Iklan Produk

Thursday, July 27, 2017

Makalah Implementasi Program Beras Miskin



IMPLEMENTASI PROGRAM BERAS MISKIN
(RASKIN) DALAM UPAYA PEMENUHAN
KEBUTUHAN HIDUP MASYARAKAT
YANG KURANG MAMPU



 


Dosen Pembina: Dr. Abdul Kadir, M.Si
Mata Kuliah: Proses Perumusan Dan Kebijakan Publik

DISUSUN OLEH :
BERKAT GOWASA
14.013.121.005


PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS DARMA AGUNG
MEDAN
 2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

            Perubahan penyelenggaraan pemerintahan membawa perubahan dalam pola penyelenggaraan pemerintahan daerah dari pemerintahan sentralistik menjadi pemerintahan otonom yang terwujud dalam  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah : “Hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut: “Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Inti dari pelaksanaan Otonomi Daerah adalah terdapatnya keleluasan Pemerintah Daerah  untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas, dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. Otonomi Daerah tidak hanya berarti melaksanakan demokrasi dilapisan bawah, tetapi juga mendorong aktivitas masyarakat untuk melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungannya.
            Adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah otonom dapat dengan cepat merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan pembangunan dan pemberikan pelayanan publik kepada masyarakat akan dapat berjalan dengan cepat dan berkualitas karena pemerintah daerah dianggap yang paling mengetahui apa yang menjadi kebutuhan warganya.
            Organisasi kecamatan sebagai organisasi lokal yang sangat dekat dengan lingkungan masyarakat, keberadaaannya sangat ditentukan oleh penerimaan masyarakat. Tingkat penerimaan masyarakat tersebut sangatlah ditentukan oleh sejauhmana tingkat pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Pelayanan yang dimaksudkan di sini adalah sejauhmana organisasi kecamatan tersebut memberikan kemudahan di dalam mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), perijinan-perijinan, surat keterangan dan lain sebagainya.
            Pemberian pelayanan kepada masyarakat tersebut sangatlah bergantung sejauhmana efektivitas dan efisiensi dari organisasi kecamatan tersebut. Sebuah organisasi kecamatan yang efektif dan efisiensi dapat memberikan kemudahan-kemudahan kepada masyarakat dalam memberikan pelayanan. Organisasi kecamatan yang efektif dan efisien memiliki ciri-ciri antara lain memiliki transparansi dalam pelayanan, kecepatan dalam pelayanan, prosedur pelayanan yang sederhana, biaya pelayanan yang sangat murah, tidak terdapat diskriminasi dalam pelayanan serta yang paling penting adalah adanya kepercayaan dan citra yang baik dari kantor kecamatan tersebut yang diberikan oleh masyarakat.           
            organisasi kecamatan secara lebih spesifik fungsi penyuluhan kepada masyarakat. Artinya dengan memberikan pelayanan yang efektif dan efisien kepada masyarakat tersebut, organisasi kecamatan telah menjalankan fungsi memberdayakan masyarakat terutama memberikan kemudahan-kemudahan serta peluang di dalam mengembangkan dirinya. Dalam konteks penyuluhan ini, organisasi kecamatan mempunyai fungsi untuk memberdayakan masyarakat yang ada di wilayahnya. Secara administratif, organisasi kecamatan bertanggung jawab untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat.
            Jadi tidak heran lagi sering mendengarkan tuntutan perubahan sering ditujukan kepada aparatur pemerintah, menyangkut pelayanan publik yang di berikan kepada masyrakat. Rendahnya mutu pelayanan publik merupakan citra buruk pemerintah di tengah masyarakat. Dan bagi masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi selalu mengeluhkan, dan kecewa terhadap tidak layaknya aparatur dalam memberikan pelayanan.
            Pelayanan masyarakat dapat dikategorikan efektif apabila masyarakat mendapatkan kemudahan pelayanan dengan prosedur yang singkat, cepat, tepat dan memuaskan. Keberhasilan meningkatkan efektifitas pelayanan umum ditentukan oleh faktor kemampuan pemerintah dalam meningkatkan disiplin kerja aparat pelayanan.
            Peran pemerintah yang strategis, akan banyak ditopang oleh kemampuan aparat pemerintah melaksanakan tugas dan fungsinya. Salah satu tantangan besar yang dihadapi pemerintah adalah kemampuan melaksanakan kegiatan secara efektif dan efisien, karena selama ini aparat pemerintah identik dengan kinerja yang berbelit - belit penuh dengan KKN serta tidak ada standar yang pasti.
            Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah,  sebagai salah satu daerah otonom selalu dituntut untuk memeberikan kesejahteraan kepada masyarakat, bangsa dan negara yang mencerminkan lewat kinerja aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan pertumbuhan serta peningkatan kebutuhan dasar masyarakat. Titik berat otonomi daerah saat ini adalah desa atau kecamatan, dimana pelayanan yang paling dekat dengan masyarakat dan secara langsung. Oleh karena itu, Pelaksanaan pelayanan publik sangat penting untuk diperhatikan.
            Krisis yang menekan perekonomian Indonesia ada pertengahan 1997, telah memberi pengaruh yang sangat merugikan bagi kondisi makro-ekonomi secara keseluruhan dan yang terpenting adalah kesejahteraan rakyat. Jumlah penduduk yang berada dalam kemiskinan dipercayai naik secara drastis (Saifullah, 200)
            Menurut Badan Pusat Statistik (2006), kemiskinan merupakan suatu kondisi kehidupan serba kekurangan yang dialami seseorang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal kehidupannya. Standar minimal kebutuhan hidup ini berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Kebutuhan minimal tersebut meliputi kebutuhan untuk makanan sehingga kemungkinan seseorang bisa bekerja untuk memperoleh pendapatan.
            Peranan beras dapat dilihat dari aspek sosial dan politik. Kerawanan pangan biasanya akan lebih mudah menyulut keresahan masyarakat. Kerawanan pangan terjadi akibat kekeringan, saat itu suplai beras sangat terbatas dan hal tersebut juga terjadi di luar negeri sehingga harga beras naik tajam. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa masalah pangan tidak saja merupakan masalah individu dan bangsa secara menyeluruh. Pada kondisi penyediaan pangan mencukupi masalah akan muncul secara potensial dapat selalu timbul (Amang, 1993).
            Kondisi ini oleh Amang Dan Sawit (2001) dianggap sebagai indikasibahwa Pemerintah ingin meninggalkan kebijakan subsidi harga beras kepada konsumen umum, karena dengan kebijkan OPK (Operasi Pasar Khusus), konsumen menengah ke atas justru lebih banyak menikmati subsidi dibandingkan kelompok menengah ke bawah. Melalui kebijkan OPK ini pemerintah bermaksud mentransfer pendapatan kepada kelompok penduduk miskin atau berpendapatan rendah. Setiap tahunnyaOPK dievaluasi dan terus melakukan penyempurnaan pada tahun 2002, nama program diubah dengan RASKIN (Beras Untuk Keluarga Miskin) dengan tujuan agar lebih dapat tepat sasaran. (BULOG, 2006).
            Berdasarkan identifikasi dan inventarisasi data dari pemberitaan di media masa tahun 2002 dan 2003, setidaknya ada delapan kesalahan dalam penyaluran RASKIN, sehingga amat merugikan masyarakat miskin yang menerimanya. Pertama, salah sasaran, RASKIN yang mestinya dibagikan kepada keluarga miskin, ternyata jatuh ke tangan kelompok masyarakat lain. Kedua, mutu beras jelek, meski Pemerintah menjamin kualitas raskin berkondisi baik, namun banyak dikeluhkan, beras dibagikan apek, pera, kotor dan banyak kutu. Ketiga, dijual lagi ke pasar, RASKIN tidak dibagikan kepada yang berhak menerima, tetapi oleh oknum petugas dijual ke eadah. Keempat, jumlah RASKIN yang dibagikan bukan dalam bentuk ukuran per kilogram, tetapi per liter, sehingga beras yang diterima jumlahnya kurang. Kelima, tidak sesuai harga, harga pembelian RASKIN yang semestinya Rp. 1.600/kg, harus dibeli seharga Rp.1.800/liter (bukan kilogram). Kekurangan itu juga bisa terjadi karena penggunaan timbangan yang keliru dan berbeda denga timbangan satandar. Keenam, ada biaya tambahan, harga RASKIN yang mestinya dijual Rp. 1.600/kg, terpaksa harus dibayar lebih, karena ada biaya tamabahan seperti untuk biaya administrasi, ongkos angkutan dan lainnya. Ketujuh, kesalahan data, akibatnya tidak adanya koordinasi antara pemerintah baik dari pusat, provinsi, kabupaten sampai desa, jumlah orang miskin yang didata lebih besar dari yang sebenarnya, sehingga RASKIN yang dibagikan kurang. Kedelapan, menunggak setoran pembayaran, akibat tunggakan hasil penjualan RASKIN di sauatu daerah yang tidak disetorkan ke BULOG, maka BULOG tidak mau menyalurkan lagi jatah RASKIN sebelum tunggakan dilunasi. Hal ini tentu amat merugikan penerima manfaat RASKIN, karena mereka membeli secara kontan, sedangkan urusan penyetoran uang hasil pembelian tidak diketahui.
           

1.2. Perumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana efektivitas pelayanan dalam penyaluran beras miskin kepada masyarakat sebagai penerima manfaat ?
2.      Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam menyalurkan beras miskin kepada masyarakat yang menerima ?
  1.3. Tujuan Penelitian
            Setiap penelitian harus mempunyai tujuan yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui  efektivitas pelayanan dalam penyaluran raskin kepada masyarakat sebagai penerima manfaat.
2.      Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelayanan penyaluran raskin kepada masyarakat  yang menerima.

1.4. Manfaat Penelitian
            Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.      Secara Praktis, sebagai bahan masukan bagi pemerintah  dalam memberikan pelayanan penyaluran raskin kepada masyarakat dalam melayani kebutuhan masayarakat.
2.      Secara akademis, hasil penelitian ini di diharapkan dapat menambah pengetahuan, mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berpikir melalui karya ilmiah serta dapat menambah wawasan bagi mahasiswa Ilmu Pemerintahan.

 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
            Pagan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahanakan hidup dan karenanya kecukupannya pangan bagi setiap orang waktu merupakan hak azasi yang layak  dipenuhi (syafaat dan simatupang, 2006).
            Selain itu Amang (1993) juga mengatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan manusia yang dianggap strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional bahkan politisi. Terpenuhinya kebutuhan pangan secara kuantitas dan kualitas merupakan hal yang sangat penting sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam jangka panjang.
            Beras memiliki urutan utama dari jenis bahan pangan yang dikonsumsi. Hampir seluruh penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan utama, beras merupakan nutrisi penting dalam struktur pangan, karena itu peranan beras memiliki prananan strategis dalam kehidupan bangsa Indonesia.
            Salah satu pihak yang perlu diperhatikan dalam penentuan kebijakan pangan, terutama beras adalah konsumen. Beras masih menjadi sumber pangan pokok bagi sebagian terbeasar penduduk Indonesia. Partisipasi konsumsi beras di berbagai wilayah adalah diatas besaran 90 persen. Kepentingan Konsumen perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan di bidang perberasan (Harianto, 2001).
            Tim peneliti mendapatkan kenyataan bahwa sebagian besar rumah tangga tidak menyimpan pangan pokok. Kerena mempunyai kecenderungan membeli pangan pokok (beras) setiap hari. Ini berarti rumah tangga berpendapat rendah tidak mempunyai cadangan pangan, sehingga dapat dikatakan  bahwa kehidupan mereka sangat rentan terhadap perubahan harga beras. Krisis ekonomi telah menurunkan ketahanan pangan rumah tangga.
            Persedian pangan yang cukup secara nasional tidak menjamin adanya ketahanan pangan tingkat regional maupun rumah tangga atau individu. Walaupun secara nasional persedian panggan mencukupi, munculnya kasus kerawanan pangan dan ditemukannya bayi dan anak balita berstatus gizi buruk di berbagai daerah di Indonesia merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri (Anonimus, 2002).
            Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum. Hal ini harus mendapat perhatian serius karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan. Golongan miskin menggunkan bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan, dimana untuk keluarga-keluarga di negara berkembang sekitarnya dua pertiganya (Suhardjo, 1996).
            Masalah rawan pangan yang mengalami sebagian besar penduduk desa semakin meningkat khususnya pada saat terjadi krisis ekonomi tahun 1997. Banyak masyarakat miskin yang tidak mampu membeli beras pada harga pasar. Menyadari sulitnya akses penduduk miskin terhadap beras yang disediakan melalui pasar bebas, mulai Juli 2008 pemerintah menerapkan kebijkan baru berupa target price subsidy yang dikenal dengan Operasi Pasar Khusus (OPK) (saifullah, 2001).
2.2. Landasan Teori
            Distribusi merupakan menambahan kegunaan waktu, tempat dan pemilikan barang yang mencakup juga pengangkutan barang-barang dari tempat asal atau produksi lanjutan ke temapat penjualan. Dalam hal ini mencakup berbagai bidang manajemen khususnya seperti penjualan pengiklanan, keuangan, pengankutan dan pengudangan (Taff, 1994).
            Peranan saluran distribusi dalam pemesaran tercermin dari biaya distribusi yang besarnya dapat melebihi biaya produksi, biaya promosi, biaya administrasi pemasaran dan biaya pemasaran lain. Peranan yang besar dapat ditunjukkan dengan kinerja yang baik terhadap fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan di setiap saluran (Purwadi,2000).
            Mekanisme pelaksanaan distribusi RASKIN yaitu :
1.      Bupati/Walikota mengajukan Surat Permintaan Alokasi (SPA) kepada Kadivre berdasarkan alokasi pagu RASKIN dan rumah tangga miskin penerima manfaat RASKIN dimasing-masing Kecamatan/Kelurahan/Desa.
2.      SPA yang tidak dapat dilayani sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, maka pagu dapat direlokasikan ke daerah lain dengan menerbitkan SPA baru yang menunjuk pada SPA yang tidak dapat dilayani.
3.      Berdasarkan SPA, Kadivre menerbitkan SPPB (Surat Perintah Pengiriman Beras) untuk masing-masing Kecamatan/Kelurahan/Desa kepada SATKER (Satuan Kerja) RASKIN. APABILA TERDAPAT TUNGGAKAN Harga Penjualan Beras (HPB) pada periode sebelumnya maka penerbitan SPPB periode berikutnya ditangguhkan sampai ada pelunasan.
4.      Berdasarkan SPPB, SATKER RASKIN mengambil beras di gudang penyimpanan Perum BULOG, mengangkut dan menyerahkan beras RAKIN kepada pelaksana distribusi di titik distribusi. Kualitas beras yang diserahkan harus sesuai dengan standar kualitas BULOG apabila tidak memenuhi standar kualitas maka beras dikembalikan kepada SATKER RASKIN untuk ditukar/diganti.
5.      Serah terima beras RASKIN dari SATKER RASKIN kepada pelaksana distribusi di titik distribusi dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang merupakan pengalihan tanggungjawab.
6.      Pelaksana Distribusi menyerahkan beras kepada rumah tangga miskin penerima manfaat RASKIN.
            Sedangkan BPS telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin, seperti yang telah disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika (2005), rumah tangga yang memiliki ciri rumah tangga miskin, yaitu:
1.      Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang,
2.      Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan,
3.      Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari babu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester,
4.      Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain,
5.      Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik,
6.      Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan,
7.      Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah,
8.       Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu,
9.      Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun,
10.  Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari,
11.  Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik,
12.  Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha,buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan,
13.  Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD,
14.  Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
            Keefektifan distribusi RASKIN dapat dinilai melalui keberhasilan program RASKIN yaitu :
1.      Tepat Sasaran Penerima Manfaat
Raskin hanya diberikan kepada rumah tangga miskin penerima manfaat yang terdaftar dalam daftar penerima manfaat (DPM).
2.      Tepat Jumlah
Jumlah beras Raskin yang merupakan hak penerima manfaat adalah sebanyak 15 Kg/RTM/bulan
3.      Tepat Harga
Harga beras raskin adalah sebesar 1.600/Kg netto di titik distribusi.
4.      Tepat Waktu
Waktu pelaksanaan distribusi beras kepada RTM penerima manfaat sesuai dengan rencana distribusi
5.      Tepat Administrasi
Terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar dan tepat waktu
(Bulog, 2006).
            Sistem distribusi yang efisien menjadi persyaratan untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu, dengan harga yang terjangkau. Semua proses dalam distribusi pemasaran, mulai dari penampungan dari produsen sampai penyaluran barang ke konsumen membutuhkan biaya masing-masing tidak sama. Bila jarak antara produsen dengan konsumen pendek, maka biaya pengangkutan bisa diperkecil. Jika tidak terjadi perubahan bentuk ataupun perubahan volume atau mutu maka biaya pengolahan jadi tidak ada. Semakin panjang jarak dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam distribusi, maka biaya distribusi semakin tinggi (Daniel, 2002).
            Harga beras RASKIN yang telah ditetapkan Pemerintah yaitu sebesar Rp 1.600/kg. namun harga tersebut dapat berbeda jika telah berada ditangan penerima manfaat beras RASKIN. Harga dapat berkisar antara Rp. 2.000-2.500 karena untuk biaya angkut/transportasi dari titik distribusi ke penerima manfaat, serta ditetapkan beberapa kriteria di antaranya membebankan biaya ongkos kirim RASKIN kepada warga miskin, uang jaga malam selama beras berada di dalam gudang, uang pikul serta uang SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). (Sulaksono, 2003).
            Konsep efesiensi dan efektifitas mempunyai pengertian yang berbeda. Efesiensi lebih menitik beratkan dalam pencapaian hasil yang besar dengan pengorbanan yang sekecil mungkin, sedangkan pengertian efektif lebih terarah pada tujuan yang dicapai, tanpa mementingkan pengerbonan yang dikeluarkan.
            Kata efektif berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Kata efektif berarti berhasil, tepat, manjur, (S. Wojowisoto, 1980). Jadi efektivitas adalah sesuatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan perbuatan dengan maksud tertentu atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki, maka orang tersebut dikatakan efektif    (Ensiklopedia Administrasi, 1989:149). Efektif dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dapat membawa hasil, berhasil guna.
            Handoko berpendapat ( 1993:7) efektifitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Maksud dari pengertian di atas adalah efektif atau tidaknya suatu pekerjaan atau usaha suatu organisasi dapat dilihat dari sasaran dan tujuan yang dicapai. “Berbeda pendapat pada “Sondang P. Siagian (1981:151) berpendapat bahwa efektivitas terkait penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan sebelumnya atau dapat dikatakan apakah pelaksanaan sesuatu tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya”. Dari bermacam-macam pendapat diatas terlihat bahwa efektivitas lebih menekankan pada aspek tujuan dan suatu organisasi, jadi jika suatu organisasi telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka dapat dikatakan telah mencapai efektifitas.

2.3. Kerangka Pemikiran
            Beras untuk keluarga miskin atau sering disebut dengan RASKIN adalahh salah satu  program Pemerintah untuk membantu masyarakat yang termiskin dan rawan pagan agar mereka tetap mendapatkan beras untuk kebutuhan rumah tangganya. Distribusi RASKIN merupakan proses penyaluran beras kepada penduduk miskin yang telah terdata sebagai masyarkat yang berhak menerima beras RASKIN.
            Harga beras RASKIN yang telah ditetapkan Pemerintah adalah Rp. 1.600 per kilogram. Harga tersebut adalah harga di titik distribusi. Namun harga tersebut bisa berbeda di tingkat rumah tangga di titik distribusi. Namun harga tersebut bisa berbeda di tingkat rumah tangga penerima RASKIN. Karena dibebankan biaya transportasi atau biaya angkutan serta biaya-biaya lainnya. Hal tersebut menimbulkan perbedaan harga ditingkat Pemerintah dan rumah tangga.
            Adanya pelaksana program RASKIN memberikan surplus bagi rumah tangga miskin. Harga beras yang lebih murah merupakan kepuasan yang diterima penerima subsidi beras miskin. Karena yang diperoleh oleh rumah tangga miskin selalu lebih besar daripada pembayaran yang mereka keluarkan.
            Keefektifan distribusi RASKIN ditinjau dari beberapa indikator yaitu ketepatan sasaran bagi rumah tangga yang benar-benar miskin, ketepatan jumlah beras yang diterima rumah tangga yaitu sebanyak 15 kg/KK, ketepatan harga yaitu Rp 1.600/kg di titik distribusi, ketetapan waktu pendistribusian serta terpenuhinya persyaratan administrasi dengan benar. Pendistribusian RASKIN akan efektif jika kelima indikator tersebut terpenuhi dan mekanisme pendistribusian berjalan dengan lancar. Biaya pendistribusian merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan atau  aktivitas penyaluran beras RASKIN ke tangan penerima manfaat beras RASKIN. Biaya ini meliputi biaya transportasi atau biaya angkutan, biaya susut, biaya menimbang, dan lain-lain. Distribusi RASKIN dianggap efisien jika mampu menyampaikan beras untuk keluarga miskin ke penerima manfaat dengan biaya distribusi yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang sesingkatnya. Tingkat efisiensi pemasaran dapat dihitung dengan perbandingan antara baiaya distribusi/pemasaran dengan nilai jual produk yang dipasarkan.
            Berdasarkan uraian diatas, maka untuk lebih memahami hal tersebut dapat dilihat skema kerangka untuk penelitian ini.
Skema Kerangka Pemikiran Program Distribusi RASKIN






           







Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Pendistribusian RASKIN

2.4. Pelayanan
              Pelayanan pada dasarnya adalah cara melayani, membantu, menyikapi, mengurus, menyelesaikan keperluan kebutuhan seseorang atau sekelompok orang. Dan kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak. Seperti yang dilaksanakan pada instansi pemerintah di pusat, daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang – undangan.Seperti yang dikemukakan oleh (Agung Kurniawan,2005:6)Pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
            Jadi pelayanan yang diberikan oleh pemerintah haruslah mendahulukan kepentingan masyarakat dengan waktu yang singkat, mudah serta dapat memberikan rasa puas bagi masyarakat yang menikmati layanan itu.Pendapat lain Seperti yang dijelaskan (Kotler dalam Sampara Lukman 2000:4)Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

2.5. Standar Operasional Prosedur
            Paradigma governance membawa pergeseran dalam pola hubungan antara pemerintah dengan masyarakat sebagai konsekuensi dari penerapan prinsip-prinsip corporate governance. Penerapan prinsip corporate governance juga berimplikasi pada perubahan manajemen pemerintahan menjadi lebih terstandarisasi, artinya ada sejumlah kriteria standar yang harus dipatuhi instansi pemerintah dalam melaksanakan aktivitas-aktivitasnya.
              Standar kinerja ini sekaligus dapat untuk menilai kinerja instansi pemerintah secara internal mupun eksternal. Standar internal yang bersifat prosedural inilah yang disebut dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Perumusan SOP menjadi relevan karena sebagai tolok ukur dalam menilai efektivitas dan efisiensi kinerja instansi pemerintah dalam melaksanakan program kerjanya. Secara konseptual prosedur diartikan sebagai langkah - langkah sejumlah instruksi logis untuk menuju pada suatu proses yang dikehendaki. Proses yang dikehendaki tersebut berupa pengguna-pengguna sistem proses kerja dalam bentuk aktivitas, aliran data, dan aliran kerja.
              Prosedur operasional standar adalah proses standar langkah - langkah sejumlah instruksi logis yang harus dilakukan berupa aktivitas, aliran data, dan aliran kerja. Dilihat dari fungsinya, SOP berfungsi membentuk sistem kerja & aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung sebagai sarana tata urutan dari pelaksanaan dan pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode yang ditetapkan menjamin konsistensi dan proses kerja yang sistematik dan menetapkan hubungan timbal balik antar Satuan Kerja.
              Secara umum, SOP merupakan gambaran langkah-langkah kerja (sistem, mekanisme dan tata kerja internal) yang diperlukan dalam pelaksanaan suatu tugas untuk mencapai tujuan instansi pemerintah. SOP sebagai suatu dokumen/instrumen memuat tentang proses dan prosedur suatu kegiatan yang bersifat efektif dan efisisen berdasarkan suatu standar yang sudah baku.
2.6. Definisi dan Batasan Operasional
            a. definisi
            untuk menjelaskan dan menghindari kesalah pahaman dalam penelitian maka dibuat batasan operasional sebagai berikut :
1.      Program beras untuk Kelurga Miskin (RASKIN) adalah program Pemerintah dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan kepada keluarga miskin melalui pendistribusian beras dalam jumlah dan harga tertentu.
2.      Efektivitas adalah kemampuan yang dilakukan berdasarkan indikator tertentu dalam mencapai tujuan program pendistribusian RASKIN yang telah ditetapkan.
3.      Efisiensi Pemasaran adalah suatu keadaan yang digunakan dalam penilaian prestasi kerja dalam proses pemasaran atau pendistribusian beras RASKIN bagi semua lembaga yang terkait dalam pemasaran atau biaya pemasaran/pendistribusian dibagi dengan nilai jual beras RASKIN yang dipasarkan.
4.      Distribusi beras miskin adalah penyaluran beras kepada penduduk miskin dengan harga Rp. 1400/kg dan setiap kepala keluarga mendapat jatah 10 kg/KK.
5.      Keluarga miskin adalah masyarakat yang telah ditetapkan sebagai penerima manfaat RASKIN sesuai dengan Musyawarah Desa/Kelurahan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dan diketahui oleh Camat setempatnya.
6.      Pelaksana distribusi adalah kelompok kerja di titik distribusi yang terdiri dari aparat Kecamatan, Desa dan Kelurahan yang ditunjuk oleh Camat, Kades/Lurah, dibantu oleh anggota masyarakat atau institusi ekonomi kemasyrakatan lainnya yang bertugas dan bertanggung jawab menyampaikan beras kepada Penerima Manfaat Raskin.
7.      Titik distribusi adalah tempat atau lokasi penyerahan beras oleh SATKER RASKIN kepada pelaksanaan distribusi di desa/Kelurahan yang dapat dijangkau penerima manfaat Raskin atau lokasi lain yang ditetapkan atas dasar kesepakatan secara tertulis antara Pemerintah Daerah dengan Divre/Subdivre.
8.      Penerima manfaat Raskin adalah rumah tangga miskin (RTM) di Desa/Kelurahan yang berhak menerima beras Raskin, sebagai hasil seleksi Musyawarah Desa/Kelurahan yang terdaftar dalam terdaftar dalam Daftar Penerima Manfaat (DPM), ditetapkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan disahkan oleh Camat.
9.      Surplus konsumen adalah keuntungan yang diperoleh masyarakat miskin penerima beras RASKIN karena harga RASKIN karena harga beras yang ditawarkan lebih rendah daripada harga yang mereka mau bayarkan di pasar.
10.  BULOG adalah badan urusan logistik yang bertugas menyalurkan beras bersubsidi khusus untuk masyarakat miskin (RASKIN).
11.  Biaya Distribusi adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga distribusi dalam menyalurkan beras RASKIN hingga ke penerima manfaat RASKIN
b. Batasan Operasional
1.      Penelitian dilakukan di desa… , Kecamatan…, Kabupaten….
2.      Penelitian dilakukan pada tahun 2015
3.      Populasi adalah keseluruhan rumah tangga miskin di daerah penelitian yang menerima RASKIN
4.      Sampel yang diambil adalah perwakilan dari rumah tangga miskin penerima manfaat beras msikin di daerah penelitian.
5.      Efektivitas dalam penelitian ini ditinjau berdasar atas 5 indikator yaitu sasaran, jumlah, harga, waktu dan administrasi dengan kriteria jika lebih besar atau sama dengan 80 % dikatakan efektif dan jika berada dibawah 80 % dikatakan tidak efektif.





BAB III
METODELOGI
3.1. Bentuk Penelitian
            Pada umumnya orang menggolongkan penelitian berdasarkan bentuk-bentuk penelitian menurut jenis penggolongannya (Wirartha, 2006:125). Sehubungan dengan penelitian itu, peneliti ini didasarkan pada jenis penggolongan penelitian menurut pendekatannya, yaitu penelitian survei. Menurut (Wirartha, 2006:143), penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, data yang dipelajari diambil dari populasi tersebut sehingga dapat ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan antar variabel, sosiologis maupun psikologis.
            Selanjutnya, Wirartha (2006:143) mengatakan bahwa survei mempunyai dua lingkup, yaitu sensus dan survei sampel. Sensus adalah survei yang meliputi seluruh populasi yang diinginkan, sedangkan sampel dilakukan hanya ada sebagian kecil populasi.
            Bila ditinjau dari penggolongan penelitian menurut taraf penelitian, maka penelitian ini termasuk penelitian eksplanasi. Menurut Wirartha (2006:160), penelitian eksplanasi bertujuan menggambarkan suatu generalisasi atau menjelaskan hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Oleh karena itu, penelitian eksplanasi menggunakan hipotesis.
            Sehubungan dengan itu metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis korelasi karena persepsi dan pendapat dari responden ditulis apa adanya sesuai dengan apa yang diperoleh oleh peneliti. Data yang diperoleh kemudian akan dianalisis melalui tabulasi frekuensi untuk melihat kecendurungan presentase dari jawaban responden.



3.2. Populasi Dan Sampel
       3.2.1.  Populasi
              Populasi ada umumnya diartikan sebagai penduduk. Berkaitan dengan enelitian ilmiah, populasi dapat dibatasi sebagai keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian peneliti (Partino & Idrus, 2009:2).
              Menurut Nawawi (1999:141), bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian.
              pada penelitian ini, yang menjadi populasi adalah seluruh masyarakat miskin yang menerima program RASKIN yang berada pada wilayah di Kecamatan teluk dalam Kabupaten nias selatan
              Sampel (contoh) ialah sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan teknik sampling (Usman & Akbar, 2006:44).
              Jumlah masyarakat yang menerima Program beras miskin (RASKIN) di Kecamatan teluk dalam kabupaten nias selatan dengan menggunakan jumlah sampel yang diambil penulis dengan menggunakan teknik pengambilan sampel berdasarkn rumus Tara Yamane yaitu :
Keterangan :
N = Populasi
n = Sampel
d = Presisi/tingkat penarikan sampel (%)


            3.2.2.  Sampel
            Karena daerah populasi terdiri dari beberapa wilayah Kelurahan/desa, maka untuk mendapatkan responden yang menjadi sampel penelitian dilakukan penentuan jumlah sampel berdasarkan proporsi dari masing-masing unit populasi dengan menggunakan rumus Mendenhall (Kerlinger, 1997:200), sebagai berikut :
Keterangan :
ni = Jumlah Sampel masing-masing sub populasi
Ni = jumlah populasi masing-masing sub populasi
N = Jumlah populasi keseluruhan
n = Jumlah sampel keseluruhan
3.3. Teknik Pengumpulan Data
1.      Penelitian kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan berdasarkan studi kepustakaan dengan cara mengumpulan berbagai literatur-literatur dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku, bahan-bahan kuliah yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan dan tulisan-tulisan yang lain yang ada hubungannya dengan penulisan penelitian ini. Data tersebut merupakan data materil dalam membantu mengolah data yang penulis himpun dari lapangan. Melalui studi pustaka ini data sekunder dapat dikumpulkan.
2.      Penelitian lapangan, adalah metode penelitian yang penulis lakukan secara langsung terjun ke lapangan untuk memperoleh data primer dengan melakukan :
a.       Observasi, yaitu pengumpulan data atau informasi dengan cara mengamati langsung terhadap objek penelitian di lapangan yaitu di Kecamatan teluk dalam Kabupaten nias selatan
b.      Daftar pertanyaan (kuisioner), yaitu menghimpun data dengan cara mengajukan daftar pertanyaan secara tertulis kepada responden yang merupakan masyarakat miskin sebagai peenerima program RASKIN di Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan tersebut sesuai dengan jumlah sampel yang dibutuhkan.
3.4. Teknik Analisa Data
Hipotesis 1, mengindikasikan bahwa harga di tingkat retail (rumah tangga) adalah diwakili oleh harga lembaga distribusi ditambah dengan biaya distribusi dan keuntungan lembaga penyalur RASKIN. Secara matematis dapat dinotasikan dengan rumus sebagai berikut :
             Prt=Pi+t+ π
Dimana :
Prt = harga di tingkat retail/rumah tangga
Pi = harga di tingkat lembaga distribusi
t = baiaya distribusi
π = keuntungan oleh penyalur
            selanjutnya untuk melihat perbedaan harga patokan dengan harga tingkat reatai (rumah tangga) dipergunakan dengan menghitung selisih kedua harga tersebut, yaitu :
           ΔP = Prt-Pp
Dimana
ΔP = perbedaan harga
Pp = harga patokan oleh pemerintah
Hipotesis 2, di analisis dengan menggunkan surplus konsumen. Surplus konsumen merupakan keuntungan yang diperoleh konsumen karena harga yang berleku pada kondisi keseimbangan lebih rendah daripada harga yang mereka mau bayarkan. Semakin besarnya perbedaan harga tersebut maka semakin tinggi surplus konsumen yang diperoleh rumah tangga. Selisih antara harga optimal dengan harga yang harus dibayar merupakan surplus bagi konsumen. Besarnya surplus ini dihitung dari perbedaan harga ini dikalikan dengan kuantitas pembelinya dengan rumus berikut :
Dimana :
Sk = surplus konsumen
Pa = harga tertinggi di pasar
Pk = harga keseimbangan
Q = jumlah yang diperjualbelikan
            Hipotesis 3, digunakan analisis deskriptif yaitu dengan melihat pendistribusian beras miskin di Kecamatan Teluk Dalam sesuai indikator keefektifan distribusi RASKIN dikatakan efektif jika kelima indikator tersebut lebih besar atau sama dengan 80 % pendistribusian dan jika dibawah dikatakan tidak efektif.
            Hipotesis 4, dianalisis dengan menghitung biaya distribusi di tingkat lembaga distribusi dan nilai jual beras RASKIN yang dipasarkan. Untuk melihat tingkat efisiensi distribusi dihitung dengan menggunkan rumus Efisiensi Pemasaran (Ep) sebagai berikut :

            Kriteria :
Ep ≥ 1 berarti pendistribusian tidak efisiensi
Ep < 1 berarti pendistribusian efisien
( Downey dan Erickson, 1992).
3.5. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
            Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan. Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Januari 2014 dengan lama penelitian disesuaikan dengan kebutuhan.