TEORI LIBERALISME
DAN
NEOLIBERALISME
NAMA : BERKAT GOWASA
NPM : 10.011.111.024
JURUSAN : ILMU PEMERINTAHAN
MATA KULIAH : TEORI-TEORI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS DARMA AGUNG
MEDAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Liberalisme
pada awalnya muncul saat dunia barat memasuki enlighment ages atau abad pencerahan sekitas abad ke 16 sampai awal
abad 19 yang mana pada saat itu, mulai muncul industri dan perdagangan dalam
skala besar yang berbasis teknologi baru. Untuk mengelolala kedua hal tersebut
muncullah kebutuhan-kebutuhan baru seperti buruh yang bebas dalam jumlah
banyak, ruang gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi dan kekbebasan
berkreasi. Namun kebutuhan-kebutuhan ini terbentur oleh peraturan-peraturan
yang dibuat masa pemrintahan yang feodal. Maka golongan intelektualyang
mengendepankan rasionalitas memunculkan paham liberal. Golongan intelektual ini
merasakan keresahan ilmiah (rasa ingin
tahu dan keinginan untuk mencari pengetahuan yang baru).
Ketika
pasar bebas tak dapat terbendung dan pembentukan regionalisme tiap daerah yang
terdapat di setiap benua mulai berkembang, maka globalisasi memang sedang
merajalela dalam perekonomian dunia. Jika memandang keadaan modern saat ini,
sudah tak dapat dipungkiri lagi bahwa sesungguhnya negara-negara yang masih
berdiri harus menelan “material” klasik yang kian melaju pesat, yang tak lain
dikenal dengan sebutan neoliberalisme. Sebagai teori yang makin kontemporer,
paham liberalisme yang sangat mengakar pada kehidupan historis ekonomi ini
mulai diterima dan dilaksanakan setiap negara. Krisis finansial Amerika Serikat
yang marak terjadi pun mampu memberikan dampak yang signifikan bagi negara lain
di seluruh penjuru bumi. Lantas, apakah paham liberalisme yang disebarluaskan
oleh AS ini mampu bertahan dan tetap menjadi solusi absolut terhadap
permasalahan ekonomi? Sejauh manakah raksasa liberalisme mampu menaklukkan
“hati” negara lain untuk menganut dan memberlakukan paham tersebut?
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian diatas dengan demikian yang menjadi
rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
Bagaimana proses Teori Liberalisme dan neoliberalisme dalam
memberikan pengaruh pada sebuah negara dalam menunjang kelangsungan hidup
masyarakat.
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun yang
menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah :
a.
Untuk mengetahui proses munculnya
liberalisme dan neoliberalisme
b.
Untuk menjelaskan perkembangan
liberalisme dan neoliberalisme pada negara yang menganutnya
c.
Menjelaskan proses terbentuknya
leberalisme dan neoliberalisme
1.4
Manfaat
Penulisan
yang menjadi manfaat dalam makalah ini adalah :
memberikan suatu pengertian bahwa perlu adanya sebuah paham
liberalisme dan neoliberalisme dalam menunjang perkembangan kehidupan
masyarakat secara lokal maupun secara menyeluruh dalam menyikapinya apakah
paham tersebut memberikan dampak positif atau negatif.
Memberikan informasi bagi kalangan mahasiswa sebagai
cendikiawan dan masyarakat luas dalam memahami dan memiliki buah pemikiran yang
menjdi sebuah landasan berfikir dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Liberalisme
Kata liberalisme berasal dari bahasa Latin liber artinya bebas dan
bukan budak atau suatu keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan
orang lain. Dan isme yang berati
paham. Makna bebas kemudian menjadi sebuah sikap kelas masyarakat terpelajar di
Barat yang membuka pintu kebebasan berfikir (The old Liberalism). Dari
makna kebebasan berfikir inilah kata liberal berkembang sehingga mempunyai
berbagai makna.
bermula pada 1776-1788, oleh Edward Gibbon, perkataan liberal mulai diberi maksud yang baik,
yaitu bebas dari prasangka dan bersifat toleran. Maka pengertian liberal pun
akhirnya mengalami perubahan arti dan berkembang menjadi kebebasan secara
intelektual, berpikiran luas, murah hati, terus terang, sikap terbuka dan
ramah.
Prinsip dasar liberalisme adalah keabsolutan dan
kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama, suara hati, keyakinan,
ucapan, pers dan politik. Di samping itu, liberalismme juga membawa dampak yang
besar bagi sistem masyarakat Barat, di antaranya adalah mengesampingkan hak
Tuhan dan setiap kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang
publik menjadi sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap agama Kristen
dan gereja atas statusnya sebagai lembaga publik, lembaga legal dan lembaga
sosial.
Oxford English Dictionary
menerangkan bahwa perkataan liberal telah lama ada dalam bahasa Inggris dengan
makna sesuai untuk orang bebas, besar, murah hati dalam seni liberal. Pada
awalnya, liberalisme bermaksud bebas dari batasan bersuara atau perilaku,
seperti bebas menggunakan dan memiliki harta, atau lidah yang bebas, dan selalu
berkaitan dengan sikap yang tidak tahu malu.
Frederic Bastiat, Gustave de Molinari,
Herbert Spencer, dan Auberon Herbert, adalah aliran ekstrem yang
dikenal dengan anarkhisme (tidak ada pemerintahan) ataupun minarkisme
(pemerintahan yang kecil yang hanya berfungsi sebagai the nightwatchman state.
Liberalisme selalu menentang sistem kenegaraan yang didasarkan pada hukum
agama.
Liberalisme
lahir dari sistem kekuasaan sosial dan politik sebelum masa Revolusi Prancis
berupa sistem merkantilisme, feodalisme, dan gereja roman Katolik. Liberalisme
pada umumnya meminimalkan campur tangan negara dalam kehidupan sosial. Sebagai
satu ideologi, liberalisme bisa dikatakan berasal dari falsafah humanisme yang
mempersoalkan kekuasaan gereja di zaman renaissance dan juga dari golongan Whings
semasa Revolusi Inggris yang menginginkan hak untuk memilih raja dan membatasi
kekuasaan raja.
2.2. Pengertian Neoliberlisme
Teori
neoliberal pertama-tama diformulasikan oleh Milton Friedman, seorang ahli
ekonomi dari Universitas Chicago, AS, yang berarti pemutusan hubungan secara
radikal aturan Negara terhadap mesin pertumbuhan ekonomi, dikuranginya kontrol
dan pengetatan perdagangan internasional, penyesuaian tingkat pertukaran,
dihapuskannya intervensi Negara terhadap pasar domestik dan liberalisasi pasar
finansial. Kebijakan ini menjadi populer sejak tahun 1970an.
menurut
Paul Hirst dan Graham Thompson, neoliberalisme berarti membuat pasar bebas dari
politik, serta membiarkan perusahaan-perusahaan besar dan pasar
mengalokasikan(menempatkan, menata atau mengatur) faktor produksinya sampai
tingkat yang tertinggi tanpa campur tangan Negara. Menurut pengertian ini,
peran Negara atau pemerintah hanya menjadi pelengkap atau pengganti dari
pemain-pemain bisnis utama dimana tugasnya adalah menyediakan dan mengusahakan
tertib politik dan hukum untuk sebesar-besarnya kepentingan kaum kapitalis
yakni eksploitasi dan konsentrasi akumulasi modal. Neoliberalisme menghendaki
agar hidup manusia, fungsi masyarakat, dan kebijakan pemerintah, ditundukkan
pada pasar.
"Neo"
berarti kita membicarakan jenis baru liberalisme. Jadi apa jenis lamanya?
Pemikiran ekonomi liberal menjadi terkenal di Eropa ketika Adam Smith, seorang
pakar ekonomi Skotlandia, menerbitkan buku pada 1776 berjudul THE WEALTH OF
NATIONS. Ia dan beberapa lainnya mengadvokasikan penghapusan intervensi
pemerintah dalam masalah perekonomian. Tidak ada pembatasan dalam manufaktur,
tidak ada sekat-sekat perdagangan, tidak ada tarif, katanya; perdagangan bebas
adalah cara terbaik bagi perekonomian suatu bangsa untuk berkembang. Ide-ide
tersebut "liberal" dalam arti tidak ada kontrol. Penerapan
individualisme ini mendorong usaha-usaha "bebas", kompetisi
"bebas" -- yang kemudian artinya menjadi bebas bagi kaum kapitalis
untuk mencetak keuntungan sebesar yang diinginkannya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Historis Perkembangan Liberalisme dan
Neoliberalisme
Secara
historis, Liberalisme muncul sebagai reaksi perlawanan terhadap sikap penganut
paham Merkantilis pada pertengahan abad XVIII. Di Perancis, ahli ekonomi
menyebut gerakan ini sebagai gerakan physiocrats yang menuntut kebebasan produksi
dan berdagang. Di Inggris, ahli ekonomi Adam Smith menjelaskan dalam bukunya
(the Wealth of Nations 1776) mengenai keuntungan untuk menghapus
pembatasan-pembatasan dalam perdagangan. Berdasarkan the New Lexicon Websters’s
Dictionary of the English Language, liberalisme berasal dari kata liberal yang
bermakna menganggap baik kebebasan individu, reformasi sosial, dan penghapusan
atas pembatasan-pembatasan dalam ekonomi. Dengan demikian, liberalisme telah
dipandang sebagai sebuah ideologi atau pandangan filsafat yang didasarkan pada
pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama dan menerapkan sistem
pasar yang bebas dan terbuka. Kebebasan individu dijamin melalui mekanisme
pasar. Lain halnya perspektif liberal dalam ekonomi, merupakan pandangan yang
mendorong kebebasan pasar dan minimalisasi peran negara. Oleh sebab itu,
perspektif liberal menempatkan individu sebagai fokus utama dalam ekonomi agar
dapat meningkatkan efisiensi dan memaksimalisasi keuntungan. Argumentasi ini
diperkuat dengan suatu premis yang sangat mendasar dalam perspektif liberal
bahwa konsumen perseorangan, perusahaan, atau rumah tangga merupakan basis dari
perekonomian masyarakat. Individu-individu dianggap rasional dan berusaha untuk
memaksimalisasi atau memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka dengan tingkat biaya
serendah-rendahnya.
Kaum
liberalis memahami ekonomi politik internasional sebagai suatu aplikasi teori
dan metodologi ekonomi internasional yang memisahkan interaksi antara ekonomi
dan politik. Adanya peran kuat dan aktif dalam mekanisme pasar telah memudarkan
otoritas pemerintah sebagai aktor utama negara. Ekonomi dan politik itu adalah
dua arena yang seharusnya dipisahkan dan masing-masing beroperasi menurut
aturan-aturan serta logika-logikanya sendiri. Karena orang-orang liberal
percaya bahwa faktor-faktor ekonomi merupakan determinan dari semua proses
sosial, maka menurut mereka fenomena ekonomi politik internasional dapat di
jelaskan dengan berbagai teori yang ada dalam ilmu ekonomi. Peran dan Pengaruh Liberalisme Terhadap
Perekonomian Dunia Dalam perkembangan
ekonomi modern, perspektif liberalisme mulai bercampur dengan asas-asas
demokrasi yang pada akhirnya memunculkan teori neoliberalisme yang dipelopori
oleh Friedrich von Hayek (1899 –1992). Walaupun perkembangan neoliberalisme
telah menduduki perekonomian internasional, esensi-esensi historis liberal
tetap menjadi pemegang kendali kehidupan ekonomi politik saat ini. Mengutip
pernyataan John Madison yang berbunyi : “jika manusia adalah malaikat, maka
pemerintahan dan demokrasi tidak diperlukan”. Pernyataan tersebut mengingatkan
sesuatu bahwa sebagai manusia yang tidak sempurna secara utuh, maka kebebasan
dan toleransi perlu dijunjung tinggi. Sama halnya dengan ungkapan yang
dikemukakan oleh Rizal Malarangeng : ”Kalau ingin mempengaruhi orang, gunakan
akal pikiranmu, gunakan persuasi, dalam sebuah konteks besar yang dinamakan
free market of ideas. Hal itu pula yang harus diterapkan dalam sosial, politik
ekonomi, dan agama”
Dari dua pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa eksistensi paham
liberalisme dalam mempengaruhi ekonomi politik internasional begitu melesat
semenjak Perang Dunia II. Hal ini dibuktikan dengan kesuksesan India membuka
pintunya bagi penetrasi dan mengubah ekonomi genetiknya ke arah ekonomi pasar.
Demikian pula apa yang terjadi di Cina, yang menyadari bahwa kondisi lebih
mengerikan akan terjadi jika ekonomi pasar diganti dengan ekonomi yang
sentralistik. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya merujuk pada kegagalan
ekonomi, tapi juga diikuti dengan tragedi manusia yang luar biasa.
Selain
itu, pengaruh dan peran liberalisme terhadap ekonomi politik internasional
dapat terlihat pada. Dampak lain dari model liberalisasi ekonomi sebagaimana
menjadi gagasan negara-negara maju adalah terlalu dominannya peranan
lembaga-lembaga keuangan, yang sebagian besar bergerak disektor distribusi.
Lembaga keuangan, dalam konteks ekonomi tradisional, sebenarnya tidak lebih
dari para pedagang, yang bekerja lebih berdasarkan spekulasi daripada
pertimbangan ekonomi murni. Para lembaga keuangan adalah pemain utama di
berbagai pasar bursa dunia. Hal yang menarik dalam memahami lembaga keuangan
ini adalah “mereka membeli tetapi bukan konsumen, dan mereka menjual tetapi
bukan produsen”. Akibatnya, perekonomian dunia bergerak berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan spekuatif, dengan melihat aspek-aspek non ekonomi
dari setiap transaksi.
Lembaga-lembaga
keuangan seperti Lehman Brothers dan Merrill Lynch telah membawa kekuatan
ekonomi sekaligus politik. Walaupun mereka bergerak berdasarkan prinsip-prinsip
liberalisme ekonomi, namun terdapat gejala hipokrisi dalam aktivitas ini. Sejak
lama, para analis ekonomi dan politik internasional meyakini adanya hubungan
saling menguntungkan antara kalangan swasta (yang didominasi oleh lembaga
keuangan dunia) dengan elit politik di negara-negara maju untuk mempengaruhi
kebijakan ekonomi dan juga politik suatu negara untuk mendukung perekonomian
dunia yang liberal.
Liberalisme
: Prospek Ideal Ekonomi Politik Internasional? Dalam perkembangannya tersebut liberalisme
masih memiliki titik kelemahan yang tertutupi oleh pemikiran dektruktif
kreatif. Pertama, penerapan liberalisme dalam perekonomian dunia dapat membuat
dunia ke dalam tatanan yang cenderung tidak adil. Liberalisasi berbagai sektor
perekonomian akan menciptakan persaingan bebas dalam pasar dunia. Artinya, disaat
persaingan bebas terjadi maka negara-negara yang memiliki tingkat
perekonomiannya relatif tinggi akan semakin kuat sedangkan yang memiliki
tingkat perekonomiannya relatif rendah akan semakin lemah. Misalnya dalam hal
impor ketika kebijakan liberalisasi diterapkan maka produk-produk dalam negeri
akan terancam keberadaannya. Harga produk-produk impor yang lebih murah akan
diiringi dengan meningkatnya permintaan terhadap produk-produk tersebut.
Sehingga permintaan produk-produk dalam negeri cenderung menurun bahkan tidak lagi dapat berproduksi alias
“bangkrut”. Kebangkrutan produksi ini akan menyebabkan semakin banyaknya
pengangguran yang dapat menimbulkan gejolak sosial.
Kedua,
liberalisme akan menciptakan suatu hubungan ketergantungan antara negara yang
kaya dengan negara yang miskin. Salah satu contohnya adalah kebijakan
privatisasi BUMN suatu negara yang dibeli oleh negara asing sebagai suatu
konsekuensi dari liberalisasi. Karena negara “menganggap” dirinya tidak mampu
lagi mengelola dan membiayai proses produksi BUMN tersebut. Padahal BUMN
umumnya merupakan badan atau perusahaan-perusahaan yang berkaitan erat dengan
hajat hidup orang banyak. Sehingga tidak menutup kemungkinan pengaruh negara
asing akan sangat kuat terhadap negara tersebut. Lebih dari itu, kecenderungan
penjajahan dalam bentuk baru bisa saja terjadi.
Ketiga,
di dalam sistem mekanisme pasar akan timbul kekuatan monopoli yang merugikan.
Dalam mekanisme pasar tidak selalu terjadi persaingan sempurna di mana harga
dan jumlah barang ditentukan oleh permintaan pembeli dan penawaran penjual yang
banyak jumlahnya. Keempat, sistem perekonomian liberal cenderung membawa
ketidakstabilan. Ketidakpastian harga maupun nilai kurs yang cenderung tidak
teratur memperbesar ketidakpastian dalam ekonomi. Jika kita melihat fenomena krisis finansial
global yang terjadi pada Amerika Serikat, telah menunjukkan adanya krisis
perkembangan liberalisme sebagai prospek ideal ekonomi politik internasional.
Sebuah tragedi AS yang semakin memusnahkan politik hegemoninya ini bersumber
pada keyakinan akan ekonomi tanpa regulasi dan internasionalisasi persaingan
ekonomi. Ekonomi yang semakin memperingati kebebasannya malah berbalik memohon
ampun pada negara agar segera memperbaiki perekonomian nasional. Merkantilisme
pun mulai diberlakukan kembali dengan cara mengintervensi kepemilikan terhadap
perusahaan swasta. Bahkan, Indonesia mengatasi krisis yang berdampak global ini
melalui paket bail out yang dikucurkan oleh pemerintah kepada Bumi Resources.
Hubungan antara negara dan perusahaan-perusahaan multi nasional yang selama ini
seolah tampak dalam konteks independen, ternyata dipenuhi dengan
preferensi-preferensi yang diberikan oleh pemerintah (sebagai representasi
negara) kepada perusahaan-perusahaan tertentu, yang memiliki kapasitas politik
yang memadai.
Solusi krisis finansial global tak hanya diselesaikan dengan asumsi-asumsi
merkantilisme saja. Peran negara yang selama ini terhenti sebelum timbulnya
krisis harus dimaksimalkan dengan pemerataan dan keadilan rakyat yang tertuang
dalam sistem sosialisme ala Karl Marx.. Contoh konkrit yang dapat dilakukan
oleh warga AS adalah pemberian dana stimulus terhadap institusi sosial milik
pemerintah dan minimalisasi pajak masyarakat sipil.
3.2 Aliran Liberalisme Ditandai Dengan Magna Charta
Sejarahnya
paham liberalisme ini berasal dari Yunani kuno, salah satu elemen terpenting
peradaban Barat. Namun, perkembangan awalnya terjadi sekitar tahun 1215, ketika
Raja John di Inggris mengeluarkan Magna Charta, dokumen yang mencatat
beberapa hak yang diberikan raja kepada bangsawan bawahan. Charta ini secara
otomatis telah membatasi kekuasaan Raja John sendiri dan dianggap sebagai
bentuk liberalisme awal (early liberalism).
Perkembangan
liberalisme selanjutnya ditandai oleh revolusi tak berdarah yang terjadi pada
tahun 1688 yang kemudian dikenal dengan sebutan The Glorious Revolution of
1688. Revolusi ini berhasil menurunkan Raja James II dari England dan
Ireland (James VII) dari Scotland) serta mengangkat William II dan Mary II
sebagai raja. Setahun setelah revolusi ini, parlemen Inggris menyetujui sebuah
undang-undang hak rakyat (Bill of Right) yang memuat penghapusan
beberapa kekuasaan raja dan jaminan terhadap hak-hak dasar dan kebebasan
masyarakat Inggris. Pada saat bersamaan, seorang filosof Inggris, John
Locke, mengajarkan bahwa setiap orang terlahir dengan hak-hak dasar (natural
right) yang tidak boleh dirampas. Hak-hak dasar itu meliputi hak untuk
hidup, hak untuk memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini, beragama, dan
berbicara. Di dalam bukunya, Two Treatises of Government (1690), John
Locke menyatakan, pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar
tersebut, dan jika ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak
untuk melakukan revolusi.
Singkatnya
pada abad ke 20 setelah berakhirnya perang dunia pertama pada tahun 1918,
beberapa negara Eropa menerapkan prinsip pemerintahan demokrasi. Hak kaum
perempuan untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi di dalam pemerintahan
diberikan. Menjelang tahun 1930-an, liberalisme mulai berkembang tidak hanya
meliputi kebebasan berpolitik saja, tetapi juga mencakup kebebasan-kebebasan di
bidang lainnya; misalnya ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Tahun 1941,
Presiden Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan empat kebebasan, yakni kebebasan
untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech), kebebasan
beragama (freedom of religion), kebebasan dari kemelaratan (freedom
from want), dan kebebasan dari ketakutan (freedom from fear). Pada
tahun 1948, PBB mengeluarkan Universal Declaration of Human Rights yang
menetapkan sejumlah hak ekonomi dan sosial, di samping hak politik.
Jika ditilik
dari perkembangannya liberalisme secara umum memiliki dua aliran utama
yang saling bersaing dalam menggunakan sebutan liberal. Yang pertama
adalah liberal klasik atau early liberalism yang kemudian menjadi
liberal ekonomi yang menekankan pada kebebasan dalam usaha individu, dalam hak
memiliki kekayaan, dalam kebijakan ekonomi dan kebebasan melakukan kontrak
serta menentang sistim welfare state. Yang kedua adalah liberal
sosial. Aliran ini menekankan peran negara yang lebih besar untuk membela
hak-hak individu (dalam pengertian yang luas), seringkali dalam bentuk hukum
anti-diskriminasi.
Selain kedua
tren liberalisme diatas yang menekankan pada hak-hak ekonomi dan politik dan
sosial terdapat liberalisme dalam bidang pemikiran termasuk pemikiran
keagamaan. Liberal dalam konteks kebebasan intelektual berarti independen
secara intelektual, berfikiran luas, terus terang, dan terbuka. Kebebasan
intelektual adalah aspek yang paling mendasar dari liberalisme sosial dan
politik atau dapat pula disebut sisi lain dari liberalisme sosial dan politik.
Kelahiran dan perkembangannya di Barat terjadi pada akhir abad ke 18, namun
akar-akarnya dapat dilacak seabad sebelumnya (abad ke 17). Di saat itu dunia
Barat terobsesi untuk membebaskan diri mereka dalam bidang intelektual,
keagamaan, politik dan ekonomi dari tatanan moral, supernatural dan bahkan
Tuhan.
Pada saat
terjadi Revolusi Perancis tahun (1789) kebebasan mutlak dalam pemikiran,
agama, etika, kepecayaan, berbicara, pers dan politik sudah dicanangkan.
Prinsip-prinsip Revolusi Perancis itu bahkan dianggap sebagai Magna Charta liberalisme.
Konsekuensinya adalah penghapusan Hak-hak Tuhan dan segala otoritas yang
diperoleh dari Tuhan; penyingkiran agama dari kehidupan publik dan
menjadinya bersifat individual. Selain itu agama Kristen dan Gereja harus
dihindarkan agar tidak menjadi lembaga hukum ataupun sosial. Ciri
liberalisme pemikiran dan keagamaan yang paling menonjol adalah pengingkaran
terhadap semua otoritas yang sesungguhnya, sebab otoritas dalam pandangan
liberal menunjukkan adanya kekuatan diluar dan diatas manusia yang mengikatnya
secara moral. Ini sejalan dengan doktrin nihilisme yang merupakan ciri khas
pandangan hidup Barat postmodern yang telah disebutkan diatas.
3.3 Pencetus Aliran Liberalisme
Jhon Locke (1632-1704)
ialah seorang filsuf yang disebut sebagai juru bicara
Liberalisme. Jhon
Locke hidup dalam zaman yang penuh gejolak di Inggris.[1][2]Sebelum dia
lahir, terjadi perang saudara antara kaum
Cavaliver, para pengikut raja Charles I, dan kaum yang berada pada kekuatan
dalam parlemen.Sementara
itu, dalam parlemen terjadi perpecahan antara fraksi para imam yang menghendaki
pemerintahan teokratis elitis dan fraksi independen yang menghendaki kebebasan
politis bagi rakyat banyak. Dalam hidupnya, berbeda dengan Hobbes membela Raja
Charles I yang absolut, Locke
berpihak pada pemberontakan borjuasi melawan pemerintahan absolut, yang dikenal
sebagai “Glorious Revolution”.
Locke dilahirkan
dari keluarga yang memihak parlemen. Sikap puritan ayahnya sedikit banyak
memengaruhi pemikiran Locke yang tidak suka pada aristokrasi. Locke belajar di
Universitas Oxford dan disana ia menyukai fisiologi dan alergis terhadap
filsafat skolastik. Ia tidak begitu suka pada karya-karya klasik. Di satu
pihak, pengaruh liberalisme tertanam kuat didalam dirinya yang didukung oleh
pengaruh John Own.[2][3] Karena dekat dengan keluarga
Shaftesbury yang dimusuhi raja, bersama keluarga itu ia dibuang ke negeri
Belanda. Dalam pengasingan itu, Locke menulis bukunya An Essay concerning Human Understanding. Dalam hal ini, pemerintah
selalu mengawasi gerak-geriknya. Locke juga menulis filsafat politik dalam The Second Treatise of Goverment. Dalam
buku itu, berbeda dengan Hobbes yang memihak Absolutisme, John Locke menjadi
juru bicara Liberalisme. Pengaruh Locke dalam konstitusi Amerika Serikat sangat
besar. Gagasan-gagasannya menyebar dan dipelihara di Inggris dan Amerika hingga dewasa
ini.
Beberapa pemikiran Locke ialah sebagai
berikut:
1. Usaha Memukul Ajaran tentang
Idea-idea Bangsawan
John Locke mengagumi karya-karya
Descrates, Akan
tetapi, dia tidak setuju atas rasionalisme Descrates yang beranggapan bahwa
pengetahuan dapat diperoleh secara a priori. Locke berusaha menghantam ajaran
kuno itu dengan sebuah pendekatan filosofis yang berbeda sama sekali dari
rasionalisme. Menurut Locke anggapan para filsuf rasionalis bahwa idea-idea
tentang kenyataan itu sudah kita miliki sejak lahir adalah anggapan yang tidak terbukti
dalam kenyataan. Dengan demikian kebenaran dan kenyataan dipersepsi subjek
melalui pengalaman dan bukan bersifat bawaan. Segala prinsip a priori dan
universal itu harus dikembalikan kepada pengalaman terdahulu. Dapat dikatakan
bahwa serangan Locke atas idea-idea bawaan berkaitan dengan pandangan
liberalnya tentang manusia dan masyarakat.
2. Proses pikiran, Idea simpleks dan
Kompleks
Proses internal langsung berdasarkan
pengalaman lahiriah itu menghasilkan idea-idea seperti : idea nimat dan idea
sakit. Semua idea yang dihasilkan dari penangkapan langsung ini disebut Locke
sebagai idea Simpleks. Menurut Locke idea-idea abstrak tentang ruang itu
merupakan hasil penyusunan idea simpleks yang terpisah menjadi idea yang
Kompleks. Jadi, Locke tidak sama sekali menolak kemungkinan pengetahuan
abstrak. Yang ditolaknya adalah segala bentuk pengetahuan a priori, termasuk
idea ruang dan waktu.
3. Etika yang memuja kenikmatan
Banyak filsuf tradisional dan filsuf
Jerman dan Perancis berpendapat bahwa tingkah laku kita ditentukan oleh
asas-asas moral yang bersifat a priori dan universal. Locke menentang gagasan
macam itu dangan menegasakan bahwa yang menentukan tindakan-tindakan kita
bukanlah asas-asas universal melainkan sesuatu yang berasal dari pengalaman
indrawi, yaitu rasa nikmat dan rasa sakit. Berdasarkan ajaran ini, Locke
menetapkan lima nilai yang patut yang patut dikejar dalam hidup ini. Pertama
dalah kesehatan, memungkinkan kita menikmati segala sesuatu dengan panca
indera. Kedua adalah nama baik atau kehormatan, atau kenikmatan yang dihasilkan
dari pengakuan sosial. Ketiga adalah pengetahuan, yang juga memungkinkan kita
mengubah-ubah objek kenikmatan. Keempat adalah berbuat baik, yaitu tindakan
yang menguntungkan dan memeberi kepuasan. Kelima adalah harapan akan kebahagian
abadi.
4. Ajaran Politik
Dalam keadaan asli, manusia hidup
bermasyarakat dengan diatur oleh hukum-hukum kodrat dan masing-masing individu
memiliki hak-hak yang tak bleh dirampas darinya. Melalui kontrak sosial
dihasilkan pemerintahan atau kekuasaan eksekutif yang dibatasi oleh hukum-hukum
dasar tertentu. Hukum-hukum itu melarang pemerintahan merampas hak individu.
Pemerintah diperlukan justru untuk menjamin seluruh keamanan masyarakat. Fungsi
pokok pemerintah, menurut Locke, adalah menjaga hak milik pribadi. Locke
merupakan seorang juru bicara kenamaan
liberalisme dan perintis paham hak-hak asasi manusia.
3.4 Perkembangan Aliran Liberalisme Sampai
Sekarang Ini
Unsur konseptual, sosial, ekonomi dan politik doktrin
liberal saling terkait dengan membentuk proses sejarah yang tunggal.
Liberalisme terutama berhubungan dengan citra-diri dan cita-cita kelas menengah
yang baru muncul pada abad ke-18 dan ke-19 berlaku sebagai kredo yang mereka
gunakan untuk menyingkirkan elite bangsawan dan pemilik tanah serta membangun
lingkungan baru yang sesuai dengan kebutuhan perdagangan, industri, dan
profesi. Kredo ini sudah jelas bagi teorotisi liberal “klasik” yang menulis
perkembangan pada periode tersebut. Mereka melihat masyarakat Inggris yang
pertama kali mengalami Revolusi Industri dan politik, telah memberikan model
yang berusaha mereka tiru. Meskipun hubungan antara etos liberal dan
perkembangan sosial dan politik Inggris sering dilihat secara tidak lengkap
oleh para tokoh utama tradisi liberal Inggris, seperti John Locke (1632-1704),
J.S. Mill (1806-1873), pemikir dari Scotlandia-terutama Adam Smith
(1723-1790)-lebih menyadari serba kemungkinan sejarahnya. Kaum liberal Eropa
kontinental (Eropa Barat non Inggris), jauh lebih mencermatinya, dan lebih
sosiologis pada penulis seperti Montesquiue (1689-1755) dan beberapa pemikir
lainya.
Pada abad ke-20, basis sosial liberalisme menjadi persoalan
yang tidak dapat diabaikan oleh teoritisi liberal. Dalam masyarakat Industri
massa yang di dominasi oleh perusahaan berskala besar dan organisasi
administrasinya lainnya di satu sisi, meningkatkan diferensi sosial di sisi
lain, agensi individu bebas yang diasumsikan oleh “liberalisme klasik” tengah
terancam menurut tulisan-tulisan kaum liberal pada akhir abad ini. Proses pertama
secara bertahap menelan individu ke dalam struktur agensi birokratis yang
terikat aturan dan hierarkris, yang menggantikan wirausaha dengan administrator
dan direktur profesional, dan memiskinkan ketrampilan sebagian tenaga kerja.
Proses kedua menambah kompleksitas masyarakat industri sehingga kemampuan kita
untuk memahami keragaman sosial yang muncul secara rasional dalam kerangka
moral yang kognitif tunggal merosot tajam. Semakin individu terjebak dalam
logika beragam peran dan fungsi sosial yang kadangkala sering bertentangan,
dibanjiri informasi dan sumber persuasi yang kerap berlawanan, semakin lemah
pula kemampuan mereka untuk menentukan orientasi secara otonom di dunia ini.
Perkembangan-perkembangan ini mendistorsi cita-cita pasar kaum liberal, dan
menambah kekhawatiran kaum liberal terhadap demokrasi. Lebih lanjut,
perkembangan tersebut terkait erat dengan kemunculan buruh yang semakin
terorganisasi, yang dalam ancamannya terhadap dominasi sosio-ekonomi dan politk
kelas menengah berpotensi memunculkan tantangan terbesar bagi hegemoni liberal.
Menurut kaum liberal klasik, pasar bebas tidak menciptakan
konflik sosial, tetapi menyelesaikannya. Mekanisme tangan-yang-tak-tampak (invisible
hand) dalam hukum penawaran dan permintaan mendorong harmonisasi rencana
hidup individu. Dengan alasan serupa, mereka mendukung perdagangan bebas antar
negara (globalisasi) sebagai cara terbaik untuk mencapai perdamaian
Internasional. Dari sudut pandang ini, cita-cita liberal bukan hanya
terbentuknya masyarakat yang terdiri dari orang-orang egois yang mengejar
kepentingannya sendiri, melainkan sekumpulan warga yang mandiri dan bertanggung
jawab, yang bekerja sama untuk mencapai kebaikan individu, sosial, moral, dam
material. Namun, persaingan yang sempurna dan cara kerja mekanisme harga yang
mulus berasumsi bahwa konsumen sepenuhnya memahami kebutuhan mereka dan jasa
yang ditawarkan untuk memenuhinya, dan mereka juga sanggup merasakan permintaan
mereka. Namun dalam kenyataannya, ukuran pasar, pembagian kekayaan yang tidak
adil, kontrol yang dijalankan oeh perusahaan besar dan organisasi buruh atas
supali barang, jasa, dan imformasi di wilayah tertentu menunjukkan bahwa
individu jarang memiliki pengetahuan semacam itu dan hanya dapat mempengaruhi
ekonomi secara sangat tidak sempurna, bahkan ketika mereka memiliki pengetahuan
itu. Faktor-faktor tersebut memperlihatkan bahwa ternyata ekonomi pasar tidak
melahirkan masyarakat kerja sama yang terdiri dari individu yang berkembang
bersama-sama, tetapi dunia yang berisi kelompok-kelompok kepentingan yang
saling berlawanan dan bertentangan.
Penyebab-penyebab yang sama juga mengubah hakikat demokrasi.
Hak pilih universal menghancurkan pemuka masyarakat lokal dan menududukkan
partai politik massa sebagai pemain utama demokrasi. Pengaruh yang ditunjukkan
organisasi itu membuat konsep-konsep tradisional tentang demokrasi liberal
menjadi usang. Pembicaraan tentang pemicaraan dan kedaulatan dan perwakilan
rakyat memiliki nilai yang terbatas apabila calon, penentuan agenda pemilihan
umum, dan pemungutan suara hampir berada di tangan berbagai tangan mesin
partai. Perkembangan ini juga menyurutkan pandangan konvensional kaum liberal
perihal pembagian kekuasaan, dimana lembaga eksekutif atas mayoritas yang
passif di lembaga legislatif. Kecenderungan partai massa modern untuk terikat
pada kepentingan bukan pada pendirian, telah merubah sifat politik liberal dari
proses perdebatan yang rasional menuju sarana tawar-menawar dan penyelesaian
antara kelompok dan individu yang memiliki kepentingan sendiri (politik dagang
sapi). Perdebatan politik tidak lagi berkenaan dengan kualitas atau kebenaran
argumen lawan, tetapi manipulasi keinginan dankepentingan untuk membentuk
mayoritas yang akan memerintah.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Dengan demikian yang menjadi
kesimpulan makalah ini adalah kami berpandangan bahwa konsep pemberdayaan
ekonomi kerakyatan merupakan solusi atas kegagalan liberalisme dan
neoliberalisme sebagai transformasi dari ideologi liberal pada masa posmodern maupun kegagalan komunis dalam
perang dingin. Liberalisme, neoliberalisme maupun sosialis-demokrat yang
dikontruksikan oleh peradaban barat tersebut hanya semakin memperluas
kesempatan bagi praktek monopoli yang dilakukan oleh multinasional korporasi
pada berbagai belahan dunia.
Maka para pendiri negara ini
telah membuat UUD 1945 pasal 33 yaitu :
1.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2.
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
4.
Perekonomian nsional diselenggarakan berdasarkan
atas demokrasi dengan prinsip kebersamaan,efesiensi berkeadila, berkelanjutan
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Ditengah-tengah
kondisi perekonomian dunia yang krisis tersebut, maka pemberdayaan ekonomi
kerakyatan hadir sebagai politik alternatif pembangunan yang mengendepankan
kearifan lokal, kesetaraan peran dalam perekonomian, berorientasi pada
kelestaarian alam serta keseimbangan antara aspek materialisme dan
spiritualisme.
4.2
SARAN
Sebagai
warga negara marilah kita menjaga dan melestarikan alam ini karena dari alam
manusia dapat mencukupi kebutuhannya serta adanya sinergis para stakeholders yang melanjutkan cita-cita
bangsa dan negara indonesia yang berlandaskan pancasila dan UUD RI 1945.
DAFTAR PUSTAKA
UUD RI 1945
Wicaksono, kristian ; (2006)
Administrasi dan birokrasi pemerintahan; Yogyakarta, Graha Ilmu.
Budiarjo, miriam; (2008)
Dasar-dasar Ilmu Politik; Jakarta, Gramedia , edisi revisi.
Agustino, leo; (2007) Perihal
Ilmu Politik ; Yogyakarta, Graha Ilmu .
Istianto, bambang; (2001)
Demokratisasi ; Jakarta, Mitra Wacana Media.
Fadel,
muhammad; (2008) Reinventing Local Government; Jakarta: Kompas Gramedia
Sukirno,
Sadono. Pengantar Teori Mikroekonomi. 1999. Jakarta: Rajawali Press.
Soekanto,
soejono (2009) Pengantar Sosiologi; Jakarta : Rajawali Press