahan negara" yang dipegang oleh
eksekutif, dalam hal ini presiden. Padahal secara umum pemerintahan
diselenggarakan oleh semua lembaga negara, yang menyelenggarakan fungsi-fungsi
negara, termasuk di dalamnya eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga
negara lain.
Terlepas dari kelemahan konstitusi, kedudukan
birokrasi semakin diperlemah oleh Undang-undang Kepegawaian. Secara sengaja
pegawai negeri sipil ditempatkan sebagai alat pemerintah (eksekutif), bukan
alat negara. Dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya, pegawai negeri sipil
tunduk pada aturan pemerintah. Bagaimana mungkin pegawai negeri sipil dapat
menjalankan roda birokrasi secara netral jika kebijakan dan aturan yang
digunakan tunduk serta patuh kepada pemerintah. Kesalahan berikutnya adalah
negara sering kali diidentikkan dengan pemerintah. Peran masyarakat tidak
menjadi tolok ukur dalam penyelenggaraan negara. Masyarakat cenderung menjadi obyek
penyelenggaraan negara. Maka dari itu kita perlu mengukur hubungan hukum antara
Negara dengan Pegawai Negeri sipil dan Pejabat Negara, agar dapat memahami dan
menguraikan hubungan hukuma tersebut berikut segala hak dan kewajiban yang
dimilikinya.
Jika kita melihat penjelasan tentang Pejabat Negara yang dikemukakan oleh
Philipus M. Hadjon diatas, maka pada prinsipnya pendapat tersebut telah
mengurai jelas mengenai ruang lingkup wewenang dari Pejabat Negara, namun
penulis berpendapat ada beberapa hal yang perlu ditambah karena adanya
perubanhan undang-undang, yaitu mengenai pengecualian terhadap pegawai negeri
yang diangkat menjadi Pejabat Negara dibebaskan sementara waktu dari jabatan
organiknya selama menjadi Pejabat Negara, hal ini hanya ditujukan kepada Ketua,
Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung. Jika kita
melihat Undang-undang Nomor 43 tahun 1999, maka harus ditambah dengan Ketua,
Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan, karena hakim pada tingkat
apapun adalah Pejabat Negara. Mengenai hak dan kewajiban Pejabat Negara tidak
diatur secara lengkap dan rinci dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian dan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian,
melainkan diatur dengan undang-undang khusus yang mengatur lembaga-lembaga
tersebut.
Mekanisme hubungan hukum antara Negara dengan
Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara, terlihat jelas dalam undang-undang
yang mengaturnya yaitu Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian dan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang mengatur
tentang hak, kewajiban, wewenang serta larangan terhadap Pegawai Negeri serta
diperkuat lagi dengan berbagai peraturan pemerintah yang mengikat, diantaranya
Peraturan Pemerintah Nomor 30 thanun 1980 tentang Peeraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil.
Mengenai hak dan kewajiban Pejabat Negara
tidak diatur secara lengkap dan rinci dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian, melainkan diatur dengan undang-undang khusus yang mengatur
lembaga-lembaga tersebut.
Pada umumnya pejabat publik berstatus sebagai pegawai negeri, namun tidak
semua pejabat publik berstatus sebagai pegawai negeri seperti halnya pemegang
jabatan dari suatu jabatan negara (politieke ambtsdrager). Sebaliknya,
tidak setiap pegawai adalah pejabat, misalnya pegawai yang diberhentikan dari
jabatannya dan diberi istirahahat lama karena sakit. Dewasa ini, kajian hukum administrasi
lebih memandang hubungan hukum kepegawaian dimaksud sebagai suatu openbare dienstbetrekking (hubungan dinas publik) terhadap
negara (pemerintah). Adapun openbare
dienstbetrekking yang melekat
kepada hubungan hukum kepegawaian itu lebih merupakansub-ordinatie antara atasan dengan bawahan. Definisi
mengenai pegawai negeri dapat kita temui pada Undang-undang Nomor 8 tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor
43 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian. Kedua undang-undang tersebut memberikan definisi yang
sama mengenai pegawai negeri, yaitu:
Selain definisi, Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 dan Undang-undang Nomor
43 tahun 1999 juga mengatur kedudukan, kewajiban dan hak pegawai negeri.
Kedudukan pegawai negeri diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) sampai dengan (3)
Undang-undang Nomor 43 tahun 1999, yang berbunyi:
1.
Pegawai Negeri
berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.
2.
Dalam kedudukan dan
tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negei harus netral dari
pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
3.
Untuk menjamin
netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri
dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Kewajiban-kewajiban dari pegawai negeri diatur dalam Pasal 4 Undang-undang
Nomor 43 tahun 1999, yang berbunyi:
“Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Mengenai kewajiban pegawai negeri selanjutnya masih mengacu pada Pasal 5
dan Pasal 6 Ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 8 tahun 1974. Pasal 5,
berbunyi:
“Setiap Pegawai Negeri wajib mentaati segala peraturan perundangundangan
yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.”
Pasal 6, berbunyi:
1. Setiap Pegawai Negeri wajib menyimpan rahasia jabatan.
2. Pegawai Negeri hanya dapat mengemukakan rahasia-jabatan kepada dan atas
perintah pejabat yang berwajib atas kuasa Undang-undang.
Sedangkan hak dari pegawai negeri diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor
43 tahun 1999 dan Pasal 8, Pasal 9 Ayat (1) sampai dengan (3) dan pasal 10
Undang-undang Nomor 8 tahun 1974. Pasal 7 Undang-undang Nomor 43 tahun 1999,
berbunyi:
(1) Setiap Pegawai Negeri
berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan
tanggungjawabnya.
(2) Gaji yang diterima oleh
Pegawai Negei harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
(3) Gaji Pegawai Negeri yang
adil dan layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 8 Undang-undang Nomor 8 tahun 1974, berbunyi Setiap Pegawai Negeri
berhak atas cuti. Pasal 9 Undang-undang Nomor 8 tahun 1974, berbunyi:
(1) Setiap Pegawai Negeri
yang ditimpa oleh sesuatu Kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas
kewajibannya, berhak memperoleh perawatan.
(2) Setiap Pegawai Negeri
yang menderita cacat jasmani atau cacad rohani dalam dan karena
menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkannya tidak dapat bekerja lagi
dalam jabatan apapun juga, berhak memperoleh tunjangan.
(3) Setiap Pegawai Negeri
yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang duka.
Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 tahun 1974, berbunyi Setiap Pegawai Negeri
yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, berhak atas pensiun.
Hak pegawai negeri sipil yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 8
tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 juga diatur dan dijabarkan
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lain, baik pada ketentuan
perundang-undangan kepegawaian yang ada pada saat belum berlakunya ketentuan
pokok-pokok kepegawaian maupun sesudahnya.
Selain kedudukan, kewajiban dan hak yang dimuat dalam Undang-undang Nomor 8
tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999, maka diberlakukan juga
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil yang menetapkan larangan dan kewajiban bagi pegawai negeri sipil.
Kewajiban bagi pegawai negeri sipil diatur dalam Pasal 2, yang berbunyi:
Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib:
1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara, dan Pemerintah;
2. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri
sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan
Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain;
3. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Pegawai
Negeri Sipil;
4. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji
jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;
6. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik langsung
menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;
7. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
8. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
Negara;
9. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan
Korps Pegawai Negeri Sipil;
10. j. Segera melaporkan kepada
atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan
Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan material;
11. Mentaati ketentuan jam kerja;
12. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;
13. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan
sebaik-baiknya;
14. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang
tugasnya masing-masing;
15. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap
bawahannya;
16. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;
17. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya;
18. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;
19. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya;
20. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;
21. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun
terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan;
22. Hormat menghormati antara sesama warganegara yang memeluk agama/
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan;
23. Menjadi teladan sebagai warganegara yang baik dalam masyarakat;
24. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang
berlaku;
25. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;
26. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang
diterima mengenai pelanggaran disiplin.
3.1 Analisis Hubungan Hukum
Administrasi Negara dengan Hukum Kepegawaian Negara
Analsisa hubungan
kepegawaian dengan hukum administrasi negara, ilmu manajemen dalam
penyelenggaraan negara dan ilmu pemerintahan. Merujuk kepada UU no 43 tahun
1999 tentang pokok-pokok kepegawaian pada pasal (1) ayat 2. menyatakan perlunya
pegawai negeri sipil untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.
Namun dalam prakteknya pegawai negeri mempunyai peran ganda dalam menjalankan
perannya sebagai penyelenggara negara.
1. Sebagai pejabat
pemerintahan
2. Sebagai pejabat
administrasi negara
Sebagai pejabat
pemerintahan pegawai negeri menjalankan pemerintahan yang bersifat strategis,
policy atau ketentuan umum dan melalui tindakan-tindakan pemerintahan yang
bersifat menegakkan ketertiban umum, hukum wibawa negara dan kekuasaan negara.
Sedangkan sebagai pejabat adminstrasi negara menjalankan tugasnya sebagai
public servis, menggunakan wewenang dan kekuasaannya berdasarkan hukum publik
dalam hal ini hukum adminstrasi negara. Dalam hal demikian administrsi negara mempunyai
beberapa keleluasaan dalam melakukan tindakannya, tatapi karenan negara
merupakan negara hukum, mAka dalam menjalankan tindakan tersebut harus tetap
berpegang kepada sendi-sendi negara hukum, yaitu: Segala tindakan pemerintah
harus didasarkan atas hukum dan Tidak melanggar hak azazi manusia. Hukum
administrasi negara mempunyai fungsi pengawasan dalam penyelenggaraan negara
yaitu untuk mencegah timbulnya dan menindak segala bentuk penyimpangan tugas
pemerintah sebagai pejabat administrasi negara dari apa yang telah digariskan.
Disamping itu untuk menghindari terjadinya kekelirua-kekeliruan baik yang
disengaj maupun yang tidak disengaja.
Namun ketika pemerintah (pegawai
negeri sipil) hanya bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban kemudian
membuat keputusan yang bersifat umum tidak ditujukan kepada indvidu tertentu
hal ini tidak dapat dilawan oleh masyarakat. Management berperan dalam
penyelenggaraan negara juga membahas managemen terhadap pegawai negeri sipil,
yaitu segala upaya untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi dan derajat
profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian yang
meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi,
penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian. sistim kepegawaian indonesia dan
alasan memakai sistim kepegawaian tersebut sistim kepegawaian indonesia indonesia
memakai sisitim kepegawaian karir (carrer system), menurut sistim ini seseorang
diterima menjadi pegawai karena pertimabangan kecakapan. Kesempatan untuk mengmebangkan
bakat serta kecakapan terbuka selam pegawai mampu bekerja. Pangkatnyapun dapat
dinaikkan setinggi mungkin dalam UU no 8 tahun 1974 tentan pokok-pokok
kepegawaian yang mendasarkan pengangkatan pertama berdasarkan kecakapan pegawai
bersangkutan sedang selanjutnya masa kerja, kesetiaan, pengabdian dan
syarat-syarat objektif lainnya juga menentukan pengangkatan. Didalam UU ini
juga terdapat sistem kepegawaian berdasarkan prestasi kerja, dimana kenaikan
pangkat ditentukan oleh kecakapan orang itu
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Aparatur Pemerintah sebagai pilar
utama dalam pelaksanaan pemerintahan,terus didorong dalam pelaksanaan tugasnya
untuk mewujudkan Tata Pemerintahan yang baik (good governance), namun dalam
beberapa kasus masih ditemukan kurangnya rasa tanggung jawab dari sebagian
pegawai danbelum bebas dari praktek KKN. Kondisi ini dipicu sebagai akibat dari
kualitas aparat yang kurang professional, dan sangat dipengaruhi oleh situasi
dan kondisi yang berkaitan dengan sistem pembinaan kepegawaian antara lain
sistem pembinaan karir yang belum sepenuhnya bersifat merit
system,pendapatan/penghasilan pegawai negeri yang masih jauh dari kebutuhan
minimal, peraturan yang berlaku memberi peluang kepada pegawai untuk ber KKN,
masih adanya dorongan masyarakat untuk terjadinya praktek KKN. Belum optimalnya
proses desentralisasi dan otonomi daerah karena belum jelasnya kewenangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang berakibat tumpang tindihnya kebijakan
Pusat dan Daerah, dan masih rendahnya kapasitas Pemerintah Daerah serta
meningkatnya keinginan untuk membentuk daerah otonom baru yang belum sesuai
dengan tujuannya. Disisi lain, sulitnya melakukan koordinasi dengan pemerintah
Kabupaten/Kota dikarenakan persepsi terhadap undang-undang otonomi daerah belum
sesuai dengan makna dari undang-undang dimaksud sertatidak adanya data akurat
mengenai wilayah dan batas wilayah setiap daerah pemerintahan Kabupaten/Kota.
1.2 Saran
Kesemua hal ini selayaknya dijadikan alas bagi
kehadiran upaya-upaya dan sungguh-sungguh mengerjakan dan membentuk kembali
birokrasi pelayanan publik dalam rangka mewujudkan keadilan sosial yang harus
ditempatkan seiring sejalan dengan upaya sungguh-sungguh mengubah posisi
pelyanan publk lebih mengarah pada kemudahan pelayanan serta menjamin hak-hak
atas kepunyaan milik rakyat dalam hal
ini diberikan kemudahan dari pemerintah
.
Daftar Pustaka
Kotan
Y. Stefanus, 1995, Mengenal
Peradilan Kepegawaian Di Indonesia,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 79
Moh.
Mahfud MD, 1988, Hukum
Kepegawaian Indonesia, Liberty,
Yogyakarta, h. 132
Sri
Hartini, Hj. Setiajeng Kadarsih, Tedi Sudrajat, 2008, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h. 149
UU.RI.No.8
Tahun 1974 Tentang PokokPokok Kepegawaian
Sebagaimana Telah Diubah
Dengan UU.RI.No.43 Tahun 1999.
UU.No.5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Sebagaimana Telah Diubah
Dengan
UU.No.9 Tahun 2004 dan UU.No.51 Tahun 2009.
PP.No.30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
PNS.
Moh.
Mahfud MD, 1988, Hukum Kepegawaian Indonesia,Liberty, Yogyakarta, h. 1 – 23
Rozali
Abdullah 1986, Hukum
Kepegawaian, CV. Rajawali,
Jakarta,h. 2
Marbun
– Mahfud, 1987, PokokPokok Hukum
Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta,
h.104
Muchsan,
1982, Hukum Kepegawaian, Bina Aksara, Jakarta, h.17,18
Musanef
, 1984, Manajemen Kepegawaian Di
Indonesia, PT.Gunung Agung, Jakarta,
h.5
Poerwadarminta,WJS,
1987, Kamus Umum Bahasa
Indonesia; Balai Pustaka, Jakarta,
h.723
Soewarno
Handayaningrat, 1986, Administrasi
Pemerintahan Dalam Pembangunan
Nasional,
Gunung Agung, Jakarta, h.18,154.