Iklan Produk

Saturday, May 26, 2012

PEMERINTAHAN DESA

Kepala Desa

      Kepala Desa mempunyai wewenang sebagai berikut:
  1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang diterapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa.
  2. Mengajukan rancangan peraturan desa.
  3. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
  4. Menyusun dan megajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD.
  5. Membina kehidupan masyarakat desa.
  6. Membina perekonomian desa.
  7. Mengkoordinasi pembangunan desa (Memfasilitasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pelestarian pembangunan di desa).
  8. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakili sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  9. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kepala Desa mempunyai kewajiban sebagai berikut:

  1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
  3. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
  4. Melaksanakan kehidupan demokrasi.
  5. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Nepotisme, Kolusi dan Korupsi.
  6. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa.
  7. Manaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan.
  8. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik.
  9. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keungan desa.
  10. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenagan desa.
  11. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.
  12. Membina, mengayomi, dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat.
  13. Memberdayakan masyarakat dan kelembangaan di desa dan
  14. Mengembangkan potensi Sumber Daya Alam dan melestarikan lingkungan hidup.

Definisi Ilmu Pemerintahan


Definisi atau Pengertian tentang Ilmu Pemerintahan oleh para pakar:

Menurut TALIZIDUHU NDRAHA (2000)
Ilmu Pemerintahan Sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana pemerintah sebagai unit kerja publik dalam memenuhi dan melindungi tuntutan masyarakat yang diperintah.
Ndraha mengungkapkan bahwa pemerintahan dapat digolongkan menjadi 2 golongan besar yitu :
1. Pemerintahan Konsertratif
                                     2. Pemerintahan Dekonsentratif
Menurut D.G.A Van Poelje
      Ilmu Pemerintahan mengajarkan bagaimana dinas umum disusun dan dipimpin dengan sebaik-baiknya.

Menurut U.Rosenthal
     Ilmu Pemerintahan adalah ilmu yang menggeluti study tentang tentang penunjukkan cara kerja kedalam dan keluar struktur dan proses pemerintahan umum.

Menurut H.A. Brasz
      Ilmu Pemerintahan dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang cara bagaimana lembaga pemerintahan umum itu disusun dan difungsikan baik secara kedalam maupun ke luar terhadap warganya.

Menurut W.S. Sayre
     Pemerintahan dalam definisi terbaiknya adalah sebagai organisasi dari negara, yang memperlihatkan dan menjalankan kekuasaan.

Menurut C.F. Strong
     Pemerintahan dalam arti luas mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamian dan keamanan negar, kedalam dan keluar. Oleh karena itu, pertama harus mempunyai kekuatan militer atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang. yang kedua harus mempunyai kekuasaan legislatif atau dalam arti pembuatan undang-undang, yang ketiga harus mempunyai kekuatan finansial atau kamampuan keuangan untuk mencukupi keungan masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberadaan negara dalam menyelenggarakan peraturan, hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan kepentingan negara.

Syarat Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Syarat-syarat Untuk Menjadi Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
  1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah.
  3. Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat.
  4. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun pada saat pendaftaran.
  5. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter.
  6. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih
  7. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
  8. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya.
  9. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan.
  10. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keungan negara.
  11. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
  12. Tidak pernah melalakukan perbuatan tercela.
  13. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembanyaran pajak.
  14. Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memiliki antra lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri.
  15. Belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan yang sama.
  16. Tidak dalam status sebagai Penjabat Kepala Daerah.

Kepemimpinan Pemerintahan

      Ciri-Ciri Kepemimpinan
     Untuk dapat memahami makna kepemimpinan. Perlu dilakukan identifikasi sifat-sifat pemimpin. Kepemimpinan yang efektif cenderung mempunyai kelebihan seperti : kecerdasan, kedewasaan sosial, motivasi diri, menjunjung tinggi martabat, memiliki pengaruh yang luas, memiliki pola hubungan yang baik, mempunyai sifat-sifat khusus, memiliki kedudukan dan jabatan, mampu berinteraksi dan mampu memberdayakan bawahan. Ada 10 ciri utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam pemerintahan antara lain sebagai berikut :
  1. Kecerdasan: Untuk dapat diangkat menjadi seorang pemimpin di birokrasi pemerintahan seseorang harus mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dari karyawannya atau aparatur lain.
  2. Kedewasaan Sosial: Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil dan dewasa, serta mempunyai kegiatan-kegiatan dan hubungan sosial yang luas.
  3. Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi: Pemimpin selalu mempunyai motivasi diri dan dorongan berprestasi yang tinggi.
  4.  Menjunjung Tinggi Martabat: Seorang pemimpin selalu menjunjung tinggi dan akan mengakui harga diri serta martabat bawahannya, atau mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi kepada pegawai.
  5. Memiliki Pengaruh Yang Kuat: Seorang pemimpin harus memiliki pengaruh yang kuat untuk menggerakkan orang lain atau bawahan agar berusaha mencapai tujuan kelompok secara sukarela.
  6. Memiliki Pola Hubungan Yang Baik: Seorang pemimpin sukses mampu menciptakan pola hubungan agar individu, dengan menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap sekelompok orang agar bekerja sama dalam mencapai tujuan yang dikehendaki bersama.
  7. Memiliki Sifat-Sifat Tertentuk: Seorang Pemimpin sukses memiliki sifat-sifat khusus seperti kepribadian baik, kemampuan tinggi dan kemampuan tinggi dan kemauan keras, sehingga mampu menggarakkan bawahannya.
  8. Memiliki Kedudukan atau Jabatan: Seorang pemimpin selalu memiliki kedudukan atau jabatan dalam organisasi, baik di pemerintahan maupun di masyarakat karena kepemimpinan merupakan serangkaian kegiatan pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dari kedudukan jabatan dan gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri.
  9. Mampu Berinteraksi: Seorang pemimpin yang baik akan selalu berinteraksi secara baik dengan sesama pemimpin, bawahan dan masyarakat yang dipimpinnya, dalam situasi dan kondisi apa pun, buruk maupun menyenangkan.
  10. Mampu Memberdayakan: Seorang pemimpin yang sukses biasanya mampu memberdayakan bawahan dan masyarakat yang dipimpinnya.
        

Monday, May 21, 2012

Reformasi Birokrasi

MEMBANGUN PARADIGMA INDONESIA BARU 
PASCA KEGAGALAN REFORMASI
    
          Indonesia paska reformasi yang genap berusia tujuh tahun tidak mengalami perubahan sebagaimana yang digembarkan-gemborkan banyak kalangan selama ini. Semua berujung pada situasi yang stagnan malah kian bertambah pelik. Kemiskinan, pengangguran, kriminalitas dan varian masalh publik lainnya tidak mengalami pembenahan yang signifikan bahkan bertambah runyam dan kompleks. Alhasil semua membawa kegiatan pelayanan kepada masyarakat menuju pada ke vacuman yang ambiguitas. Ibarat manaiki sebuah kapal laut yang sudah hampir karam lalu memaksa penumpangnya untuk mengikuti ketidakjelasan ombak yang mengombang-ambing.

1.1  Latar Belakang Masalah
           Ilustrasi tersebut secara makro terkesan mengejek gerakan reformasi tetapi demikianlah realitas yang harus dihadapi ratusan juta masyarakat yang hidup di Indonesia. Reformasi telah gagal dalam seluruh konstalasi kehidupan bangsa Indonesia. Demokrasitasi liberal yang diperagakan selama ini hanya menghasilkan elitisme politik yang berkembang melenceng dari Public Choice tanpa diiringi fundamen ekonomi yang menopang kehidupan masyarakat secara nyata. Perubahan yang dijanjikan hanya sebatas komoditi marketing partai politik atau calon kepala pemerintahan yang berkompetisi menduduki lembaga legislatif dan eksekutif baik pada tingkat daerah maupun pusat.
          Otomatisasi perilaku politk sebagai konsekuensi gelombang pos medernisme menjadi kerangka dasar arsitektur demokrasi liberal yang tengah berjalan di Indonesia saat ini. Perilaku politik tersebut kemudian ditunjang dengan akses terhadap pendidikan politik yang rendah apalagi tingkat kesejahteraan yang memperhatinkan membuat otomatisasi perilaku politik menemukan jati dirinya dalam mayoritas masyarakat pemilih sebagai pemegang kendali demokrasi di bumi pertiwi ini.
           Letak kesalahan utama adalah ambiguitas agenda reformasi. Agenda Reformasi dikonstruksi pada saat terjadi gap pengetahuan yang terjal antara elit politk dan publik sehingga outcome-nya adalah tingkat operasionalisasi di tataran publik yang membias. Hal ini diakibatkan sasaran kebijakan agenda reformasi tidak pernah dijabarkan secara rigid baik dari segi perubahan yang diharapkan, target sasaran yang eligibel dan penepatan tengat waktu realisasi perubahan. Dan rasanya tidak perlu lagi membicarakan langkah-langkah operasional yang disusun secara sistematis dan berkesinambungan untuk mencapai harapan reformasi. Sebab itu semua hanyalah fiksi atau mungkin akan menjadi sebuah kisah nyat pada benak masing-masing elit politik yang terus berseteru secara egois dan meninggalkan publik sebagai konstituennya dalam demokrasi.
           Pembiasan terjadi pula pada saat representasi politk dilakukan untuk konstituen bukan untuk agregasi publik. Peran dan fungsi legislator dan pemimpinan pemerintahan yang baik daerah ataupun pusat kemudian menjadi peryataan yang sangat mendasar, mungkinkah mereka memiliki skill atau kemampuan dan ketrampilan yang memadai untuk melakukand dikotomi peran dan fungsi secara proporsional di tengah kebijakan yang tidak memiliki ketegasan moralitas ? Apalagi catatan merah langkah legislator dan pimpinan pemerintahan menuju kursi politik dibangun diatas kerangka dasar infiltrasi preferensi publik untuk mengkreasi arsitektur otomatisasi perilaku politk secara massive.

1.2  JALAN KELUAR
           Secara epistemologis keberanian untuk melakukan refleksi terhadap berbagai ke tidak bijakan yang selama ini telah dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat dan pemerintah menjadi kerangka dasar untuk mengurangi satu persatu benang kusut yang membelit bangsa Indonesia. Keberanian untuk meninjau falsafah negara serta tingkat fisibilitasnya dalam menghadapi tentangan perubahan sosial akan menjadi langkah awal untuk keluar dari jurang masalah. Alternatifnya dapat berupa amandemen seperti yang telah dilaksanakan beberapa waktu yang lalu atau menggantikannya dengan kebijakan yang baru dalam memuat nilai-nilai filosofis yang secara kongkrit menyentuh kepentingan publik. 
           Budaya spritualisme dan materilisme yang kemudian dibangun pada tingkat individu ditujukan untuk menciptakan basis perthnan individu yang kokoh dan tangguh dalam berjuang menjalani hidup. Dengan demikian kita dapat mereduksi dependensi manusia yang kehilangan eksistensinya terhadap Bahan Bakar Minyak, Listrik, Telepon, Kelas sosial, bahkan ketakutan terhadap kemiskinan dan sifat lainnya hanya fotamorgana. Di era ini bangsa Indonesia harus dapat mewujudkan kematian konsumerisme dan mulai membangun kemandirian bangsa dan negara yang sejati pada setiap sumber daya manusia Indonesia.